Share

RA 8. Tetap Sinis

Penulis: Ziya_Khan21
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 20:00:33

Rafael hanya menatap dokter itu dengan lemah, belum mampu merespons dengan kata-kata. Dokter kemudian menoleh ke Aurora yang berdiri di samping tempat tidur.

“Kalau bukan karena Nona Aurora yang segera melakukan pertolongan pertama dan menelepon ambulans tepat waktu, hasilnya mungkin akan sangat berbeda,” lanjut sang dokter. “Jujur saja, jika penanganan terlambat hanya beberapa menit … Anda mungkin tidak akan selamat.”

Rafael terdiam. Kata-kata sang dokter bergema di kepalanya. Pandangannya perlahan bergeser ke Aurora yang menunduk, seolah tak mengharapkan pujian atas tindakannya. Ada perasaan yang berbeda merayap pelan di dada Rafael campuran antara syukur, rasa bersalah, dan sesuatu yang lebih dalam yang belum bisa ia beri nama.

Aurora telah menyelamatkannya. Gadis yang selama ini ia perlakukan dingin dan keras justru menjadi alasan ia masih bisa bernapas hari ini.

***

Ruangan rumah sakit itu tenang, hanya terdengar suara lembut AC dan detik jarum jam di dinding. Aurora duduk di sofa kecil di sisi ruangan, sibuk mengupas buah dengan hati-hati. Tangannya bergerak pelan, tapi tatapannya kosong, seolah pikirannya melayang entah ke mana. Sudah tiga hari ia cuti kerja, diminta langsung oleh Rafael untuk merawatnya selama masa pemulihan di rumah sakit. Permintaan yang lebih terdengar seperti perintah. Meski lelah, Aurora menjalani semuanya tanpa keluhan.

Di tempat tidur, Rafael duduk bersandar dengan laptop di pangkuannya. Sejak pagi, ia sudah terlihat tenggelam dalam pekerjaannya. Jari-jarinya masih lincah mengetik, meski wajahnya kadang terlihat menahan nyeri. Tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi keinginan untuk kembali memegang kendali begitu besar.

Tiba-tiba suara batuk keras memecah keheningan ruangan. Aurora langsung menoleh, buru-buru meletakkan pisau dan buah yang sedang dikupas, lalu menghampiri Rafael dengan langkah cepat. Ia mengambil segelas air menyodorkannya, lalu menatap Rafael dengan sorot penuh kekhawatiran.

"Apa kau tidak bisa berhenti sebentar saja, Rafael. Tubuhmu belum kuat untuk dipaksa seperti ini," ucapnya dengan nada cemas yang dibalut sedikit teguran. "Kalau kau terus seperti ini, bisa kambuh lagi. Kau baru saja melewati masa kritis."

Namun, bukannya berterima kasih atau setidaknya mengangguk, Rafael hanya menoleh singkat, bibirnya melengkung sinis. Dengan nada tajam, ia menyindir, “Memangnya gara-gara siapa aku harus bekerja sekeras ini?”

Kalimat itu menghantam Aurora lebih keras dari yang ia duga. Namun kali ini, dia tidak memilih diam.

“Meski kau membenci ayahku, bukan berarti kau berhak melimpahkan semua kemarahanmu padaku, Rafael. Aku bukan dia, dan aku juga tak pernah meminta semua ini terjadi.” Napasnya berat sejenak sebelum ia menambahkan, “Lagipula, kau tidak harus memaksakan diri bekerja sekeras ini. Bukankah anak buahmu banyak? Kau bisa mendelegasikan pekerjaan, tapi kau memilih memikulnya sendiri. Kenapa?”

Rafael menutup laptopnya pelan. Tatapannya menusuk, tapi kali ini ada sedikit bayangan lelah yang tak bisa ia sembunyikan. “Karena aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama,” ucapnya dingin dan tegas. “Aku percaya pada orang yang salah, dan lihat apa yang terjadi. Aku hampir kehilangan segalanya.”

Ucapan itu seketika menyentil Aurora. Ia sadar Rafael bukan hanya sedang membela dirinya, tapi juga sedang melindungi sesuatu yang lebih besar dari sekadar harga diri rasa takut akan pengkhianatan. Namun tetap saja, ia tak bisa menerima semua kemarahan itu diarahkan padanya.

Dengan pelan, Aurora meletakkan gelas kosong yang sedari tadi digenggamnya ke atas meja. Ia menarik napas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. Baru saja ia hendak kembali duduk, suara Rafael terdengar lagi, kali ini dengan nada yang sedikit berbeda.

“Aku ingin pergi jalan-jalan,” ujarnya tiba-tiba, matanya menatap ke luar jendela. “Sepertinya udara sore ini cukup bagus.”

