Tok tok tok.
Sandra mengetuk pintu ruang kerja di perusahaan tempat dia bekerja. Meski hari ini adalah hari pertamanya masuk ke perusahaan ini, Sandra sudah dipanggil oleh pimpinan dan menurut selentingan kabar yang dia dengar dari Ratna, Sandra akan diberi kepercayaan untuk menangani sebuah proyek besar.Setelah diizinkan untuk masuk ke dalam ruangan, Sandra segera melangkah masuk dan menemui pria muda yang kini sedang duduk di singgasana tertinggi di perusahaan Artha Graha.“Selamat siang, Pak Beni. Saya Sandra yang baru saja dipindahkan dari cabang Surabaya, Pak,” lapor Sandra penuh hormat pada pimpinannya itu.“Selamat siang Bu Sandra. Wah akhirnya kita ketemu juga ya. Saya udah banyak dengar prestasi ibu di cabang Surabaya dan saya berharap Ibu akan bisa terus meningkatkan kualitas kerja Bu Sandra di sini. Silakan duduk Bu, ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Bu Sandra,” sambut Benny pada salah satu karyawan teladannya itu.Sandra segera duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Beni. Sebelum memulai pembicaraan tentang pekerjaan, Beni sedikit bertanya-tanya pada tentang kinerjanya selama di Surabaya dan juga pengalaman Sandra selama dia menempuh pendidikan di Malaysia kemarin. Sandra pun sangat antusias untuk menceritakan semuanya, bahkan tidak lupa juga dia mengucapkan banyak terima kasih kepada perusahaan yang sudah percaya kepadanya selama ini.“Saya milih orang yang tepat berarti. Klien baru kita ini juga sudah setuju kalau Bu Sandra yang akan mendesain mall yang akan dia dirikan. Bu Sandra langsung siap bekerja kan?” Beni ingin memastikan kesiapan Sandra.“Saya siap, Pak,” jawab Sandra penuh keyakinan.“Ok, ini adalah berkas proposal yang sudah dikirimkan ke perusahaan kita. Silakan dipelajari dulu,” lanjut Beni sambil memberikan sebuah map berkas kepada Sandra.Sandra menerima berkas itu dengan senyuman. Dia kemudian membuka map tersebut dan terkejut ketika melihat logo serta nama perusahaan yang tertera dalam berkas tersebut.Sangat jelas terbaca oleh Sandra kalau perusahaan yang akan dia tangani adalah Pacific Jaya di mana pimpinannya sudah pasti adalah Devan, mantan suaminya. Sandra sedikit mengangkat pandangan matanya ke arah Beni penuh keraguan.“Kenapa Bu Sandra? Apa ada yang salah,” tanya Beni yang melihat perubahan mimik wajah Sandra.“Oh nggak kok pak, tapi ini saya beneran disuruh untuk mengerjakan proyek dari Pacific Jaya?” tanya Sandra dengan ragu-ragu.“Iya, apa ada masalah, Bu?” selidik Beni.“Oh maksud saya begini Pak, ini kan perusahaan besar ... apa nggak sebaiknya dilimpahkan ke yang sudah lebih senior saja dari saya. Jujur saya takut salah, kalau misalnya saya langsung dapat kepercayaan untuk menangani proyek ini. Maaf Pak, saya kan masih orang baru,” jawab Sandra berusaha untuk menolak proyek itu secara halus.“Tadinya saya juga berpikir seperti itu Bu, tapi ternyata Pak Devan sendiri yang ingin Bu Sandra menangani proyek ini. Beliau memasukkan proyek ini ke perusahaan kita, karena Bu Sandra lho,” ucap Beni penuh rasa bangga.“Hah, dia langsung milih saya?” tanya Sandra kaget.‘Apa Mas Devan tau kalo aku di sini?’ tanya Sandra bermonolog sendiri dalam hati.“Iya ... beliau memilih Ibu karena beliau suka dengan desain bangunan yang Bu Sandra kerjakan sebelumnya. Emang kenapa Bu, apa ada yang salah?”