Share

Bab 24: Saat Tertawa Jadi Luka

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-26 14:13:01

Bayu tertawa lepas, tawanya pecah seperti kilau matahari pagi yang menyelinap di sela dedaunan.

Suaranya menyatu dengan gemuruh riang anak-anak lain di taman bermain itu—taman kecil di sudut sekolah dengan ayunan yang sudah sedikit berkarat dan lantai ubin kasar yang memantulkan bayangan pohon ketapang.

Di tengah keriuhan itu, Aidan berdiri tak jauh. Ia tak seekspresif Bayu, namun caranya mendengarkan, senyuman tipis yang menggantung di sudut bibirnya, dan tatapan mata yang penuh rasa ingin tahu menunjukkan satu hal: ia benar-benar hadir di sana, bersama teman-temannya, dalam diam yang hangat.

Dari bangku kayu tua yang terletak agak ke pinggir, di bawah naungan pohon, Elina memperhatikan mereka.

Matanya yang besar dan bening mengikuti gerak Bayu dan Aidan, seperti seorang anak yang ingin ikut menari dalam keramaian, tapi kedua kakinya masih enggan melangkah.

Ia menarik napas, lalu perlahan berdiri. Langkahnya kecil dan ragu, sepatu hitamnya m

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Lita Suciati
narasinya agak lebay gasi...pov anak2 yg emang kompleks, tapi klo dijabarin bisa jutaan bab ga kelar...esensi ceritanya jadi kabur....sayang koin gw
goodnovel comment avatar
Retno Anggiri Milagros Excellent
si mungil yang sudah merasakan penderitaan... ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 265: Janji yang Dilanggar

    Gosip berhembus kencang, seperti asap pekat yang menjalar di antara kerumunan yang tadi malam memenuhi aula pesta.Begitu Raka meninggalkan acara itu dengan Kirana di sisinya, bisik-bisik liar menyebar ke segala penjuru.Sekalipun ia sudah terbiasa jadi sorotan, kali ini rasanya berbeda. Lebih tajam. Lebih pribadi.Ia memang tak pernah benar-benar menyukai Zelina, tapi rasa hormatnya pada sang kakek membuatnya tak bisa begitu saja berbalik badan dan pergi.Ada utang budi yang menggantung di hati, menggumpal bersama perasaan tak nyaman yang sulit ia uraikan.Sayangnya, sebelum ia bisa mengambil langkah apa pun, situasinya justru berubah seperti benang kusut yang ditarik dari segala arah.Dan sekarang, ia terseret lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan."Itu nggak penting. Satu-satunya cara buat hentikan omongan itu ya ini!" suara Sekar terdengar dari ujung sambungan telepon, keras, datar, dan tak memberi ruang untuk bantahan.

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 264: Rencana Siapa?

    “Ada apa?” tanya Raka, dahinya mengerut, mata elangnya mengarah tajam pada Zayyan yang berdiri kaku di ambang pintu.Zayyan tampak seperti hendak mengucapkan sesuatu, tetapi mulutnya seolah terkunci. Ia menatap karpet dengan gelisah, sebelum akhirnya bersuara pelan, “Pak Pradana, soal Anda dan Mbak Zelina…”Raka langsung menajamkan pandangan. “Apa tentang kami?” Suaranya meninggi, penuh nada peringatan.Zayyan menunduk, meremas kedua tangan yang saling menggenggam di depan tubuhnya. “Apa benar Bapak akan bertunangan dengan beliau?”Kata-kata itu jatuh seperti batu ke dasar danau. Hening. Dingin. Bergaung.Raka memicingkan mata, napasnya tertahan sesaat. Tatapan yang semula tenang mulai meretih. “Kamu dengar dari mana?”Suaranya lebih datar, tapi tensinya naik, seperti kabel listrik yang siap meletik kapan saja.Zayyan, yang biasanya tenang saat memberi laporan keuangan

