Home / Romansa / Penyamaran CEO Tanaka / Bab 9 – Kolaborasi Pertama

Share

Bab 9 – Kolaborasi Pertama

Author: Jeff Ry
last update Huling Na-update: 2025-10-16 15:44:23

Pagi itu udara di proyek terasa lebih hangat dari biasanya. Langit cerah, tapi hati Maya terasa sedikit mendung. Ia duduk di depan laptop tuanya di ruang administrasi, menatap lembar laporan yang terbuka setengah jalan — file Excel penuh kolom angka yang saling bertabrakan.

Tenggat laporan bulanan dari pusat tinggal dua hari lagi. Pak Darto baru saja menegaskan pentingnya laporan itu karena akan dikirim langsung ke direksi pusat, dan semua data harus akurat — terutama data anggaran material.

Masalahnya, format laporan kali ini berbeda dari biasanya. Rumus yang diminta tidak familiar, dan Maya sudah tiga kali mencoba tanpa hasil.

“Kenapa malah error terus...” gumamnya frustrasi sambil menatap sel tak mau menghitung total. Ia menekan undo, tapi layar justru membeku.

Satu hal yang lebih mengesalkan daripada laporan error adalah — kenyataan bahwa komputer di proyek selalu terasa seperti hidup di masa lalu.

“Perlu bantuan?”

Suara itu muncul dari belakangnya — tenang, rendah, dan sangat dik
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Penyamaran CEO Tanaka   Bab 48 – Pertarungan Pandangan

    Sekeliling ruangan tertawa ringan, menganggapnya lelucon.Tapi bagi Ardi, kalimat itu seperti pisau halus yang menyentuh kulitnya.Ia membalas dengan senyum datar, berusaha santai.“Barangkali karena saya sering mendengar nama itu di berita.”Nadine hanya mengangguk.Namun tatapan matanya tidak pergi dari wajah Ardi.Dan Maya, di sisi lain, bisa merasakan ada sesuatu yang tidak biasa di antara dua orang itu — sesuatu yang tidak bisa ia sebut, tapi cukup untuk membuat dadanya berdebar tak menentu.Selepas rapat, semua orang bubar, namun Nadine masih duduk di kursinya.Ia pura-pura sibuk menulis catatan, sementara Ardi membereskan berkasnya dengan hati-hati.Maya keluar lebih dulu, memberi ruang bagi tamu penting itu untuk beristirahat.Namun ketika pintu tertutup, Nadine berbicara tanpa menatap.“Ardi Santoso, ya?”Ardi berhenti. “Ya, Bu.”“Nama yang bagus. Terasa… dibuat.”Ia menoleh perlahan. “Maksud Anda?”Nadine menatapnya — kini tanpa senyum. “Kau mirip sekali dengan seseorang yan

  • Penyamaran CEO Tanaka   Bab 47 – Senyum Tipis

    Ardi menelan ludah, lalu berbicara pelan — sangat pelan, dengan nada berbeda dari biasanya.“Distribusi sudah diatur dua jalur agar efisien, dan kami memastikan tidak ada tumpang tindih antara vendor.”Nadine memperhatikan cara ia bicara.Suaranya. Intonasinya. Gerakan tangannya.Semuanya terasa familiar.Sangat familiar.“Pak Ardi, ya?” Nadine memotong.Ardi menahan napas. “Ya, Bu?”“Pernah bekerja di proyek pusat sebelumnya?”Ardi menatap Maya sekilas. “Tidak, Bu. Hanya proyek lokal.”Nadine tersenyum samar. “Ah, begitu.”Namun di balik senyum itu, matanya menyipit — seperti seseorang yang sedang mencocokkan potongan puzzle yang hampir pas.Usai rapat, Nadine berbicara dengan Pak Darto dan Maya di luar ruang kantor.“Tim kalian solid,” katanya sopan. “Terutama Pak Ardi. Analisisnya menarik.”Maya tersenyum bangga. “Beliau memang sangat detail, Bu.”Sementara di sisi lain, Ardi berdiri jauh di balik pilar, menatap mereka dalam diam.Setiap kalimat yang keluar dari mulut Nadine membua

