"Sedang apa kau?!" Suara parau nan menyeramkan berhasil membuat Azura tertegun.Glek!"A-.""Kita sudahi saja latihan hari ini. Saya ada acara lain sebentar lagi." Kata La Gramarye sambil pergi meninggalkan Azura."Ta-tapi guru?!" Azura berusaha mencegah langkah La Gramarye."Saya ada acara lain. Kau latihan saja sendiri!" Sahut La Gramarye sambil terus berjalan sampai menghilang dari pandangan Azura."Apa yang salah dariku?" Gumam Azura mematung."Azuraaaa!" Panggilan ceria berhasil membuyarkan lamunannya. Dia pun mengadahkan kepala, dan terlihat dua pasang sayap putih yang terbang menghampirinya."Camari dan burung gendut!" Sapa Azura sambil tersenyum lebar."Oi, mengapa aku malah dipanggil burung gendut!" Camaro bergerutu sambil berloncat-loncat penuh emosi."Hi hi hi." Camari hanya tertawa kecil sambil menutupi paruh dengan sayap putihnya."Kalian apa kabar?" tanya Azura dengan penuh antusias."Kami baik, iya kan Camaro?" sahut Camari."Ya ya, tentu saja," ucap Camaro."Ah syukurla
"Aku senang dengan perkembanganmu, tetapi jangan merasa puas dulu," ucap Camaro."Ya ya, aku tahu," sahut Azura."Yeay! Gimana kalau sekarang kita makan-makan saja?" ajak Camari."Tidak!" tolak Camaro dengan sangat tegas.Azura dan Camari lantas menekuk wajah."Ada hal lain yang perlu kau tahu dari sihir penguat stamina, Azura," ujar Camaro."Hah, apa itu? Apa tidak bisa nanti saja?" tanya Azura.Camaro menggelengkan kepalanya dengan cepat."Sihir penguat stamina, memiliki konsep memperkuat salah satu organ, bukan?" tanya balik Camaro dengan wajah yang serius."Ya.""Kau bisa mengembangkan sihir itu menjadi sihir pemindah organ," ucap Camaro."Sihir pemindah organ?!"Camaro menganggukkan kepalanya dengan seksama."Bagaimana ceritanya? Apakah kaki dan tanganku bisa berpindah?" Tanya Azura sambil membulatkan matanya dengan sempurna.Plak!Sekian kalinya Camaro tanpa ragu menendang kepala Azura."Bukan itu maksudku!" Teriak Camaro sambil berloncat-loncat penuh emosi."Aduh, lalu apa?" Azu
Hari ini cahaya berkilau memantulkan gambar langit di permukaan danau. Azura menghalangi pandangan dengan lengannya ketika melihat langit."Kalau dunia ini berisi sihir apa matahari itu juga sihir?" ujarnya terduduk di atas rumput menghadap danau.Wush!Angin berhembus menerpa wajah Azura, sebisa mungkin ia berusaha memegang rambutnya agar tidak acak-acakan.Azura memicingkan mata ketika serasa pandangannya menggelap. "Apa yang kau lakukan di sini?"Sebuah suara memaksanya membuka mata, sejenak ia terkejut dan merasa familiar dengan nada orang itu."Seharusnya aku yang bertanya apa yang kau lakukan?" Azura bisa melihat wajah Elenio sangat dekat di depannya. Namun, ia tidak bereaksi sama sekali."He he he, bukankah belajar sihir menyenangkan? Hei cepat buat penghalang!" Elenio mundur satu langkah sambil berseru kepada orang yang berpakaian penyihir di belakangnya. "Baik, Pengeran." Penyihir itu merapalkan mantra dan dengan cepat lapisan penghalang menyebar dari mereka sebagai pusatnya
"Apa?!" Mata Azura membulat sempurna."Ini adalah misi pertama yang dipercayakan kerajaan untukmu." Kata La Gramarye sambil menghisap lintingan tembakau."Ta-ta-tapi, Gu-.""Apakah kau ragu dan ingin menolak misi ini?" tanya La Gramarye."Bukan maksudku untuk menolak, tetapi mengapa harus aku? Aku hanya penyihir pemula dan bahkan baru satu sihir yang dapat aku pelajari darimu, Guru."La Gramarye terus menghidap lintingan tembakau yang ia pegang.'Ah, aku tahu. Tugasku ke dunia ini untuk menyerang para iblis. Akan tetapi, bukan sekarang juga,' keluh Azura di dalam hati."Desa Liziebeth adalah sebuah tempat yang dihuni manusia dan peri. Desa itu berada di sisi barat daya Tirakia. Penduduk di desa itu ramah dan sangat toleransi. Saya yakin, kau akan menikmati misi ini," jelas La Gramarye."Tapi bukan itu yang aku permasalahkan, Guru. Aku hanya penyihir pemula, lalu Pangeran Elzier memintaku untuk ikut menemaninya dalam misi ini. Apakah itu tidak terlalu bahaya? Aku khawatir, aku tidak bi
