Share

teman lama

Author: Pulungan
last update Last Updated: 2024-05-31 17:06:39

Disisi lain, Naya setelah keluar dari pabrik Naya naik angkot sekitar 10 menit lalu ia turun di halte. Setelahnya Naya berjalan sambil melihat-lihat lowongan kerja.

Hampir setengah jam ia berjalan Naya berjalan namun ia belum menemukan satupun lowongan pekerjaan yang menerimanya yang hanya lulusan SMA. Hingga akhirnya ia melihat rumah makan yang terlihat ramai sekali pengunjung.

"Nyoba ke sana kali ya, bismillah dulu aja," gumam Naya lalu berjalan menuju rumah makan tersebut. "Mbak maaf, saya mau nanya apakah disini ada lowongan pekerjaan?" tanya Naya pada salah satu petugas rumah makan tersebut.

"Oh iya Mbak, kebetulan ada kita lagi butuh dua orang," jawab perempuan berjilbab pink tersebut membuat Naya langsung menghela nafas lega. "Alhamdulillah," gumamnya.

"Mbak mau kerja disini?" tanya wanita tersebut, dengan cepat Naya mengangguk sambil tersenyum. "Mari saya antarkan ketemu Pak Deni pemilik rumah makan ini," ajak perempuan tersebut yangd dibalas anggukan oleh Naya.

"Naya," ucap Naya sambil mengulurkan tangannya. "Riri," balas perempuan tersebut sambil membalas uluran tangan Naya, setelahnya Riri membawa Naya bertemu atasannya. "Permisi Pak,"

"Iya, masuk aja," sahut Deni, Riri masuk terlebih dahulu sedangkan Naya masih di luar. Sekitar dua menit kemudian Riri keluar lalu mempersilahkan Naya masuk.

"Permisi Pak," ucap Naya sopan membuat Deni yang sedang mengotak-atik ponselnya langsung mendongak. "Iya, silahkan duduk," ucap Deni yang dibalas anggukan oleh Naya lalu ia duduk berseberangan dengan Deni. Naya membuka maskernya, detik kemudian Deni langsung diam sejenak.

"Naya," ucap Deni membuat Naya langsung kaget. "Kamu Naya 'kan? Cucunya nenek Fitri?" tebak Deni membuat Naya langsung mengangguk, tapi ia masih bingung.

"Ya ampun Naya, kamu kenal aku gak?" tanya Deni membuat Naya langsung menggeleng. "Kita tetanggaan waktu kecil, ingat rumah hantu," lanjut Deni dengan semangatnya membuat Naya berfikir sejenak detik kemudian ia mengangguk.

"Kamu Deni yang sering ingusan itu?" tanya Naya membuat Deni langsung menggaruk tengkuknya sekilas lalu mengangguk. "Itu kan dulu," ucap Deni malu membuat Naya langsung terkekeh.

"Ya ampun sekarang kamu udah jadi bos besar ya," puji Naya membuat Deni tersenyum, ia tidak menyangka Deni yang dulu kecil, kurus dan dekil. Sekarang sudah menjema bak pangeran tampan dan juga gagah.

"Amin, do'ain ya sekarang baru tiga cabang sih sama satu lagi mini market," jawab Deni membuat Naya langsung mengangguk kagum. Deni sangat senang bisa bertemu dengan Naya temannya waktu SD.

"Luar biasa sih kamu," lagi-lagi Naya memuji Deni membuat Deni tidak hentinya tersenyum. "Terima kasih, em … kamu mau lamar kerja?" tanya Deni membuat Naya seketika malu dengan dirinya yang tidak sebanding dengan Deni.

"Iya," jawab Naya lalu menunduk malu membuat Deni tersenyum. "Selow kali, gak usah malu kayak gitu, aku juga dulu pernah jadi karyawan rumah makan kurang lebih dua tahun sambil ngumpulin modal dan alhamdulilahnya sekarang bisa buka sendiri," ucap Deni ia tahu pasti Naya merasa malu padanya.

"Kamu mau kerja kapan?" tanya Deni membuat Naya sedikit kaget. "Aku udah di terima emangnya?" pertanyaan polos Naya membuat Deni terkekeh.