Aurora hanya menatapnya tajam, seolah tak percaya dengan permintaan mendadak itu. Tapi ia tahu, membantah hanya akan membuat situasi semakin buruk. Tanpa berkata apa-apa, ia bangkit dari duduknya dan melangkah ke sudut ruangan, mengambil kursi roda yang terlipat rapi di dekat lemari. Ia membuka dan menguncinya, lalu menghampiri Rafael.

“Silakan duduk,” ucapnya datar, tapi tangannya tetap sigap membantu Rafael berpindah dari ranjang ke kursi roda. Meski hatinya kesal, tanggung jawab tetap menjadi prioritasnya.

“Doronglah!” perintah Rafael membuat Aurora menatapnya tajam.

“Kau bisa menggerakkannya sendiri dengan tombol yang ada di tanganmu, kenapa aku harus mendorongnya?” protes Aurora.

“Aku malas,” jawab Rafael ringan. Aurora mendelik tak percaya jika Rafael benar-benar akan terus mempermainkannya.

 “Baiklah,” jawab Aurora dengan setengah hati mendorong kursi roda Rafael keluar rumah sakit.

Saat mereka tiba di taman, dan jalanan yang menurun. Tiba-tiba Aurora mempunyai ide jahil. Dengan sekuat tenaga dia pun mendorong kursi roda itu dan membuat Rafael teriak ketakutan.

Bersambung ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (10)
goodnovel comment avatar
bian cilla
udah dtolongin masih aja sinis tau gitu biarin aja Rara biar kamu bebas dr Rafael haha
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
wah wah Aurora jahil banget sih,itu Rafael kan lgi sakit jantung Aurora klu sampe kumat lgi ntar qm di salahin loh aurora
goodnovel comment avatar
Endah Spy
haishhh masih aja kamu sinis ke orang el , syukurin deh dikerjain sama rora haha
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 204. Welcome to the World Azriel

    Aurora menangis lega, tubuhnya lemas tapi senyumnya merekah. “Itu… anak kita,” suaranya bergetar. Suster dengan sigap membersihkan dan membungkus bayi itu dengan selimut hangat sebelum menyerahkannya pada Rafael. Tangan Rafael gemetar saat menerima putra kecilnya untuk pertama kali. “Halo, anakku…” ucapnya pelan, air mata bahagia membasahi wajahnya. Ia mendekat ke Aurora, menunjukkan bayi mereka. “Lihat, sayang… dia sempurna. Kau luar biasa,” Rafael mengecup kening istrinya, suaranya penuh rasa syukur. Aurora menatap bayi mungil itu dengan mata berbinar, lalu menyentuh pipi anaknya yang lembut. “Aku… aku tidak percaya dia benar-benar ada,” katanya sambil tersenyum lemah. Rafael duduk di sampingnya, merangkul Aurora dan bayi mereka sekaligus. Suara tangisan kecil si bayi memenuhi ruangan, namun bagi mereka, itu adalah melodi terindah yang pernah mereka dengar. *** Langit sore tampak cerah ketika mobil Rafael perlahan memasuki halaman rumah mereka. Aurora duduk di kursi b

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 203. Hari Kelahirannya

    Di luar, langit malam bertabur bintang, suara deburan ombak mulai terdengar samar. Rafael memeluk Aurora dengan erat menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya. “Aku mencintaimu, Aurora. Mulai malam ini, dan untuk selamanya.” Aurora menatapnya dengan senyum tulus, matanya berkilau. “Aku juga mencintaimu, Rafael.” Perlahan mata mereka mulai terpejam di sisa-sisa kenikmatan. Kelelahan dan kebahagiaan malam pengantin itu menambah cinta yang akan terus tumbuh. *** Satu bulan kemudian, di rumah mewah mereka Aurora tengah duduk di tepi ranjang dengan napas berdebar. Di tangannya, sebuah test pack menunjukkan dua garis merah yang jelas. Aurora terdiam beberapa detik, memastikan matanya tidak salah melihat. Saat kesadaran penuh menghampirinya, matanya membesar dan bibirnya terbuka lebar. “Ya Tuhan,” ucapnya lirih, lalu jeritan kecil penuh kebahagiaan meluncur dari bibirnya. “Rafael!” panggilnya dengan suara bergetar. Rafael, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan hand