'Aku ke sini lagi,' kata Azura di dalam hati.Tiba-tiba kereta kuda yang ditumpangi Azura dan Elenio berhenti."Loh ada apa?" tanya Elenio."Kita telah sampai Pangeran." Jawab seorang pengawal kerajaan sambil mempersilahkan Elenio dan Azura untuk turun.Elenio menganggukkan kepalanya, lalu menuruni kereta kuda yang diikuti oleh Azura.Sejenak Azura memperhatikan sekelilingnya.'Istana ini sepi ya,' kata Azura di dalam hati."Maaf, Nona…." Ucap seorang pengawal kerajaan sambil membawa koper Azura."Oh iya, maaf. Biarkan aku sa-.""Tidak perlu!" seru Elenio.Azura menoleh dan menatap Elenio."Mengapa?" tanya Azura dengan polos."Kau, tolong bawakan koper itu saja! Azura itu tamu!" seru Elenio."Heh? Tidak, tidak. Biarkan aku yang ba-.""Azura, kau tenang saja," ucap Elenio."Tapi Elen…," lirih Azura."Ini perintah!" seru Elenio dengan tegas.Azura lantas terdiam, lalu menganggukkan kepalanya."Loh, kalian sudah sampai?" Tanya Pangeran Elzier yang tiba-tiba muncul dari balik pintu di sis
Azura menatap setiap orang yang memasuki ruang pertemuan. Sesekali kakinya bergetar gugup.‘Seperti pertemuan para pejabat saja.’ Kata Azura di dalam hati sambil tertunduk.“Haah.” Azura menghela napas panjang seraya merapikan jubahnya.“Hello.” Tiba-tiba ada seseorang yang menyapa Azura.Azura menoleh, melihat senyuman manis dari gadis berjubah hitam di sebelah kirinya.“Momoe, siapa namamu?” Tanya gadis itu sambil mengulurkan tangan perkenalan.“Azura, senang berkenalan denganmu.” Kata Azura sambil membalas uluran tangan gadis itu.“Azura?! Ka-kau perempuan yang banyak diomongin para penyihir di menara sihir itu ya? Wah, aku tidak menyangka dapat bertemu denganmu di sini,” ujar kaget Momoe.“He he he, diomongin?” Azura memastikan perkataan yang sebelumnya ia dengar.“Heh?” Momoe lantas membekap mulut.‘Di semua dunia sama saja, suka sekali membicarakan orang lain di belakang,’ kata Azura di dalam hati.Prak! Prak!Suara pantofel memecah kesunyian ruangan. Terlihat pria gagah berpaka
“Baik, saya rasa pertemuan ini dapat kita akhiri. Saya sangat berharap kerjasama dan loyalitas dari kalian semua. Selamat beristirahat.” Kata Elzier sambil berjalan pergi meninggalkan ruangan.“Zura, kau beruntung sekali!” ujar Momoe.Azura hanya terdiam sambil menatap Momoe dengan kosong.“Hei Zura, katakanlah sesuatu!” Seru Momoe sambil mengguncang tubuh Azura.“Moe, hentikan! Jangan mengguncang Azura seperti itu!” seru seorang pria berambut ikal.‘Apa? Bersandiwara menjadi sepasang suami istri?’ tanya Azura di dalam hati.“Hei Zura, bicaralah!” Momoe terus mengguncang tubuh Azura.“Momoe, jangan seperti ini,” ucap pria berambut ikal.“Woi Zuma, berisik! Kau tidak lihat kalau Azura terkena hipnotis Pangeran Elzier?!” Bentak Momoe sambil bertolak pinggang.“Mana ada hipnotis. Kau jangan asal bicara. Perkataanmu tadi bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik keluarga istana loh,” sahut Zuma.“Opps! Benarkah?” Tanya Momoe sambil menutup mulutnya sendiri.“Ini gila,” gumam Azura.“Hah?
Sejak pukul 6 pagi, beberapa orang yang tergolong dalam kelompok imigran mulai berjalan menuju Desa Liziebeth. Jauh sebelum para iblis menempati desa itu, kerajaan memang telah menetapkan Desa Lizibeth salah satu wilayah pemerataan penduduk.Peraturan kerjaan tersebut cukup menguntungkan dan dijadikan sebagai strategi pemantauan secara langsung aktivitas para iblis oleh Pangeran Mahkota.‘Aku gugup sekali!’ keluh Azura di dalam hati.Cahaya matahari pagi yang perlahan muncul dari cakrawala, menemani langkah Azura dan beberapa orang yang berperan sebagai imigran menuju Desa Liziebeth.‘Apakah iblis itu tidak curiga dengan kami? Ah memangnya iblisnya seperti apa?’ tanya Azura di dalam hati.“Apa kau sudah sarapan?” tanya Pangeran Elzier dengan spontan.Azura pun seketika dan menoleh ke arah Pangeran Mahkota.“Kau sudah sarapan?” Pangeran Elzier mengulang pertanyaannya.“Su-sudah!” Ucap Azura dengan gugup sambil menganggukkan kepalanya.“Oh, baiklah,” lirih Pangeran Elzier.Mata Azura be