"Miss Beans, kenapa Anda mengasari Audrey? Ini perintah langsung dari CEO yang menghendaki dia menjadi asisten pribadi!" tegur Mr. Ian Downhill menghalangi Fimela Beans agar tidak menyerang bawahannya lagi.
Mata wanita bermake-up menor itu melotot tak terima. Dia berteriak kalap, "Itu karena wanita murahan bermuka lugu bernama Audrey Newman ini menggoda Jonas terang-terangan tadi. Bitch!" Fimela menatap tajam penuh permusuhan ke arah Audrey yang dibantu bangkit dari lantai oleh Rita.
"Hmm ... itu bukan urusan Anda. Lebih baik jangan mencampur adukkan hal pribadi dengan pekerjaan di kantor, Miss Beans. Tolong bersikaplah profesional, mulai besok pagi Audrey sudah pindah ke ruangan CEO di lantai dua puluh. Permisi!" Kepala HRD itu membawa map dokumen yang telah ditanda tangani oleh Audrey seraya bergegas menuju ke lift untuk kembali ke kantornya di lantai 15.
Fimela menghampiri Audrey lalu mendesis kesal sambil bersedekap dan berkata, "Apa yang kau tawarkan ke Jonas, hahh?! Tubuhmu ya?"
"Ini tidak seperti yang Anda pikirkan. Namun, sepertinya saya membela diri pun percuma. Permisi, saya banyak pekerjaan!" jawab Audrey dengan harga diri yang dia pegang erat-erat lalu berikhtiar kembali ke kubikel meja kerjanya.
Tangan Fimela mendorong punggung Audrey hingga perempuan itu terjerembap dan keningnya membentur tepi meja yang tajam. "Ouch!" seru Audrey memegangi keningnya yang terluka berdarah segar.
"Hentikan, Miss Beans. Anda keterlaluan kepada Audrey!" sergah Rita sebelum rekannya menjadi bulan-bulanan manager pemasaran tersebut. "Apa kau baik-baik saja, Audrey?" tanya wanita berambut sedagu warna hitam itu sambil membantu rekannya berdiri sekali lagi.
"Hey, tak perlu sok menjadi pahlawan kesiangan, atau kau ingin mendapat tugas extra juga, Rita?!" ancam Fimela seraya memeriksa manikur kuku runcingnya yang bercat merah darah.
"TING." Pintu lift lantai 11 terbuka dan dua orang pria bersetelan jas necis keluar dari dalamnya.
"Ada ribut-ribut apa di sini? Bukankah jam istirahat siang sudah sejak tadi selesai?" tanya Jonas Benneton, presdir di perusahaan mereka. Pria itu mengamati Audrey yang keningnya memar dan berdarah lalu mendekat untuk memeriksa wanita tersebut.
Fimela tak ingin merusak imagenya di mata bos besar tempat kerjanya, dia pun berkilah, "Mister Benneton, ini hanya keributan kecil saja—"
"Jujur saja, kenapa kening Miss Audrey Newman bisa terluka begini? Apa kau yang mengasarinya tadi, hmm, Miss Beans?" Jonas merangkul bahu Audrey dengan protektif lalu berseru dengan tatapan tajam, "JAWAB!"
"S—saya tidak ... tidak melakukannya, Sir!" kelit Fimela dengan ketakutan.
Namun, Rita Bright dengan berani berkata, "Pembohong! Dia yang tadi mendorong Audrey ke lantai dan kemudian sekali lagi hingga terantuk pinggiran meja tulis, Sir. Jangan percaya kepadanya!"
Jonas mengetatkan rahangnya, dia tak suka wanita yang sedang menyita perhatiannya malah dibuat terluka begini. Dia pun bertitah tegas, "Kau kucopot dari jabatan sebagai Kepala Manager Departemen Pemasaran, Miss Beans. Besok akan kucari pengganti yang cocok untuk posisi itu. Mulai besok pagi, jabatanmu hanyalah staf biasa di perusahaan Grup Benneton atau kalau kau menolak keputusanku, enyahlah dan cari perusahaan lain yang mau menerimamu dengan attitude buruk seperti itu!"
Tanpa menunggu jawaban dari Fimela Beans, presdir perusahaan terkemuka tersebut merangkul Audrey menuju ke lift. Sekretarisnya, Trevor membawakan tas milik Audrey karena tahu barang pribadi wanita itu ada di dalamnya.
Ketika lift turun ke lantai lobi, Jonas berkata, "Kita ke rumah sakit sekarang. Aku turut prihatin dan kuatir dengan luka terbuka di keningmu itu. Semoga tak perlu dijahit!"
