Share

Bab 3

Author: Shirley
Aku tidak tidur semalaman.

Saat fajar tiba, aku mendengar suara mesin mobil berhenti di depan vila. Orang tuaku dan Sofia sudah kembali. Dari jauh saja, suara kecaman mereka sudah terdengar dari luar pintu. "Claire, kamu masih berani kembali ke sini?"

Pintu kamar didorong terbuka dengan kasar. Ayahku, Antoni, memandangku dengan wajah yang sama sekali tidak ramah.

"Pesta kenaikan jabatan Sofia kamu buat berantakan! Dia menangis sampai hampir pingsan demi memohon kami memaafkanmu! Kamu sama sekali nggak merasa bersalah? Segera minta maaf sama Sofia!"

Aku menutup mata sejenak, menarik napas dalam-dalam. Tinggal dua hari lagi. Aku hanya perlu bertahan dua hari lagi. Dulu ... dia juga memperlakukanku dengan perlindungan yang hangat seperti itu.

Saat pertama kali aku menyentuh pistol dan ketakutan, Ayah akan menepuk bahuku dan menenangkan dengan suara lembut, "Nggak apa-apa, Claire. Semua orang punya ritme masing-masing."

Saat aku belajar urusan keluarga dan tertinggal jauh, dia akan mengajariku dari dasar, menjelaskan satu per satu dengan kesabaran yang tidak pernah habis.

Namun setelah Sofia datang, semuanya berubah.

Pada usia 15 tahun, Sofia sudah bisa mengelola masalah keuangan keluarga sendirian. Pada usia 16 tahun, dia sudah menjadi salah satu anggota terbaik di tim elite operasional keluarga.

Sementara aku ....

Di usia 18 tahun, aku bahkan tidak bisa memegang pistol dengan stabil. Dalam pelatihan keluarga, aku selalu berada di peringkat terbawah dari seluruh generasi muda. Tanpa kusadari, Sofia perlahan menggantikan posisiku, menjadi putri yang paling dibanggakan, paling penurut, dan paling sempurna di mata ayah.

Yang lebih aneh lagi, sejak Sofia datang ... tubuhku semakin hari semakin lemah. Sering pusing, mual, tubuh cepat kehilangan tenaga dalam pelatihan, bahkan luka kecil pun sangat sulit sembuh. Dokter keluarga mengatakan itu hanya masalah bawaan tubuhku dan aku harus banyak mengonsumsi nutrisi tambahan.

Namun, tidak peduli seberapa banyak pun aku berusaha, kesehatanku hanya semakin memburuk.

Mata Ayah mulai dipenuhi kekecewaan terhadapku. "Claire, lihatlah Sofia, lalu lihat dirimu sendiri. Sama-sama putri keluarga ini, tapi kenapa perbedaannya sejauh ini?"

"Sebagai istri wakil bos mafia, gimana kamu bisa bertahan di tengah pertarungan internal keluarga yang penuh bahaya dengan kemampuan seperti ini? Bagaimana kamu bisa membantu meringankan tekanan Rocco?"

"Kalau bukan karena perjanjian pernikahan antar keluarga waktu itu, aku benar-benar meragukan apakah kamu pantas menyandang status ini."

Pada akhirnya, tatapan ayah terhadapku berubah dari kekecewaan menjadi rasa malu. Seakan-akan keberadaanku sendiri adalah aibnya, sedangkan Sofia adalah putri yang paling membuatnya bangga.

Aku mengangkat kepala, memandang Sofia yang berdiri di ambang pintu. Dia sedang menatapku dengan mata bundar yang tampak begitu polos, wajahnya penuh kepedulian dan kekhawatiran.

"Kakak, kita damai, ya? Seperti waktu kecil ... boleh?" Suaranya lembut, matanya berkaca-kaca, penampilannya begitu rapuh dan menyentuh.

Itu memang keahliannya.

"Ingat nggak waktu kamu pernah meracik parfum untukku?" Sofia melanjutkan, "Besok adalah hari peringatan keluarga. Bisa nggak kamu meracikkan satu botol lagi untukku? Anggap saja sebagai hadiah untuk kenaikanku."