“Karena desain ternyata,” gumam Sandra pelan.“Enggak kok Pak, gak ada masalah,” lanjut Sandra.“Bearti Bu Sandra setuju ya ambil proyek ini? Saya menaruh harapan besar ke Bu Sandra.”Lidah Sandra menjadi keluh sampai dia tidak mampu mengeluarkan kata apa pun. Dia hanya bisa menatap Beni dengan pandangan kosong, karena saat ini pikirannya mendadak kacau.“Baik Bu, saya tunggu desainnya akhir minggu ini ya. Minggu depan kita akan lakukan pertemuan pertama,” pinta Beni.“Iya, Pak,” jawab Sandra lemas.Sandra keluar dari ruang kerja Beni sambil membawa berkas milik perusahaan Devan. Semangat bekerja yang tadi dia miliki, kini serasa mendadak menghilang begitu saja.Dia seolah seperti kehilangan banyak tenaganya, mengingat dia sebentar lagi akan bertemu kembali dengan orang yang pernah menorehkan luka di hatinya. Yang ada di pikiran Sandra saat ini adalah bagaimana caranya dia akan menolak proyek ini tanpa menimbulkan kecurigaan sedikitpun dari Devan ataupun Beni.“Aku nggak mau lagi punya urusan sama Mas Devan. Aku nggak mau Mas Devan sampai tahu tentang Nathan. Dia anakku, hanya anakku!” gumam Sandra bermonolog sendiri di depan pintu lift.Setelah Sandra keluar dari ruang kerja Beni, wanita cantik itu meninggalkan seorang pria muda yang kini menjadi penasaran pada sosok Sandra. Beni memainkan jari-jarinya di atas keyboard laptopnya untuk mencari berkas tentang Sandra.“Single. Wanita secantik itu masih single, gak mungkin banget. Tapi bolehlah kalo kita kenalan dulu, iya kan, Bu Sandra? Ternyata dia jauh lebih cantik kalau dilihat langsung daripada fotonya. Bolehlah buat penyemangat bekerja,” gumam Beni sambil tersenyum sendiri melihat foto Sandra di dalam laptopnya.Ternyata bukan hanya Beni yang penasaran dengan sosok Sandra. Di tempat lain ada pria muda yang kini sedang duduk di ruang kerjanya sambil mengetuk-ngetukkan ujung penanya ke atas meja.Pria itu memandang jauh ke depan tanpa arah sambil terus mengingat tentang apa yang baru saja dia lihat tadi.“Sandra. Desainernya namanya Sandra, apa dia Sandra istriku?” gumam Devan menerka-nerka.“Tapi masa iya sih dia bisa kerja jadi desainer di perusahaan sebesar Artha Graha. Setahu aku dia cuma tamatan SMA dan selama kami masih nikah dulu, kayaknya dia nggak pernah nunjukin ke aku kalau dia suka sama desain grafis. Apa ini orang yang beda ya?”“Tapi orang yang tadi aku lihat di depan lift, itu beneran kayak Sandra. Aku harus cari tahu, itu Sandra atau bukan,” gumam Devan yang sedikit bingung sambil meraih gagang pesawat telepon yang ada di atas mejanya.“Raka, Kapan pertemuan kita sama timnya Pak Beni?” tanya Devan.“Belum ada informasi, Bos. Kita baru ketemu beliau pagi tadi,” jawab Raka di sambungan telepon.“Bilang sama Pak Beni, saya cuma ada waktu hari Senin. Tekan dia kalo perlu,” perintah Devan.“Tapi itu bearti hanya ada 4 hari untuk mempersiapkan desain, Bos. Apa itu bisa?”“Saya gak perlu desain, cari alasan lain pokoknya saya harus ketemu mereka hari senin!” Suara Devan makin tegas.“Baik, Bos. Akan segera saya sampaikan.”“Sandra, aku harus mengkonfirmasi apa itu benar dia,” ucap Devan setelah dia memutus sambungan teleponnya dengan Raka.Ceklek.Terdengar suara pintu ruang kerja Devan di buka. Pria muda yang sedang larut dalam pikirannya itu segera melihat ke arah pintu untuk mencari tahu siapa yang datang ke ruang kerjanya.