"Iya di terima, kalo gak di terima takut di lempar pake batu kayak dulu," ledek Deni membuat Naya cengengesan. Ia memang sangat tomboy sewaktu kecil, hingga tidak jarang teman laki-lakinya nangis karena ulahnya.

"Sekarang kamu udah ayu dan cantik ya," ucap Deni membuat Naya langsung blushing. "Bisa aja si tempurung, lap dulu ingusnya," ledek Naya membuat Deni tertawa.

"Udah gak dong," sanggah Deni. "Um … kira-kira aku boleh kerja apa?" tanya Naya membuat Deni sejenak berfikir. "Apa ya, yang lagi kekurangannya sih, cuci piring sama ngantar makanan, kalo kamu jadi asisten aku juga gak apa hahah," jawab Deni sambil tertawa membuat Naya mangut-mangut lalu memicingkan matanya.

"Aku mau ngantar makanan aja deh, kalo jadi asisten kamu berat," jawab Naya membuat Deni berhenti tertawa. "Berat kenapa?"

"Berat dengerin gombalan receh kamu," jawab Naya membuat Deni langsung geleng-geleng. "Gak boleh gitu, tar malah jatuh cinta," goda Deni membuat Naya langsung tertawa terbahak-bahak.

"Jatuh cinta sama kamu haha gak … gak, kamu dulu sering nangis gara-gara aku usulin, payah," ledek Naya membuat Deni langsung menatap Naya tajam. "Itu kan dulu Nay, kamu gak lihat apa ototku, gendong kamu satu tangan aku bisa loh," ujar Deni tidak mau kalah sambil menunjukkan ototnya yang sering di latih di tempat gym.

"Oh iya lah, bagus dong biar gak di bully terus," lanjut Naya membuat Deni langsung memutar mata malas.

"Kalo kerja disini hati-hati jatuh cinta, itu aja," lanjut Deni membuat Naya langsung geleng-geleng. "Aku udah nikah," ujar Naya membuat Deni langsung kaget.

"Bohong, siapa yang mau sama kamu," bantah Deni membuat Naya menggedikkan bahunya. "Ya udah kalo gak percaya," lanjut Naya lalu matanya melihat ke arah jendela tepat di mana gulai dan lauk tersusun rapi.

Deni membuka ponselnya sejenak lalu kemudian mematikannya, saat Deni menoleh ia melihat Naya sedang memandangi para karyawan yang sedang membungkus dan menyajikan makanan.

"Riri!" panggil Deni membuat Naya kaget lalu menoleh. "Iya Pak," jawab Riri. "Sini bentar," lanjut Deni, tidak berapa lama kamudian Riri sudah diambang pintu.

"Tolong bungkus nasi sama lauk yang beda-beda ya, daging, ayam, ikan semua deh sama sayur juga ya," ucap Deni. "Oke siap, Pak," jawab Riri yang dibalas anggukan oleh Deni.

Sedangkan Naya hanya diam memperhatikan keduanya, sebelum keluar Riri tersenyum sekilas pada Naya. "Rumah kamu dimana?" tanya Deni membuat Naya langsung menoleh.

"Kosan aku di jalan mawar gak jauh kok sekitar 10 menitan naik angkot, itupun tadi sempet macet," jawab Naya yang dibalas anggukan oleh Deni.

'Kosan? Bukannya tadi katanya udah nikah, dasar Naya masih aja suka ngerjain orang,' ucap Deni dalam hati sambil tersenyum. "Kenapa emangnya?" tanya Naya.

"Gini, aku ada sedikit kerjaan lagi niatnya aku mau sekalian nganterin kamu pulang aja," jawab Deni membuat Naya mangut-mangut. "Ya udah gak apa-apa, kamu berangkat aja, aku bisa naik angkot kok," ucap Naya lalu mengambil maskernya.

