Share

Bab 5. Membela Diri

Gara-gara kejadian tadi siang, Aidan tidak menyapa Jayden saat bertemu di bar. Jayden memilih menceritakan semuanya pada Arjoona, sahabat mereka. Arjoona sudah mengenal Aidan dari masa SMA, ia tahu benar apa yang terjadi.

"Ia dijebak oleh Malikha Swan untuk berjalan melewati sebuah lorong saat mau ke toko ice cream. Dia tidak pernah sampai ke toko itu malah diculik oleh Jason, kekasih Malikha dan dibawa ke sebuah pemakaman tua di dekat lorong tersebut," ujar Arjoona bercerita pada Jayden. Arjoona ikut menuangkan segelas Whiskey pada gelas Jayden. Jayden masih mendengar dengan seksama apa yang tengah diceritakan oleh Joona.

"Di sana dia dipukuli, diikat dan dibekap. Lalu dimasukkan ke dalam sebuah makam berbentuk ruangan." Jayden mengangguk lalu melirik pada Aidan yang tengah tertawa bersama Mars, James dan Shawn.

"Dia ditinggal di dalam makam itu sendirian, tanpa cahaya ataupun udara bebas. Aidan memiliki fobia pada kegelapan dan ruang sempit dulunya, dan karena itu dia hampir mati," sambung Arjoona sambil menghela napas lalu mengambil gelas Whiskey dan mulai meminum minumannya. Jayden masih diam mendengarkan tanpa bicara sepatah kata pun.

"Ketika aku menemukannya bersama Mars dan Caleb setelah dua hari, aku pikir dia sudah mati. Aku memompa jantungnya dan dia berhasil bernapas lagi. Aku benar-benar takut, perundungan itu hampir merengut nyawanya. Semua hanya karena iseng, kekonyolan anak sekolah yang membuat Aidan jadi kehilangan jati dirinya yang dulu," sambung Arjoona lagi.

"Sekarang aku mengerti, mengapa ia begitu menjaga penampilannya," sahut Jayden memberikan pendapatnya. Arjoona tersenyum dan menoleh pada Jayden lalu mengangguk setuju.

"Dia mungkin sudah sangat lelah diejek dan diolok dari kecil. Itu membuatnya selalu menerima hinaan untuk fisiknya yang menurut banyak orang bukan fisik yang ideal. Aku memakluminya ketika ia mengubah tubuhnya seperti sekarang, aku tahu dia lelah. Dia ingin dihargai." Jayden mengangguk lagi dan menepuk pundak Joona.

"Aku menyayanginya seperti adikku sendiri, Mars dan Bryan juga. Aku tidak ingin hatinya dipenuhi oleh perasaan dendam. Itu hanya akan merusaknya. Aku harap dia bisa memaafkan Malikha Swan." Arjoona menangguk sambil terus memandang Aidan yang masih sibuk bercanda.

"Gadis itu sepertinya, sudah menerima hukumannya," ujar Jayden ikut menatap Aidan yang masih tertawa lebar.

"Aku rasa semua orang akan mendapatkan karmanya. Aku harap ia tak meneruskan lagi dendamnya," lanjut Arjoona lagi. Arjoona menghela napas lebih panjang dan menuangkan lagi minuman di gelasnya.

"Aku akan minta maaf padanya, Joona. Tapi biarpun begitu, yang dilakukannya hari ini tetap salah. Itu tidak membedakan dia dengan mereka, dan bukan itu Aidan Caesar yang aku kenal," ujar Jayden sambil terus memandang teman-temannya. Arjoona tersenyum dan menepuk pundak Jayden sebelum mengadukan ujung gelas mereka bersama.

"Aku tahu ... aku selalu bisa mengandalkanmu untuk menjaga dia kan?" Jayden tersenyum sambil menyesap minumannya perlahan. Ia masih memandang Aidan yang bisa tertawa lepas dengan teman-teman dan para sahabat.

Aidan tahu jika teman-temannya mendelik padanya karena sikapnya pada mendiamkan Jayden, tapi ia sedang tak memiliki mood untuk memberi penjelasan. Setelah Bartender memberikan campuran minuman padanya sesuai pesanan, Aidan mulai minum. Ia hanya memandang kosong tanpa bicara dengan siapapun.

"Kamu bertengkar dengan Jayden?" tanya Mars yang kemudian duduk di sebelah Aidan. Aidan hanya menunduk dan tak mau menjawab.

"Huh ... Jayden itu perduli padamu. Kenapa kamu malah bertengkar dengannya?" tanya Mars lagi.

"Dia tidak mengerti Mars. Aku tidak bisa menjelaskannya," ujar Aidan sambil menghela napas berat.

"Soal apa?"

"Aku menemukan Malikha Swan." Alis Mars naik dan makin mendekat.

"Apa katamu!" Mars hingga memiringkan kepalanya ingin mendengar lebih jelas.

"Kamu mendengarku, aku menemukan Malikha Swan. Aku mengajak Jayden untuk melihat lokasi pembangunan hotel Pegasus yang selanjutnya dan dia marah karena aku menghina perempuan itu," ujar Aidan lagi menjelaskan dengan nada datar biasa.