"Terima kasih, Sir. Anda sangat baik, tetapi apa dengan menurunkan jabatan Miss Beans, itu tidak akan mengganggu kinerja perusahaan?" jawab Audrey sembari menahan perih dan pening di kepalanya.
"No. Aku punya ratusan karyawan di kantor ini, semua lulusan sarjana. Memilih satu orang yang cakap, itu hal yang mudah untuk Mister Ian Downhill. Sudah, jangan berpikir yang berat, Audrey Darling. Kita fokus mengobati lukamu saja, okay?" Jonas berbicara dengan nada manis seolah-olah sangat kuatir kepada wanita karyawatinya tersebut.
"TING." Lift itu sampai di lantai lobi dan berpuluh pasang mata menatap Audrey dengan penuh rasa penasaran karena dirangkul oleh presdir mereka.
Namun, Jonas sama sekali tak peduli. Dia melenggang begitu saja melintasi ruang luas itu menuju pintu keluar gedung di mana sopirnya telah menunggu dengan mobil Porsche biru metalik miliknya.
"Donald, antarkan kami ke Parkland Memorial Hospital!" perintah Jonas dengan jelas saat mereka semua sudah duduk di dalam mobil.
Trevor duduk di samping sopir dan tidak banyak bicara sekalipun perhatian bosnya terhadap karyawati cantik berambut pirang kecoklatan itu agak berlebihan seharian ini. Dia menebak-nebak dalam pikirannya, apakah mungkin Jonas ingin mendekati Audrey untuk dijadikan sebagai wanita simpanannya?
"Di mana tempat tinggalmu, Audrey? Kamu tinggal bersama siapa atau sendiri saja?" tanya Jonas dengan nada tertarik yang kentara.
Mereka berdua duduk terlalu dekat dan menempel hingga Audrey merasa gelisah. Rasanya tak sopan bila dia beringsut menjauh setelah semua tindakan heroik yang dilakukan bosnya untuk dirinya.
"Di Westgate Sunflower Garden Apartement, Sir. Saya tinggal sendiri," jawab Audrey jujur. Dia memang telah menjual condominium miliknya dan Dicky untuk biaya perawatan suaminya selama koma setahun di rumah sakit pasca operasi bedah otak.
"Ohh ... baguslah, itu lingkungan sederhana dan aman untuk wanita single," komentar Jonas ringan sekalipun dia senang mendengar Audrey tinggal sendiri di apartement.
Mobil berharga fantastis itu akhirnya sampai di rumah sakit dan Jonas membantu Audrey turun. Dia begitu perhatian seperti kepada pacarnya saja. Semua administrasi diurus oleh Trevor atas perintah bosnya.
Dokter IGD yang merawat Audrey melakukan tindakan medis non-operative di kening wanita itu hingga lukanya tertutup dengan baik. Kemudian Dokter Paul Webber menyerahkan resep obat rawat jalan kepada Audrey, "Ada obat minum dan salep serta antiseptik yang harus rutin dikonsumsi selama sepuluh hari hingga luka mengering. Anda bisa tebus resepnya di bagian farmasi sebelum pulang, Miss Newman!"
"Terima kasih, Dok. Permisi!" jawab Audrey lalu turun dari ranjang pasien IGD. Jonas masih menjaganya dan menemani ke bagian farmasi.
Audrey pun berkata, "Maaf, saya merepotkan Anda, Mister Benneton. Seharusnya Anda pulang saja, tak perlu menemani saya seperti ini!"
"Untuk apa kamu sungkan? Ini wajar kulakukan, kamu dianiaya di kantor perusahaanku. Itu isu yang tidak baik bagi Grup Benneton!" kilah Jonas membesar-besarkan kejadian bullying di kantor tadi.
"Ohh ... baiklah, terima kasih, Sir. Kalau begitu saya akan mencari taksi sekarang!" ujar Audrey usai menerima obat rawat jalan miliknya yang semua dibayar lunas oleh Jonas.
Namun, Jonas tak ingin melepaskan wanita cantik itu begitu saja. "Kamu kuantar saja, jangan protes. Wanita naik taksi sendirian ketika sudah petang tidak aman!" desaknya sembari merangkul bahu Audrey sekali lagi.
"Sir—" Audrey mencicit jengah, dia merasa Jonas overprotektif kepadanya. Namun, tiba-tiba perutnya berkeriut karena kelaparan.
"Dan kamu belum makan malam, perutmu pasti kosong karena berbunyi keras!" Jonas terkekeh menertawakan wanita malang itu. Sebuah kencan dinner di restoran favoritnya bersama Audrey adalah ide yang menyenangkan baginya.