Mata Lily tampak penuh kepuasan, dia buru-buru menasihatiku, "Itu satu-satunya bakat yang layak kamu banggakan, bukan? Claire, Sofia sudah memberimu jalan keluar yang sangat baik. Ini kesempatanmu, cepat lakukan!"

Aku tetap tidak bergerak. Parfum itu menyeret ingatanku kembali ke tujuh tahun lalu.

Saat itu, Sofia baru dibawa pulang oleh Ayah dan aku membuatkan parfum pertama dalam hidupku untuknya dengan penuh semangat. Aku memilih bahan-bahan paling langka dan murni dengan hati-hati.

Hanya karena dia berkata, "Aku suka aroma rosemary," aku sampai berkali-kali melepuh dan terluka terkena getah yang beracun.

Aku tidak pernah memberitahukan bahwa untuk tubuhku yang lemah seperti ini, banyak bahan aromatik sebenarnya mirip cairan korosif. Setiap sentuhan terasa seperti luka terbakar sampai ke tulang.

Namun, aku menahan semuanya dengan gigih sampai akhir. Lalu, aku akhirnya berhasil membuat parfum sempurna itu. Alhasil, setelah Sofia memakai parfum itu, dia alergi hingga pingsan dan seluruh tubuhnya muncul ruam merah.

Dokter keluarga mengatakan bahwa salah satu bahan di dalam parfum itu memicu alerginya. Saat Sofia sadar, hal pertama yang Sofia lakukan adalah langsung menangis dan berlari ke pelukan Rocco.

"Rocco, parfum itu dibuat Claire dengan sepenuh hati. Dia bilang nggak apa-apa kalau aku coba sedikit. Kumohon jangan marah pada Claire, ini salahku sendiri yang keras kepala!"

Di hadapan tatapan penuh kebencian Rocco, aku berdiri gugup di depan ruang perawatan.

"Aku nggak tahu Sofia alergi bahan aromatik, dia nggak pernah bilang padaku ...."

Namun, Rocco tidak mau mendengarkan. Dia langsung mengurungku di ruang bawah tanah selama tiga hari penuh. Itu menjadi mimpi buruk terbesar dalam hidupku.

Dalam kondisi tidak ada makanan dan air, aku bertahan dalam ruangan yang gelap dan lembap.

Aku meringkuk di sudut, mendengarkan tawa dan riuh bahagia dari luar. Mereka sedang merayakan "kesembuhan" Sofia.

Saat aku dibebaskan, aku sudah begitu lemah sampai hampir tidak bisa berdiri.

"Sudah lupa?" Sekarang aku menatap wajah Sofia yang sempurna itu. "Kamu alergi bahan aromatik."

Begitu kalimat itu keluar, suasana ruangan berubah menjadi hening seketika.

Saat itu juga, Rocco membuka pintu dan masuk. Dia mendengar percakapan kami, langkahnya terhenti sepersekian detik. Sebenarnya waktu aku di bawah sana, meski hampir tidak sadar, aku masih mendengar suaranya.

Di tengah malam, dia diam-diam datang memeriksa keadaanku. Namun sekarang, semua itu sudah tidak berarti. Dia telah memihak Sofia sepenuhnya.

"Alergi?" Sofia tertawa pelan, dengan sedikit ketegangan yang hampir tak terlihat dalam suaranya. "Claire, itu 'kan kejadian bertahun-tahun lalu."

Dia mendekat selangkah lagi. "Tubuhku sudah jauh lebih kuat sekarang. Sudah lama aku nggak alergi."

Sambil berkata demikian, dia mengulurkan tangan seolah hendak meraihku. "Kakak lihat? Aku sudah nggak takut."

Namun, kuku jarinya menancap kuat ke kulitku. Tekanannya semakin keras dan menyakitkan. Hingga akhirnya, rasa sakitnya membuatku spontan melepaskan diri. Seketika, Sofia "lengah" dan jatuh terjerembap ke lantai.