Mars sampai mengangkat dagunya lalu kemudian mengangguk mengerti. Ia lalu menoleh sekilas ke belakang dan melihat Arjoona tengah berbicara serius berdua dengan Jayden.

"Aku pikir kamu bercanda sewaktu mengatakan kalau kamu sedang mencari Jason dan teman-temannya," sahut Mars menegakkan posisi duduknya dan kini saling menghadap Bar bersama Aidan.

"Aku tidak bercanda, Mars."

"Aku tahu yang mereka lakukan padamu adalah hal yang paling buruk. Aku tak akan melupakan saat kami bertiga mencarimu hampir dua hari. Aku pun semula tak bisa memaafkan semua itu." Mars berhenti bicara untuk mengambil napas sejenak. Aidan masih duduk di sampingnya mendengarkan sambil minum perlahan.

"Jika aku jadi kamu, aku rasa aku pun akan mencari dan membalas mereka semua," sambung Mars membuat Aidan menyengir kemenangan mendengar Mars yang sepakat dengannya.

"Tapi kejadian itu sudah hampir 12 tahun yang lalu. Itu sudah sangat lama terjadi. Apa membalas mereka akan mengubah masa lalumu? Kurasa tidak." Aidan kini membalikkan tubuhnya menghadap Mars. Mars pun melakukan hal yang sama.

"Mereka sudah menyebabkan luka yang begitu dalam padaku, Mars. Taukah kamu berapa lama aku bisa sembuh?" tanya Aidan dengan kening mengernyit. Mars mengangguk mengerti.

"Jika kamu membalas Jason aku tak masalah, tapi Malikha. Dia seorang wanita, Aidan. Sebaiknya berbelas kasihlah, jangan menyakiti perempuan," ujar Mars mencoba memberi nasehatnya.

"Kenapa memangnya?"

"Karmanya akan sangat buruk bagimu!" tunjuk Mars lalu berbalik lagi dan minum.

"Aidan, tak ada gunanya menyakiti wanita. Kamu hanya akan dihantui rasa bersalah dan itu takkan membuatmu tenang. Daripada membuat mereka membencimu lebih baik membuat mereka menyukaimu, mereka akan melakukan apapun untukmu," sambung Mars lagi santai sambil minum. Aidan tersenyum dan tak mau mengiyakan Mars

Tak cukup membuat Malikha kehilangan pekerjaan, kini Aidan mengancam kehidupan Malikha dengan membeli bangunan apartemen tempatnya tinggal. Malikha yang benar-benar kebingungan akhirnya terpaksa pergi dengan satu koper ditangannya mencari tempat tinggal lain.

Dengan wajah sedih, Malikha dan beberapa keluarga harus melihat bangunan apartemen tempat mereka tinggal diratakan oleh tanah. Aidan Caesar keluar dari mobil dengan angkuhnya dan menemui para keluarga yang menunggu kompensasi. Aidan memberi pada semua orang kecuali Malikha.

"Jadi kamu yang menghancurkan bangunan itu?" tanya Malikha setelah ia mengetahui jika Aidan adalah pembeli apartemen tersebut.

"Ya," jawab Aidan singkat masih memandang Malikha dari ujung rambut ke ujung kaki. Ia tampak sedikit lusuh dan pucat. Apa dia sudah makan? tanya Aidan dalam hatinya.

"Untuk apa?"

"Bersenang-senang ... lebih tepatnya untuk mengusirmu pergi," ucap Aidan menggeraskan rahangnya saat ia melihat Malikha. Gadis yang sangat ia benci.

"Apa salahku? Kenapa kamu terus berbuat seperti ini padaku!" tanya Malikha masih dengan nada lembut dengan mata berkaca-kaca.

"Banyak, wanita sepertimu seharusnya mati saja. Benalu, sampah, murahan ..." PLAK- Aidan ditampar dengan cepat oleh Malikha. Dia memandang Aidan tanpa rasa takut dan napas tersengal.

"Aku tidak mengenalmu, Tuan. Dan aku tidak merugikan hidupmu, kenapa kamu malah berbuat seperti ini padaku. Sekarang aku tidak punya tempat tinggal, kamu benar-benar jahat!" balas Malikha setengah menangis. Aidan yang ditampar seperti itu lalu berjalan mendekat dan berdiri mengintimidasi Malikha dengan wajah menyeramkan. Malikha sempat mundur dua langkah karena takut.

"Kamu membuat kesalahan besar dengan menamparku, Nona Malikha Swan. Tamparanmu, aku akan membuatmu membayar dengan darah. Ingat itu! Dan aku tidak perduli meski kamu mati di jalanan!" teriak Aidan di akhir kalimatnya. Ia langsung pergi dengan rasa marah berjalan cepat ke mobilnya. Aidan membanting pintu mobil dengan kasar sambil masih terengah menahan emosinya.

"Kurang ajar. Dia berani menamparku. Dia pikir dirinya siapa! Dasar perempuan sialan!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status