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 263: Tunggu Saja

    Ruang privat di restoran itu remang, pencahayaannya temaram dari lampu gantung berdesain vintage, menyebar hangat ke seluruh penjuru ruangan.Dindingnya dilapisi panel kayu gelap dan lukisan abstrak bergaya kontemporer menggantung angkuh di tengah.Meja bundar dari marmer putih telah tertata rapi, dengan piring porselen dan peralatan makan berkilau.Zelina duduk membisu di salah satu kursi beludru hijau zamrud. Wajahnya pucat, lehernya kaku. Ia menunduk dalam diam, matanya hanya menatap ujung jemarinya yang saling menggenggam erat di pangkuan.Di sisi kanan dan kirinya, Gina dan suaminya duduk dengan ekspresi yang tak kalah murung. Tak ada senyum basa-basi, hanya atmosfer yang menggantung penuh ketegangan.Pintu terbuka. Suara langkah tumit Sekar terdengar mantap, diiringi jejak sepatu kulit milik Ilham. Aroma parfum floral dari Sekar langsung mengisi ruangan, mendahului kehadirannya.“Selamat malam, Bu Sekar, Pak Ilham.” Suara Z

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 262: Panggilan Pertama

    Aroma tumisan bawang putih dan rempah-rempah yang menguar dari dapur langsung memanggil langkah kecil dan riang anak-anak itu.Lantai kayu yang berderit pelan seolah ikut menyambut tawa mereka yang membuncah. Kirana menoleh, tersenyum begitu mendapati Bayu dan teman-temannya berlarian masuk dengan wajah berseri-seri.Bayu, seperti biasa, langsung menjadi pusat perhatian. Dengan napas terengah-engah tapi penuh semangat, ia mulai bercerita tentang kegiatannya di taman kanak-kanak.Suaranya naik-turun, tangannya melambai-lambai seolah sedang menghidupkan kembali setiap adegan yang ia ceritakan.Kirana mendengarkan sambil terus mengaduk wajan, matanya hangat menatap satu per satu wajah kecil yang bersemangat itu.Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, sebuah suara kecil memecah suasana."Bu!"Satu kata, pelan namun menggema, seperti gaung yang merambat hingga ke dasar hati Kirana.Ia terdiam, tubuhnya membeku sesaat. Pandangannya turun

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 261: Suara Pertama

    Tangan Elina bergetar saat ia buru-buru meraih selembar kertas dari meja kecil milik Bayu, diikuti oleh pensil yang hampir terjatuh ke lantai.Tapi sebelum sempat menulis, Aidan sudah lebih dulu menyambar pensil itu dan menyelipkannya ke saku celana pendeknya yang berdebu.“Nggak usah nulis,” kata Aidan, nada suaranya terdengar tegas namun tak sepenuhnya dingin. “Ngomong aja. Kalau kamu nggak ngomong, kita nggak bakal ngerti.”Elina hanya berdiri terpaku. Jemarinya mencengkeram sudut meja seperti mencari pegangan, matanya menatap ke lantai.Ada perasaan asing yang berat di dadanya, sesuatu antara takut dan kecewa.Bayu yang sedari tadi memperhatikan, ikut menimpali, suaranya lebih lembut dari Aidan. “Pagi tadi kamu udah janji sama Ibu, kan? Mau nyoba ngomong pelan-pelan.”Ia mencondongkan tubuh, berharap bisa melihat wajah Elina lebih jelas. “Kalau belum bisa ngomong banyak, panggil aja nama kita. Ki

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 260: Suara yang Tertahan

    Ruangan itu masih dipenuhi cahaya sore yang lembut, memantul di lantai kayu dan mainan plastik yang berserakan.Di sudut ruangan, Elina duduk bersila di atas karpet berwarna pastel, matanya mulai gelisah memindai sekitar.Bibirnya mengerucut, nyaris tak terlihat, tapi cukup untuk memberi isyarat bahwa ada sesuatu yang ia inginkan, atau butuhkan.Kirana, yang sejak tadi duduk bersandar di sofa sambil melipat cucian, menoleh dengan mata lembut. Ia memperhatikan gerak-gerik Elina, lalu meraih anak kecil itu ke pangkuannya dan mengusap pelan rambut halusnya yang terikat rapi.Tangannya bergerak dengan ritme yang menenangkan, seperti melodi diam yang hanya bisa dirasakan.“Kalau kamu mau minta tolong, coba bilang, ya. Kasih tahu Ibu dengan kata-kata,” ucapnya lembut, penuh harap.Elina menatapnya. Matanya, bening dan besar, berkedip cepat, seperti ingin menyampaikan sesuatu yang tertahan di kerongkongan.Mulutnya terbuka sedikit, lalu tert

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status