Aku melihat saat dia terjatuh, tangan lainnya diam-diam menyentuh bagian dalam lengan bajunya.

"Ah!" Dia terjatuh keras ke lantai dan mengerang "kesakitan".

Hampir pada saat bersamaan, bintik-bintik merah mulai muncul di pipinya yang pucat. Dalam hitungan detik, ruam itu menyebar dari pipi, ke leher, hingga ke lengan. Terlihat persis seperti reaksi alergi yang parah.

"Sofia!" jerit Lily sambil berlari menghampirinya. "Ya Tuhan, dia penuh ruam!"

Anthony memandangku dengan mata melebar, suaranya bergetar karena marah dan terkejut, "Claire, apa yang kamu lakukan padanya?"

Padahal, tadi aku tidak melakukan apa pun. Aku hanya menepis genggamannya karena sakit. Namun aku tahu ... pada saat ini, tidak ada satu pun dari mereka yang akan percaya padaku.

Sofia bersandar di pelukan Lily, menggigil sambil mengeluh lirih, "Bu, gatal sekali. Claire ... aku bukan sengaja ...."

Bahkan dalam "kesakitannya", Sofia masih berpura-pura membelaku. Sandiwara itu membuat semua orang semakin murka padaku.

Melihat ruam merah yang semakin membengkak di kulit Sofia, Antoni membentakku dengan suara gemetar, "Claire! Kamu benar-benar keterlaluan!"

"Aku ... aku nggak ...." Penjelasanku terdengar rapuh dan tak berarti.

"Nggak apa?" Rocco melangkah cepat ke arahku, tatapannya penuh kebencian. "Lagi-lagi kamu melukainya!" Dia mengangkat Sofia dengan sangat hati-hati. Gerakannya begitu lembut hingga membuat hatiku benar-benar hancur.

"Aku bilang aku sudah nggak alergi." Sofia berbisik lemah, suaranya hampir tak terdengar. "Mungkin ... mungkin ini penyebab lain ...."

Namun ketika dia berbicara, matanya menatapku dan di sana, terlihat jelas kilatan kemenangan. Hanya aku yang bisa melihatnya.

"Penyebab apa lagi?" Rocco memandangku tajam. "Selain kamu, siapa lagi yang menyentuhnya?"

"Selain Claire, siapa lagi di rumah ini yang tergila-gila parfum sampai selalu membawanya?"

Aku menatap pemandangan "sempurna" itu. Sofia yang lemah dan tenang, Rocco yang panik melindunginya, serta orang tuaku yang memeluknya penuh kasih. Hela napas terakhir dari harapanku berubah menjadi keputusasaan.

Sofia telah menyiapkan semuanya. Termasuk alergen yang dia sembunyikan di balik lengannya.

"Claire!" teriak Rocco sambil menerjang ke arahku, tangannya langsung mencengkeram leherku.

"Seharusnya dari awal aku sudah menyadari ... betapa busuknya hatimu."

Cengkeramannya semakin kuat. Aku mulai sulit bernapas. Tatapanku menjadi kabur dan dunia seperti berputar.

Namun tepat di saat dia menambah tekanan, Rocco melihat wajahku yang pucat sepenuhnya dan bibirku yang mulai membiru karena kekurangan oksigen. Wajahku seperti seseorang yang benar-benar hampir meninggal.

Perasaan ngeri dan kecemasan yang tak bisa dia jelaskan melintas di matanya. Hatinya bergetar, lalu refleks membuatnya tiba-tiba melonggarkan genggaman.

Aku terlepas dan terhempas ke dinding. Suara benturannya memenuhi ruangan. Bau anyir darah semakin memenuhi mulutku.

"Rocco!" Melihat raut wajah Rocco yang berubah, Sofia bertanya, "Kamu nggak apa-apa? Kenapa mukamu kelihatan pucat sekali?"

Rocco menggeleng cepat, mencoba menekan perasaan tidak nyaman yang baru saja muncul. Lalu, dia kembali menatapku dengan tatapan yang kembali dipenuhi amarah.