"Gak apa-apa bareng aja, itung-itung kamu ngerasain mobilku," sanggah Deni dengan pedenya membuat Naya kembali terkekeh. "Dasar tukang pamer,"

"Iya dong, kamu harus liat perjuanganku hahah," ucap Deni tidak mau kalah membuat Naya geleng-geleng. "Kita berangkat sekarang?" tanya Deni laku tangannya meraih kunci mobilnya."Boleh,"

"Pak, ini pesanan yang tadi," ucap Riri."Kasih sama Naya aja," ucap Deni membuat Naya kaget. "Hah?" "Gratis," jawab Deni santai membuat Naya terkekeh begitu juga dengan Riri.

"Ini Mbak," ucap Riri sambil memberikan kantong plastik tersebut. "Makasih ya Riri," "Sama-sama, Naya," jawab Riri lalu ia kembali melanjutkan kerjaannya.

"Ini beneran, aku gak enak jadinya," ucap Naya membuat Deni menaikkan alisnya sebelah. "Gak enak kenapa? Belum juga di coba udah bilang gak enak," ujar Deni membuat Naya menghembuskan nafas kasar.

"Bukan makanannya," kesal Naya. "Ya udah sih enak-enakin aja, ribet deh, yuk," lanjut Deni lalu ia berdiri sambil membenarkan pakaiannya. Naya mengikuti Deni dari belakang sambil beramah-tamah ke karyawan-karyawan lainnya.

Selama perjalanan hanya ada keheningan diantara keduanya, aroma makanan yang Naya pegang membuat perutnya keroncong. Kruk!

Tiba-tiba suara perutnya berbunyi membuat Naya langsung malu, sedangkan Deni hanya bisa menahan tawa melihat Naya sekarang menjadi sangat pemalu.

Uhuk! Uhuk! Naya pura-pura batuk untuk menutupi suara perutnya yang membuatnya malu sampe ubun-ubun. Ingin rasanya ia cepat-cepat sampai karena malu.

"Nanti langsung makan aja hemft …," ucap Deni sambil menahan tawanya membuat Naya langsung mendengus kesal.

"Gara-gara makanan ini sih harum banget," ucap Naya sambil mengerucutkan bibirnya membuat Deni tertawa."Makanannya yang harum atau kamu yang udah kelaparan?" ledek Deni membuat Naya langsung malu.

"Makanannya!" kesal Naya membuat Deni tertawa terbahak-bahak. Begitu sampai di depan kosan Naya, ia langsung turun.

"Maaf ya belum bisa mampir," ucap Deni yang dibalas anggukan oleh Naya. "Makasih ya, udah di anter," jawab Naya yang dibalas anggukan oleh Deni.

"Yup, sana makan, besok jangan lupa kerja jam 8 kalo telat gajinya aku potong," ujar Deni sambi bercanda membuat Naya langsung menelan salivanya dengan susah payah.

"Serius?" tanya Naya membuat Deni lagi-lagi tertawa.

"Bercanda Pak, elah serius amat, ya udah pamit ya, assalamualaikum," jawab Deni membuat Naya langsung menghela nafas lega.

"Walaikumsalam, hati-hati,"i ujar Naya. "Okey baby," goda Deni membuat Naya langsung melotot. "Dih pede amat," ujar Naya begitu melihat mobil Deni menjauh.

"Eh Naya, siapa tuh? Beda lagi sama yang kemaren ya?" tanya Bu Ida tetangga Naya yang mulutnya suka ember dan suka menyebar-nyebarkan gosip.

"Eh Bu Ida, itu teman saya," jawab Naya singkat karena ia tidak mau berurusan dengan Ida. "Oh iya ya, o iya suami kamu yang kemaren mana? Kok gak pernah jenguk kamu? Kok pisah rumah juga ya?" tanya Ida mulai kepo, Naya yang mendengar itu langsung merasa laparnya semakin menjadi.

"Em Buk, saya masuk dulu ya belum sholat dhuhur," ucap Naya lalu ia masuk begitu saja meninggalkan Ida yang masih di teras rumahnya.

"Hum … Naya laris juga ya, ganti laki-laki terus, bisa jadi gosip ini di warung," gumam Ida lalu ia langsung memakai sandalnya lalu berjalan menuju warung tempat biasa Ibu-Ibu kompleks tersebut ngumpul-ngumpul.