"Apa kamu suka dengan steak itu, Audrey?" tanya Jonas yang mengamati wanita teman kencannya jauh lebih mempedulikan isi piring dibanding dirinya. Perawakan Audrey memang bisa dibilang kurus sekalipun Jonas masih teringat betapa lekuk-lekuk feminin wanita itu sanggup membuatnya terbakar gairah.Audrey memang kelaparan karena sejak pagi perutnya hanya terisi air mineral saja, tak ada makanan padat yang mengisi perutnya. "Ehh, iya steaknya lezat sekali, Sir. Terima kasih sudah mentraktir saya makan malam!" jawabnya tersipu malu karena piring lebar di hadapannya nyaris tandas.'Wanita ini lugu sekali, tetapi efek sentuhannya, tatapan mata, dan aroma tubuhnya membuat otakku kacau balau!' Jonas merutuk dirinya sendiri dalam hati."Lain kali aku tak akan membiarkanmu terlambat makan siang hingga petang seperti ini lagi, Audrey. Apa selama bekerja di perusahaan Grup Benneton gajimu terlalu rendah hingga harus berpuasa setengah hari?" ujar Jonas menyelidik, dia heran dengan kondisi Audrey yang
Pagi hari berikutnya Audrey sengaja bangun lebih awal, dia ingin mengunjungi suaminya di rumah sakit. Seharian kemarin dia tak sempat menjenguk Dicky Bergins sama sekali. Wanita cantik itu selalu berharap ada keajaiban yang bisa membuat sepasang mata cokelat teduh itu terbuka dan menatapnya kembali. "Selamat pagi, Mrs. Bergins. Dokter menitipkan pesan untuk Anda. Ini suratnya beserta hasil test CT Scan Mister Dicky!" Seorang perawat yang bernama Mary-Anne Flint menyerahkan sepucuk surat dan dokumen beramplop cokelat lebar kepada Audrey. 'Dear Mrs. Bergins, tim medis kami telah menganalisa kembali kondisi suami Anda. Hasilnya ada penimbunan cairan radang di rongga tengkorak dan otak, ini memperburuk kesadaran beliau sehingga tetap mengalami stadium koma. Saran medis yang dapat kami berikan yaitu pembedahan sekali lagi untuk evaluasi kondisi otak sisi kiri yang memang tadinya mengalami cedera serius akibat kecelakaan kendaraan di sirkuit tahun lalu. Perkiraan biayanya sekitar 25.000 U
"Audrey, kita pulang kantor tepat waktu. Kebetulan nanti malam aku ada acara keluarga. Beristirahatlah yang cukup agar besok pagi kamu bisa lebih semangat bekerja, okay!" Jonas menyunggingkan senyuman di wajah tampannya yang tercukur licin pagi tadi.Diam-diam Audrey menghela napas lega, dia pun punya acara penting demi 25.000 USD untuk operasi suaminya. Kemudian dia berjalan di belakang punggung Jonas dan menjawab, "Terima kasih, Sir. Semoga acara keluarga nanti malam menyenangkan. Sampai jumpa besok pagi!" Kali ini Jonas membiarkan wanita itu pulang sendiri dengan berjalan kaki sejauh beberapa puluh blok dari kantor. Dia sengaja menyuruh Donald untuk mengemudi pelan-pelan saja demi memastikan Audrey langsung pulang ke Westgate Sunflower Garden Apartement."Ke mana lagi tujuan kita sekarang, Master Jonas?" tanya Donald dari balik kemudi mobil."Pulang saja ke penthouseku, Don. Aku tak akan kembali ke tempat istriku, dia tak berguna dan hanya membuatku emosi setiap kali melihatnya!"