  • Penyamaran CEO Tanaka   Bab 46 – Pertemuan yang Nyaris Membongkar

    Pagi itu, udara di cabang Timur terasa lebih berat dari biasanya.Langit cerah, tapi suasana di kantor penuh ketegangan — seolah semua orang tahu hari itu akan berbeda.Pak Darto mondar-mandir di koridor, memeriksa papan progres proyek yang sudah dipoles ulang.“Pastikan semua bersih! Jangan ada yang terlambat datang!” serunya.Para staf bergegas, menata berkas, mengganti label ruangan, bahkan menyemprotkan pengharum ruangan dengan aroma citrus segar.Sebuah mobil hitam berhenti di depan gedung. Dari balik jendela, tampak sosok wanita elegan dengan kacamata hitam besar, gaun blazer abu muda, dan langkah yang tegas penuh wibawa.Rambutnya disanggul rapi, bibirnya merah, dan tatapannya tajam seperti seseorang yang terbiasa memberi perintah dan dituruti.Nadine Wijaya.Nama yang, bagi kebanyakan orang, berarti “pewaris Wijaya Build Corp — rekan sekaligus rival bisnis Tanaka Group.”Namun bagi Adrian Tanaka, nama itu berarti masa lalu yang belum sepenuhnya padam.Dari jauh, di sudut area

  • Penyamaran CEO Tanaka   Bab 45 – Tembok yang Dibangun

    Ardi menarik napas panjang.Ia menatap tanah, menghindari tatapan Maya yang begitu jujur.“Tidak ada yang berubah, Maya. Mungkin hanya saya yang sedang… banyak pikiran.”Maya tersenyum getir. “Banyak pikiran atau banyak rahasia?”Pertanyaan itu menghantam tepat di dadanya.Ardi membeku beberapa detik, tapi kemudian mengalihkan pandangannya.“Kau terlalu suka menganalisis.”“Saya hanya ingin jujur.”“Dan kejujuran kadang… bisa menyakitkan,” balasnya pelan.Maya menatapnya lama, lalu mengangguk perlahan.“Kalau begitu, saya tidak akan memaksa.”Ia berbalik, meninggalkan Ardi yang masih berdiri di sana — terpaku di antara rasa bersalah dan ketakutan yang belum sempat ia beri nama.Hari-hari berikutnya berjalan seperti rutinitas tanpa warna.Maya bekerja seperti biasa, menyelesaikan laporan tepat waktu, memimpin koordinasi dengan vendor, tapi semangatnya menurun.Bahkan Risa yang biasanya menjadi penyemangatnya pun mulai memperhatikan perubahan itu.Suatu sore di kafe Luna Brew — tempat m

  • Penyamaran CEO Tanaka   Bab 44 – Rahasia

    Maya hanya menatap kosong.Ia tak tahu harus menjawab apa.Malamnya, di kos sederhana Ardi, suasana kontras total dengan kantor pusat Tanaka Group.Kamar itu hanya diterangi lampu meja yang redup.Adrian—atau Ardi—duduk menatap buku catatan kulitnya.Ia membuka halaman baru dan menulis dengan tinta hitam:“Maya mulai curiga.Aku bisa melihatnya dari matanya hari ini—tajam, tapi tidak marah.Ia mencari kebenaran, bukan alasan.Dan aku takut, kebenaran ini justru akan menghancurkan kepercayaan yang mulai tumbuh.”Ia berhenti menulis sejenak.Ingatan tentang tatapan Maya tadi siang terlintas jelas — tatapan yang menelanjangi dinding rahasianya tanpa kekerasan, hanya dengan kejujuran.Davin pernah memperingatkannya:“Cepat atau lambat, kebohongan bukan hanya akan ketahuan—tapi juga menyakiti yang tidak bersalah.”Adrian menutup buku catatan itu.Ia memandang ke luar jendela kecil yang menampakkan langit malam.Suara motor lalu lalang, aroma hujan tipis, dan nyala lampu jalan yang kuning l

  • Penyamaran CEO Tanaka   Bab 43 – Awal Kecurigaan

    Langit pagi tampak pucat, seolah baru saja melewati malam panjang yang terlalu berat.Di halaman proyek cabang Timur, debu semen berputar lembut disapu angin. Suara mesin bor bercampur dengan langkah-langkah cepat para pekerja yang saling bersahutan.Maya datang lebih awal dari biasanya.Ia membawa map laporan baru—hasil pertemuan koordinasi dengan tim vendor semalam. Wajahnya lelah, tapi matanya menyala; seperti biasa, ia tidak pernah membiarkan letih menghapus semangatnya.Namun pagi itu ada sesuatu yang berbeda.Di sudut ruangan rapat kecil, ia melihat Ardi duduk sendirian, memandangi layar laptopnya dengan ekspresi serius. Tangannya mengetik cepat, seolah setiap huruf mengandung perhitungan penting.Maya menatapnya sekilas.Dari jarak itu, ia bisa melihat bagaimana kening Ardi berkerut tipis, lalu rileks setiap kali ia menemukan pola di spreadsheet yang rumit itu.Ia mendekat perlahan, setengah ragu, setengah penasaran.“Pak Ardi,” sapanya pelan.Ardi menoleh, tersenyum tenang. “P

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status