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 202. Malam Pertama

    Mobil pengantin perlahan berhenti di depan sebuah vila mewah yang berdiri di tepi pantai. Lampu-lampu taman memancarkan cahaya lembut, memantulkan siluet pohon kelapa yang bergoyang diterpa angin malam. Suara ombak yang berdebur di kejauhan memberi suasana tenang dan intim, seolah menyambut pasangan pengantin baru itu. Rafael turun lebih dulu, mengenakan tuxedo putihnya yang kini tampak lebih santai dengan dasi kupu-kupu yang dilepaskannya. Ia segera membuka pintu untuk Aurora, yang turun dengan gaun pengantin panjang berkilauan, ujungnya tersapu angin malam. Rafael tersenyum, memandang istrinya dengan penuh cinta. “Selamat datang di tempat kita malam ini,” ucapnya sambil menggenggam tangan Aurora erat. Aurora tersenyum kecil, matanya berbinar sekaligus terasa lelah setelah seharian menjalani prosesi pernikahan. Mereka berjalan beriringan menuju pintu vila. Saat Rafael membukanya, aroma bunga segar dan wangi lilin aromaterapi langsung menyambut. Ruangan itu dihias dengan sentuhan

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 201. Meninggalkan pesta

    Di tengah sorakan dan tepuk tangan, mereka berdua berjalan menuruni altar dengan tangan yang saling menggenggam erat. Senyum merekah di wajah keduanya. Menjadi tanda kebahagiaan yang akan selalu hadir dalam pernikahan mereka. *** Ballroom hotel mewah itu dipenuhi cahaya keemasan dari lampu kristal yang berkilauan, menciptakan suasana yang elegan sekaligus hangat. Meja-meja bundar berlapis taplak putih berhiaskan vas bunga mawar dan lilin beraroma lembut, sementara musik klasik mengalun pelan, menemani para tamu menikmati pesta resepsi yang baru saja dimulai setelah akad nikah yang mengharukan. Aurora menatap sekeliling, matanya berkaca-kaca melihat begitu banyak orang yang datang merayakan kebahagiaan mereka. “Aku masih tidak percaya semua ini nyata,” bisiknya pada Rafael. Rafael tersenyum lembut, menepuk tangan istrinya. “Ini nyata, Aurora. Kamu istriku sekarang, dan mulai hari ini, kita akan memulai hidup baru.” Mereka berjalan beriringan menyapa para tamu. Marissa, yang k

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 200. Sakralnya Pernikahan

    Tamu-tamu undangan mulai berdiri, menoleh ke arah pintu besar ballroom yang tertutup rapat. Detik-detik penuh harap terasa begitu panjang. Lalu, perlahan pintu besar itu terbuka, memperlihatkan sosok Aurora. Aurora berdiri di depan pintu, anggun bagaikan seorang putri dari negeri dongeng. Gaunnya panjang berkilauan, terbuat dari satin putih dengan detail payet yang memantulkan cahaya. Roknya menjuntai anggun, dengan ekor gaun yang mengikuti setiap langkahnya. Rambutnya diatur rapi dengan gelombang lembut, dihiasi mahkota kecil yang berkilau di bawah cahaya lampu. Di tangannya, ia menggenggam buket bunga mawar putih bercampur lily sederhana namun elegan. Senyumnya lembut, namun matanya berkilat penuh emosi, mencerminkan kebahagiaan yang ia rasakan. Sorakan kagum terdengar dari para tamu. Marissa yang datang bersama dengan Reynaldo menitikkan air mata melihat betapa anggun dan bahagianya Aurora malam itu. Aurora menarik napas panjang, menenangkan degup jantungnya yang berdebar cepat.

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 199. Pesta Pernikahan

    Panggilan keberangkatan untuk penerbangan mereka terdengar dari pengeras suara, membuat suasana semakin nyata. Marissa menggandeng Rey, yang melambaikan tangan kecilnya sambil tersenyum tipis. “Dadah, Kakak Aurora… Om Rafael.” Aurora melambaikan tangan dengan mata sembab, Rafael berdiri di sampingnya dengan ekspresi serius namun matanya menyiratkan emosi yang sama. Mereka berdua melihat Marissa dan Rey berjalan menjauh, melewati pemeriksaan, hingga akhirnya menghilang di balik pintu keberangkatan. Aurora menghela napas panjang, merasakan kehampaan saat sosok kecil Rey tak lagi terlihat. Rafael meraih tangannya, menggenggamnya erat. “Mereka akan baik-baik saja,” ucap Rafael tenang. Aurora menoleh padanya, matanya masih berkaca. “Aku tahu… Tapi rasanya sulit melepas mereka begitu saja.” Rafael menarik Aurora ke dalam pelukannya. “Kita sudah melakukan yang terbaik. Sekarang, saatnya mereka mendapatkan ketenangan.” Aurora menutup mata, membiarkan dirinya larut dalam pelukan Rafae

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status