Dari dalam kosan, Naya ternyata sedang mengintip di balik jendela rasanya ingin melakban mulut Bu Ida yang selalu membuat-buat cerita.

"Ih dasar gak tau malu, udah tua masih aja ngurusin hidup orang," kesal Naya sambil meletakkan kantong plastik di tangannya dengan perasaan kesal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penyesalan Mertua Jahat    Ending

    "Mama mau nikah?" tanya Reza menggoda Neni membuat Neni langsung memukul tangan anaknya itu pelan. "Gak lah cukup melihat anak-anak Mama bahagia itu udah lebih dari cukup." jawab Neni membuat Reza terkekeh geli. "Gak apa-apa Ma kalo mau nikah juga, direstuin kok." "Gak usah kurang ajar Reza ..." "Hahah ... Beneran Ma." goda Reza. "Sana urusin istri kamu yang lagi hamil gak usah aneh-aneh kamu tuh yang jangan sampai tergoda oleh wanita manapun." omel Neni membuat Reza tersenyum lalu mengangguk. "Siap Bunda Ratu, Naya tidak akan tergantikan." Jawab Reza. Malam hari setelah semuanya pulang, Neni ke kamar bersama Zahra, ia sudah terbiasa tidur dengan cucunya tersebut. "Kak." panggil Naya bagitu melihat Reza sibuk dengan komputernya. "Hum ... kenapa?" tanya Reza sambil melihat Naya seperti anak kecil ingin meminta sesuatu. "Sini sayang." ucap Reza lalu menarik Naya duduk di pangkuannya. "Mau apa cantik?" tanya Reza sambil menciumi pipi istrinya tersebut. "Em ... peng

  • Penyesalan Mertua Jahat    Nova Bunuh Diri

    Dua bulan kemudian Naya mual-mual membuat Reza dan keluarganya bahagia. "Za apa gak kecepatan Zahra punya adik?" tanya Alex saat berkunjung ke rumah Reza. "Gak dong, Zahra udah genap dua tahun nanti adeknya lahir Zahra masuk tiga tahun, yang kecepatan punya adek itu Syakila." jawab Reza dengan santainya membuat Alex melotot. "Silvi gak hamil ya," "Ya iya maksudnya yang kecepatan punya adek itu Syakila kalo misalnya Silvi hamil." "Iya-iya biasa aja kali, o iya Tante Neni berapa lama umroh?" tanya Alex sambil menyeruput kopi. "Dua bulanan semoga pulang dengan selamat." jawab Reza yang diamini oleh Alex. "Gak nyangka ya sekian banyak drama yang terjadi beberapa tahun yang lalu akhirnya kita semuanya bisa tenang menjalani hari, apalagi saya setelah Indri menikah rasanya lega banget." terang Alex membuat Reza mangut-mangut. "Ya begitulah jika tuhan sudah berkehendak yang jahat bisa jadi baik dan yang baik bisa jadi jahat," jawab Reza yang dibalas anggukan oleh Alex. "Tante

  • Penyesalan Mertua Jahat    Ngidam

    Hampir 30 menit Rifki menunggu Indri, tapi Indri belum keluar-keluar juga membuat Rifki greget. Tok! Tok! Tok! "Indri." "Iya ..." "Keluar saya gak nyuruh kamu lama-lama di dalam." ucap Rifki dengan nada tegas membuat Indri langsung memejamkan matanya. 'Lex ... Kamu tega banget sama aku, kamu gak kasian apa lihat aku.' ucapnya dalam hati lalu ia perlahan membuka pintu. Ceklek! Deg! Rifki langsung menelan salivanya dengan susah payah begitu melihat Indri hanya memakai handuk sepaha. "Aku lupa bawa baju ganti." ucapnya membuat Rifki mengalihkan pandangannya sekilas. "Iya, ayo sholat dulu." ajak Rifki lalu mereka melakukan sholat berjamaah. Setelah selesai sholat, Indri membuka mukenahnya lalu ia berjalan ke dekat lemari hendak mengambil baju. Saat ia berjinjit tiba-tiba ia kaget melihat tangan Rifki melingkar di perutnya. "Ri--rifki-- "Aku kangen banget sama kamu." ucap Rifki dengan napas berat membuat Indri merinding. "Aku mau pake baju dulu." lanjut Indri y