“Maaf Pak, di luar ada ....”“Devan, kita harus bicara!” sela seorang wanita yang memotong ucapan sekretaris Devan.Devan melihat ke arah wanita itu, “Gak ada yang perlu kita omongin,” jawab Devan pelan sambil kembali melihat ke arah laptopnya.“Devan, aku hamil!” pekik Irene.“Brengsek!” Lisa datang ke restoran tempat dia membuat janji dengan Irene. Dia tadinya memang akan bertemu dengan Irene dan beberapa teman mereka lainnya untuk sekedar makan bersama.Tapi mood Lisa rusak, saat dia bertemu dengan Devan dan Sandra tadi. Dia kembali merasa takut, karena sempat menculik Nathan atas perintah Irene tempo hari.“Kamu ini kenapa sih?! Dateng-dateng malah ngamuk. Ada apaan?” tanya salah satu teman Irene lainnya.“Iya, kamu kenapa sih, Lis? Ada masalah apaan?” Irene ikut penasaran.“Kalian tau gak, aku barusan ketemu sama siapa?” ucap Lisa memulai cerita.“Ketemu ama siapa emang?”“Devan. Aku ketemu Devan dan Sandra!” “Hah?! Seriusan? Trus gimana?” Irene ingin tahu kelanjutan cerita Lisa.“Sumpah, aku kaget banget. Ternyata anaknya ngenelin aku. Brengsek! Aku gak aman kalo sampe Nathan beneran ngenalin aku dan Devan nemuin bukti kalo aku beneran yang bawa anak mereka. Aku harus gimana, Ren?” Lisa khawatir akan keselamatannya.Irene terdiam mendengar cer
“Nathan, Nathan kenapa?” tanya Siska yang melihat cucunya menarik-narik tangannya.“Gak mau. Gak mau ke situ.” Nathan menarik tangan eyangnya kuat-kuat.“Ada apa, Bu?” tanya Sandra sambil menoleh ke belakang.“Gak mau. Gak mau ke sana,” ucap Nathan sambil mulai menarik kuat tangan eyangnya dan mulai mundur.“Sayang, ada apa?” Sandra mendekati putranya.“Nathan, sama Papa aja yuk.” Devan segera mengambil alih tangan Nathan dan menggandeng bocah kecilnya itu.Devan mengajak Nathan untuk duduk sebentar di sebuah bangku yang ada di dekat mereka. Dia ingin mengajak putranya itu berbincang untuk mengetahui kenapa putranya tiba-tiba merajuk.Devan menyuruh anggota keluarganya yang lain, pergi lebih dulu menuju ke toko yang akan mereka tuju tadi. Sandra pun segera mengondisikan para anggota keluarganya, agar mereka tidak khawatir tentang Nathan.“Nathan kenapa tadi? Nathan liat sesuatu?” tanya Devan penuh kelembutan.Nathan mengangguk, “Nathan liat Tante Maya. Nathan gak mau ke sana.” N
“Pak, video cctv-nya berhasil diperbaiki.” Raka datang sambil membawa iPad di tangannya.“Mana videonya,” pinta Devan yang ingin melihat sosok wanita yang sudah menculik anaknya kemarin.Raka langsung memberikan iPad yang ada di tangannya itu pada atasannya. Dia ingin atasannya itu juga melihat apa yang sudah ditemukan oleh Bayu setelah memperbaiki kualitas gambar dari CCTV Mall tersebut.Sandra yang juga ingin melihat video rekaman penculikan putranya, segera menggeser posisi duduknya mendekati sang suami. Dia ingin mencari sosok wanita yang berani mengaku sebagai Maya dan membuat seluruh keluarganya panik keseharian.“Mas, kok masih belum terlalu kelihatan ya,” ucap Sandra ketika dia melihat video yang kini sedang diputar suaminya itu.“Iya. Kualitas videonya emang udah bagus. tapi aku juga nggak gitu kenal sama orang itu. Kayaknya dia emang sengaja ngelakuin ini karena penyamarannya benar-benar full. Lihat aja itu mulai dari topi, masker, sampai rambutnya pun kayaknya juga palsu.
