Grace hanya diam ketika ia melihat perubahan sikap Shane. Ia hanya menatap punggung lelaki itu hingga ia menghilang di balik pintu. Lindsay menghela napas dengan kasar. Ia bangkit berdiri, lalu menaruh surat cerai itu di atas ranjang. “Aku mengerti sekarang, kau sudah tidak menginginkan kami lagi. Aku tidak akan mengganggumu lagi mulai dari sekarang. Lakukan apa pun yang kau inginkan. Jika kau tidak ingin makan, kau tidak perlu makan. Jika kau hanya ingin menangis tanpa melakukan apa pun, lakukanlah. Aku tidak akan pernah mengusik hidupmu lagi. Kau punya hak atas hidupmu” Lindsay berucap dengan tegas dan penuh penekanan, lalu beranjak pergi keluar dari kamar. Grace terdiam. Lindsay dan Shane tampak benar-benar marah ketika mereka meninggalkannya sendirian. Ia menatap menuju pintu yang masih terbuka dengan lebar. Tangis bayi itu sudah tidak lagi terdengar. Apa Shane benar-benar akan membuangnya? Grace menatap surat cerai yang ada di atas ranjang. Ia menandatangani surat itu, la
“Tuan, ini hasil tes DNA yang kau minta.” Seorang pria mengulurkan beberapa berkas dari tiga rumah sakit yang berbeda. Shane langsung memeriksa hasilnya. Ia dibuat sangat terkejut, sebab ketika rumah sakit itu mengatakan bahwa Jackson memang tidak memiliki hubungan darah dengan bayi itu. Ia bukan ayah kandungnya. Shane meremas berkas yang ada di tangannya dengan sangat kasar. Perasaannya semakin kacau sekarang. Ia ingin tahu sebenarnya apa yang telah terjadi. Ia ingin tahu siapa dalang di balik semua ini. “Kembali ke sana dan minta mereka untuk melaukan tes DNA dengan Grace. Katakan pada mereka, aku akan membayar mahal jika mereka bisa mengeluarkan hasilnya besok pagi.” Shane mengulurkan beberapa helai rambut milik Grace yang ia dapatkan dari sisir wanita itu. “Baik, Tuan.” Lelaki itu menerima perintah yang Shane berikan, lalu beranjak pergi. Lindsay menghampiri dan duduk di sisi kanan Shane. Ia memerisa berkas itu. Reaksinya tidak jauh berbeda dengan Shane. Sepertinya mereka
Tangis bayi terdengar memecah keheningan di malam hari. Pengasuh sudah berusaha menenangkan, tapi bayi itu tetap saja menangis tanpa henti. Tangisan itu membuat Shane dan kedua orang tuanya terbangun dari tidur. Merek keluar dari kamar, memastikan apa yang sedang terjadi. Di ruang tengah, tampak pengasuh tengah menggendong dan berusaha mendiamkan bayi mungil itu. Ia berusaha untuk memebrikan susu formula, tapi bayi itu menolak untuk meminumnya. Ia hanya ingin air susu ibunya. “Tuan, bagaimana ini?” Pengasuh itu bertanya dengan raut wajah menahan lelah dan kantuk. Ia tidak tidur sepanjang malam, sebab bayi itu yang terus menangis tanpa henti. “Apa dia demam?” Lindsay menghampiri. Ia mengecek suhu tubuh bayi itu, tapi suhu tubuhnya normal. “Popoknya sudah diganti?”“Sudah, Nyonya. Tidak ada yang salah, tapi dia tetap menangis sejak tadi. Mungkin dia merindukan ibunya karena sudah dua hari Nyonya Grace tidak ingin menyentuhnya ataupun menggendongnya.” Pengasuh itu menjelaskan.
Shane mengusap ubun-ubun Grace dengan penuh kelembutan. Ia menatap wajah itu dengan penuh kasih sayang. “Jackson benar-benar bajingan. Apa Grace harus mati agar dia merasa puas?” Lindsay berucap dengan penuh amarah. Pagi ini ia pergi ke acara reuni bertemu dengan teman-teman lamanya. Siapa sangka bahwa Jackson akan datang dan membuat keributan. Jika ia tahu akan begini jadinya, ia tidak akan menerima undangan reuni itu. “Grace, jangan sampai kau kenapa-napa. Aku tidak akan memaafkan siapa pun jika kau tidak bangun setelah ini.” Lindsay menggenggam tangan Grace yang terasa sangat dingin. “Apa kata dokter?” Robin ikut merasa sedih. Putri yang begitu ia sayangi, diperlakukan sekasar ini oleh orang lain. “Rahimnya bermasalah karena dia terjatuh dengan sangat kasar. Pendarahnnya sudah berhenti, aku sudah memberikan dua kantung darahku untuknya. Jika malam ini dia tidak siuman, kita harus membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.” Shane memberikan jawaban.“Mengapa
“Hidungnya mirip kamu.” Shane berucap seraya menyentuh hidung bayi itu dengan penuh kelembutan. Mereka tengah berjemur di teras. hari ini seharusnya hasil tes DNA sudah keluar. Keluarga Brown sudah berusaha dengan sangat keras untuk memberikan kepercayaan diri kepada Grace. Setiap waktu mereka menyebutkan hal-hal manis tentang bayi itu yang mirip dengan Grace. Hal itu benar-benar berhasil membuat Grace percaya dan mulai menyayangi bayi itu sedikit demi sedikit. Grace menatap wajah bayi itu dengan senyum yang terukir di bibirnya. Ia menatap tanpa berkedip sama sekali. Semakin ia tatap, semakin ia merasa bahwa bayi itu memang mirip dengannya. “Lihat, dia selalu menatapmu sejak tadi. Kata orang, bayi paling suka menatap ibunya.” Shane berucap dengan senyuman. Ia mengusap puncak kepala Grace dengan kelembutan. Grace semakin merasa senang mendengar hal itu. Senyum di bibirnya semakin lebar. “Kamu mau buah? Aku potongin ya.” Shane menawarkan. Grace memberikan anggukan tipis. Ia
“Grace, bukan seperti itu maksudku.” Shane berusaha menjelaskan. Namun, grace sudah tidak ingin mendengar penjelasan apa pun. Semakin lama ia membuang-buang waktu, semakin sedikit kesempatannya untuk menyelamatkan bayinya. Karena tidak ada yang percaya dengan ucapannya, maka ia akan mencari anaknya dengan usahanya sendiri. “Aku bisa mencari bayiku sendiri.” Grace turun dari ranjang. Langkahnya begitu pasti menuju pintu keluar. “Grace.” Lindsay menahan langkahnya. Jika Grace terus memaksakan diri, maka akan terjadi sesuatu yang fatal pada tubuhnya. Kondisinya masih sangat lemah sekarang. “Bayiku dalam bahaya.” Grace berucap dengan isakan. Ia berusaha melepas cengkeraman indsay di pergelangan tangannya. Lindsay menoleh menatap suaminya. Ia bingung harus melakukan apa. Tampaknya kondisi Grace benar-benar sangat serius. “Grace, kamu tenang dulu. Kita cari Kairos sama-sama.” Robin berusaha membujuk. Ia mengusap puncak kepala Grace dengan penuh kelembutan. “Benarkah?” Grace me