"Kalau sejak awal aku tahu betapa jahatnya kamu, aku nggak akan pernah menyetujui pernikahan ini! Pergi! Jangan biarkan aku melihatmu lagi!"

Aku terjatuh di lantai, tidak lagi berusaha berdiri. Tidak ada kata yang ingin kuucapkan.

Karena aku tahu, ini memang terakhir kalinya.

Aku tidak akan lagi merasakan sakit karena ketidakpercayaan mereka. Sebab, hatiku sudah mati sepenuhnya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 12

    Tiga hari pun berlalu.Sofia meringkuk di sudut ruang bawah tanah, tubuhnya penuh noda lembap dan kotoran. Dia menggigil di sudut itu dan akhirnya teringat sebuah jurus terakhir yang masih bisa dia gunakan.Keluarga Fauzian kini kehilangan istri sang pemimpin. Dalam dunia mafia, itu adalah pertanda buruk dan merupakan sebuah kemalangan yang dapat mengguncang stabilitas keluarga. Moral para anggota sedang berada pada titik terendah.Sofia berpikir bahwa dialah satu-satunya wanita yang cukup kuat, cukup berpengaruh, dan cukup mampu untuk mendampingi Rocco serta membangkitkan kembali Keluarga Fauzian.Dengan pemikiran itu, Sofia berpura-pura menunjukkan kelemahan di depan penjaga. "Aku tahu Rocco pasti membenciku, tapi tolong beri tahu dia satu hal.""Keluarga Fauzian membutuhkan seorang nyonya keluarga yang kuat untuk menstabilkan keadaan dan memulihkan semangat para anggota. Aku adalah satu-satunya orang yang punya kemampuan untuk membantu Rocco.""Aku bersedia menebus seluruh hidupku u

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 11

    Saat Rocco sedang memeluk tubuh Claire sambil menangis dengan pilu, pintu vila tiba-tiba terbuka. Sofia masuk sambil melangkah ringan, wajahnya penuh dengan senyum sombong seperti biasanya. Dia sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi."Rocco, aku pulang!" serunya manja, siap berlari ke pelukan Rocco."Hari ini rapat dengan penasihat keluarga berjalan sangat lancar, aku sudah berhasil meyakinkan dia untuk mendukungku ....""Oh ya, dua hari lalu aku melihat Claire. Dia lagi sama gelandangan di perbatasan wilayah. Sudah berhari-hari nggak menjalankan tugas keluarga. Rocco, jangan terlalu marah sama Kak Claire, ya? Mungkin dia sedang nggak berpikir jernih. Kamu kasih dia sedikit pelajaran saja sudah cukup ...."Sebelum dia selesai bicara, Rocco tiba-tiba bangkit dan memberinya sebuah tamparan keras. Sofia sama sekali tidak bersiap. Tubuhnya terlempar oleh kekuatan pukulan itu dan menghantam dinding dengan keras. Dia menahan bahunya yang sakit, mata terbelalak penuh keterkejutan."Roc

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 10

    Suasana yang tadinya dipenuhi kesedihan mendadak terhenti ketika ponsel Claire tiba-tiba berdering. Awalnya, Antoni mengira itu hanya panggilan promosi. Namun setelah mendengar beberapa detik, dia gemetar sambil menekan tombol pengeras suara."Selamat siang, Bu Claire. Apakah makam yang Anda pesan sebelumnya masih Anda perlukan? Saat ini hanya perlu membayar uang muka 5 persen, kami bisa terus menyimpankannya untuk Anda. Bu Claire? Bu Claire?"Begitu kata "makam" terdengar, napas Rocco seolah langsung berhenti."Jadi hari itu aku memang nggak salah dengar. Waktu Claire mengajukan cerai, dia sudah menyiapkan pemakaman untuk dirinya sendiri." Suara Rocco bergetar hebat."Dia pernah bilang tentang membeli makam di depanku ... dan aku ... aku malah menuduh dia mengutuk dirinya sendiri."Antoni dan Lily saling berpegangan agar tidak jatuh.Mereka akhirnya sadar bahwa Claire tidak pernah berbohong. Dia benar-benar sedang berada di ambang kematiannya. Dan mereka berulang kali menolak pertolon