Kepala Devan rasanya mau pecah memikirkan siapa orang yang telah membawa putranya kemarin secara diam-diam. Setelah Nathan mengkonfirmasi kalau bukan Maya, asisten istrinya yang membawa dia kemarin, kini Devan semakin bingung dengan sosok wanita yang berani mencari masalah dengan dirinya itu.Devan masih duduk di sofa yang ada di teras belakang rumahnya sambil melihat ke arah putranya yang kini tengah berenang ditemani oleh Wati. Pria kecilnya itu sama sekali tidak menunjukkan gelagat yang aneh, meskipun ada Maya di sekitar sana bersama dengan istrinya.“Tampaknya emang bukan Maya pelakunya, Pak,” ucap Raka yang ikut memberi penilaian pada peristiwa ini.“Iya, kayaknya emang bukan Maya. Terus Maya yang mana ya? Kayaknya aku nggak pernah kenal lagi ada nama Maya lain yang dikenal sama Nathan. Siapa sebenarnya orang ini? Berani bener dia main-main sama aku,” gerutu Devan sambil mencoba memikirkan berbagai kemungkinan tentang orang yang dia curigai.“Apa mungkin orang itu Bu Irene, Pak
Sandra menatap ke arah suaminya. Dia seolah sedang meminta pertimbangan dari suaminya tentang apa yang harus dia lakukan saat ini.Devan meminta Sandra untuk menyiapkan pertemuan antara Maya dengan putra mereka. Sandra pun akhirnya menyuruh Maya untuk tetap menunggu di ruang kerjanya sementara dia akan menemui Nathan di rumah utama bersama dengan suaminya.“Mas, nanti kalau Nathan trauma gimana?” tanya Sandra sambil berjalan keluar dari ruang kerjanya bersama sang suami.“Semoga aja nggak. Ya udah yuk, kita coba dulu biar masalah ini cepat selesai,” jawab Devan penuh harap agar putranya bisa memberikan petunjuk.“Ya udah deh, kalau gitu aku kasih pengertian dulu ke Nathan ya. Nanti kalau aku rasa dia udah siap, Mas Devan suruh Raka bawa Maya ke sini ya.”“Oke, sayang. Kita santai aja dulu ya. Kamu juga jangan terlalu panik, ntar takutnya nyalur ke Nathan,” pesan Devan pada sang istri.“Iya, Mas.”Sandra segera berjalan menuju ke putranya yang saat ini tengah bermain bersama dengan
“Maya, saya mau bicara sama kamu,” ucap Devan yang baru saja masuk bersama dengan Raka.Maya melihat ke arah Sandra lalu ke arah Devan lagi, “Ada apa ya, Pak?” “Mas,” panggil Sandra sambil melihat ke arah suaminya.Devan tidak menjawab panggilan istrinya dan hanya memilih untuk mengangguk saja pada istrinya itu. Dia kemudian menyuruh sang istri untuk berpindah tempat duduk karena dia ingin duduk berhadapan dengan Maya.Devan ingin melihat ekspresi Maya ketika nanti dia mengintrogasi wanita itu. Devan yang kini sudah didampingi oleh Sandra dan Raka, siap untuk mencari tahu kebenaran tentang kejadian kemarin.Maya menoleh ke arah Sandra. Suasana di ruang kerja Sandra kali ini tampak sangat berbeda, karena wajah ketiga orang yang sedang bersamanya kali ini tampak sangat serius. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan oleh suami dari atasannya tersebut.“Maaf, ada apa ini ya, Bu?” tanya Maya yang kini sedang bingung.“Maya, saya mau tanya ke kamu. Tapi saya minta ka