  • Penyesalan Mertua Jahat    Tidak Bisa Kabur Lagi

    [Bukannya gak menghargai atau gimana ya Indri, punten ini mah maaf ... Dari kemaren-kemaren bukannya kamu udah tunangan bahan denger-denger gosipnya udah mau nikah kok sekarang baru mau lagi?] tanya Alex blak-blakan. [Kemaren itu aku kabur Lex dan sekarang dipaksa pulang sama Ayah dan beneran mau dinikahin besok, hiks ...] Silvi yang melihat itu pura-pura tidak mendengar ia fokus pada Syakila. "Kita keluar yuk sayang." ucap Silvi sambil menciumi pipi putrinya itu lalu ia melangkah hendak keluar. Baru dua langkah tiba-tiba tangannya dicekal oleh Alex membuat Silvi berhenti lalu mendongak. Cup! Tiba-tiba ada Alex mengecup bibirnya membuat Silvi mematung. [Sekarang gini, ikuti apa yang disarankan orang tuamu karena orang tua biasanya tau apa yang terbaik untuk anaknya.] jawab Alex yang masih setia memegang tangan Silvi. [Tapi le-- [Udah jangan ngeluh terus kehidupan ini gak gitu-gitu aja, sama halnya kayak saya dan Silvi sudah jadi orang tua dan ya ... Udah otw anak ke d

  • Penyesalan Mertua Jahat    Nova

    "Iya Om." jawab Nova membuat laki-laki itu panik bukan main. "Anak siapa?" "Ya anak Om lah sama teman-teman Om itu." jawab Nova yang dibalas gelengan oleh laki-laki paruh baya itu. "Gak mungkin saya gak pernah ngeluarin di dalam kamu bohong, pasti itu kerjaan kamu sama laki-laki lain." tuduh laki-laki itu membuat Nova melotot. "Om! Ini anak Om Budi saya gak pernah sama siapa-siapa semenjak di booking sama Om!" bantah Nova. "Ok kalo itu benar ulahku sekarang gugurkan saja, saya kasih uang." suruh Budi membuat Nova menyunggingkan senyum. "Iya Om, aku minta 50 juta Om harus tanggung jawab ini." ujar Nova membuat Budi mau tidak mau mengangguk. "Tapi ini kamu harus benar-benar menggugurkan anak itu karena jika tidak saya tidak mau tanggung jawab lagi mau gimanapun juga." ancam Budi membuat Nov. "Iya Om aman nanti aku gugurin, Om mau gak?" goda Nova membuat Budi tersenyum miring. "Tanpa kamu suruh pun aku akan tetap mengambil alih itu." jawab Budi lalu mendorong Nova ke ran

  • Penyesalan Mertua Jahat    Nova Hamil

    Sore hari setelah Alex dan Silvi pulang. Reza sedang berdiri di dekat jendela kamar sambil bersedekap dada. Ceklek! Naya yang baru saja masuk langsung mengunci pintu lalu mendekati suaminya itu. 'Kak Reza kenapa lagi ya? Jangan bilang dia lupa Ingatan lagi.' ucap Naya dalam hati lalu memberanikan diri memegang tangan Reza. "Kak ..." "Hum." Reza kaget lalu menoleh ke samping, detik kemudian bibirnya tersenyum manis. "Kakak mikirin apa?" tanya Naya, Reza langsung membawa Naya berdiri di depannya menghadapi jendela. Lalu Reza memeluk istrinya itu dari belakang menyandarkan kepalanya di bahu Naya membuat Naya sedikit kaget, ia menoleh kesamping bertepatan dengan wajah Reza di dekatnya. Cup! "Zahra mana sayang? tanya Reza membuat Naya tersenyum lalu ia mencium kembali pipi suaminya itu. "Zahara dibawa jalan-jalan sama Nurul, Rey sama Mama." jawab Naya. "Oh mereka jalan-jalan, kamu kenapa gak ikut?" tanya Reza. "Mau sama Kakak aja." jawab Naya pelan membuat Reza terse

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status