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 9

    Rosa tidak mengatakan apa-apa. Dia langsung membawa mereka melewati restoran, lalu mendorong pintu sebuah ruangan kecil di bagian belakang.Ketika yang akhirnya muncul di depan mata mereka adalah sebuah tubuh yang ditutupi kain putih, Rocco dan kedua orang tua Claire tertegun.Udara seakan membeku seketika."Apa maksudnya? Kenapa kamu membawa kami ke sini? Kamu sedang bercanda?!" Suara Rocco bergetar. Itu adalah getaran dari firasat buruk yang sangat kuat. Dia berjalan maju dengan marah dan membuka kain putih itu dengan kasar.Ketika melihat wajah yang sangat dikenalnya, seluruh dunia Rocco runtuh.Itu Claire. Istrinya.Claire terbaring di sana dengan tenang seperti sedang tertidur. Di sudut bibirnya bahkan ada senyum tipis yang hampir tidak terlihat. Seolah-olah, dia akhirnya terbebas dari semua rasa sakit.Namun, dia tidak akan pernah bangun lagi.Hubungan mereka telah putus sepenuhnya. Rasa sakitnya menghantam jiwa Rocco seperti sambaran petir. Rasa sakit itu jauh lebih parah daripa

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 8

    Sofia mencari-cari sesuatu di dalam kamar dengan panik. Dari dalam terdengar suara botol dan wadah-wadah jatuh berantakan. Dia membuka setiap laci dengan tergesa-gesa dan membongkar setiap kotak. Di bawah meja rias, bawah tempat tidur, sudut lemari ....Gerakannya kacau dan keringat dingin menetes dari dahinya. Sudah mencari selama itu, tetap tidak menemukan benda yang dia butuhkan."Sofia, kamu lagi cari apa?" tanya Rocco dengan dingin.Sofia tersentak dan berbalik. Melihat Rocco berdiri di depan pintu, seluruh tubuhnya langsung bergidik."Aku ...." Suaranya bergetar, "Aku merasa nggak nyaman dan sedang mencari obat alergi.""Ini yang kamu cari?"Rocco mengangkat sebuah botol kecil berwarna putih dengan perlahan. Itu adalah botol yang ditemukan sebelum Sofia pulang. Wajah Sofia langsung pucat pasi.Tidak ada yang lebih jelas daripada dia sendiri bahwa benda itu bukan obat alergi. Itu adalah cairan khusus untuk memalsukan gejala alerginya. Jika dokter keluarga menganalisis komposisinya

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 7

    Sudut pandang Rocco:Di ruang rapat Keluarga Fauzian, Rocco sedang berdiskusi dengan para kapten mafia mengenai konflik wilayah dengan keluarga musuh. Tiba-tiba, ponsel terenkripsinya berbunyi.Itu adalah email terenkripsi dari Claire."Lagi-lagi trik apa ini," gumamnya dengan tidak sabar sambil membuka pesan itu. Namun di dalam hatinya, dia sedikit lega bahwa setidaknya akhirnya ada kabar dari Claire.'Akhirnya dia nggak tahan lagi dan siap kembali memohon maaf,' pikirnya. Namun begitu rekaman mulai diputar, wajahnya seketika memucat.Suara Sofia terdengar begitu jelas."Sejak kamu berusia 12 tahun, aku sudah menambahkan racun kronis ke dalam suplemen nutrisimu ....""Dorongan dari platform tinggi itu juga hasil karyaku ....""Melihatmu semakin hari semakin lemah, aku senang sekali ...."Rekaman terhenti. Seluruh ruang rapat tenggelam dalam keheningan yang mencekam. Para kapten mafia saling memandang dan terkejut hingga tidak bisa berkata-kata.Rocco merasa dadanya tiba-tiba menjadi h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status