Sebuah kiss mark dibuat Jonas di leher sisi kiri wanita itu dengan sengaja, ketika Audrey belum terbangun pasca dia dera semalaman. 'Kenang-kanangan dariku, Audrey Darling. Aku akan senang melihat tanda merah ini di kantor nanti!' batin Jonas dengan bandel. Dia bergegas turun dari ranjang yang nampak bak kapal pecah. Suara sayup-sayup gemericik air shower terdengar di telinga Audrey. Dia masih mengenakan penutup matanya dan terbaring telanjang di bawah selimut. Bagian intimnya pegal karena terlalu banyak digunakan untuk memuaskan hasrat klien setianya itu hingga beberapa jam lalu."Ouch ... Bunny benar-benar seperti kelinci jantan yang gemar kawin!" gumam Audrey seiring rintihannya yang spontan meluncur. Namun, anehnya justru dia merasa sedikit terhibur dengan percintaan liar bersama pria misterius itu. Cepat-cepat Audrey menepis pikiran tersebut karena teringat tujuan awalnya mendapatkan 25.000 USD."Hai, selamat pagi, Cantik!" sapa Jonas dengan handuk melilit di pinggulnya ketika d
"Apa? Kau mau memukulku, hahh?!" tantang Isabella MacConnor kepada suaminya seraya menyodorkan pipinya untuk ditampar.Namun, Jonas berpikiran beda dia meraup wajah wanita dingin nan galak itu lalu menautkan bibir mereka menjadi satu dalam ciuman panas. "Aargh!" teriak Jonas disertai desisan kesal karena bibirnya digigit kencang oleh Isabella. "Aku jijik dengan pria semacam kau, Jonas! Jangan pernah sentuh aku dengan memaksa seperti barusan, aku tak segan-segan melukaimu!" ancam Isabella dengan mata melotot.Dengkusan kesal Jonas mengawali langkahnya meninggalkan kamar tidur. Dia masih mengenakan kemeja dan celana kain. Jonas menuruni tangga dari lantai dua. Kemudian dia berseru kepada Marvin Balancini, kepala pelayan rumah yang menyambutnya di dasar tangga, "Panggil Donald untuk mengantarkanku ke penthouse sekarang juga, kutunggu di teras depan, Marv!""Baik, Master Jonas!" sahut Marvin lalu berlari ke kamar Donald Anderson untuk membangunkan sopir pribadi tuan mudanya.Jonas duduk
Pesawat yang membawa rombongan kunjungan pabrik Grup Benneton mendarat mulus di Bandara Los Angeles Internacional. Sesuai dengan perkataan Jonas, mereka memang dijemput oleh anak buahnya dengan mobil SUV operasional perusahaan cabang Santa Monica."Senang sekali bisa mendapat kunjungan lagi dari Anda, Mister Benneton!" ujar Phil Filbert, kepala cabang pabrik manufaktur makanan dan minuman kaleng Benneton Prime itu dari bangku samping pengemudi.Senyum ramah tersungging di wajah Jonas, dia pun membalas, "Terima kasih atas sambutan hangat Anda, Sir. Laporan produksi yang meningkat stabil dari cabang Santa Monica membuatku penasaran."Phil Filbert sedikit merasa bangga dengan performa cabang pabrik yang dipegangnya. Dia menjawab, "Saya akan menyampaikan apresiasi Anda ke anak buah nanti. Oya, apa factory visit akan dilakukan langsung hari ini, Mister Benneton?" "Ya, sebaiknya begitu karena cabang Santa Monica sangat luas pabrik dan gudangnya. Mungkin hingga lusa baru selesai kunjungan i
"Mrs. Isabella MacConnor, silakan masuk ke ruang praktik!" panggil perawat jaga di depan pintu. Wanita berambut pirang tersanggul rapi yang nampak anggun dan tak menampakkan gejala gangguan mental apa pun itu melangkah cepat di atas highheels 12 cm fashionablenya. Dia mengenakan kaca mata hitam keluaran Chanel untuk menyembunyikan sebagian wajahnya.Dari bangku praktiknya, Dokter Gabriel Benneton bangkit lalu menyambut pasien spesial itu. "Hello, Bella. Kejutan ... ada apa? Sudah lama kau tidak menjalani konseling bersamaku. Kupikir segalanya baik-baik saja!" ujar pria berperawakan tegap atletis berambut pendek bergelombang warna cokelat gelap itu. Sepasang mata turquoise miliknya identik dengan mata suami Isabella MacConnor.Berkebalikan dengan reaksinya terhadap Jonas, justru ketika berhadapan dengan Gabriel, wanita itu lebih kalem. Isabella memeluk dokter ahli kejiwaan langganannya yang merawatnya semenjak setahun yang lalu pasca mengalami pemerkosaan di jalan."Gabe, semalam Jona
Gabriel mengancingkan kemeja putihnya di depan cermin kamar tidurnya di kediaman Benneton. Dia sedang bersiap-siap untuk menemui Isabella MacConnor sesuai janji mereka tadi pagi. Ada kegalauan yang tersembunyi dalam hati kecilnya. Pertemuan di balik dinding kamar hotel yang akan mereka lakukan bisa mengarah ke hubungan yang tidak sehat terkait status ipar yang ada di antara dirinya dan Isabella.Seusai mengenakan jas biru navy dan menyisir rambut pendeknya yang tebal bergelombang itu, Gabriel turun dari kamarnya di lantai dua. "Hai, Gabe. Kamu mau pergi ke mana malam-malam begini?" tanya ibunya, Cecilia Benneton yang tak sengaja berpapasan di dasar tangga."Ohh, Mom, aku ada janji dengan kolegaku untuk dinner bersama. Aku pamit ya, salam untuk Dad bila beliau mencariku!" jawab Gabriel seraya mengecup pipi ibunya lalu melambaikan tangan seraya berjalan menuju teras depan.Kali ini Gabriel tidak diantarkan sopir dan memilih mengemudikan sendiri mobil sedan Maserati Quattroporte maroon