"Miss Audrey Newman, perkenalkan saya Trevor MacKinsley, sekretaris Mister Jonas Benneton!" Pria muda dengan rambut tertata belahan pinggir rapi itu mengulurkan tangan kanannya di hadapan Audrey.
Segera Audrey bangkit berdiri dari kursi dan menyambut uluran tangan Trevor. Dia terdiam dan membiarkan pria itu mengemukakan niatnya.
"Anda dipanggil menghadap beliau sekarang juga. Ada beberapa hal penting yang harus dibicarakan. Mari ikut saya!" Trevor terbiasa tak berbasa-basi karena memang bosnya menuntut dia bekerja seperti demikian.
"Baik, Sir, saya akan membawa tas karena ruangan ini kosong. Ada dompet dan ponsel saya di sini!" ujar Audrey dengan telapak tangan dingin gemetaran mencengkeram handel tas tangan berukuran medium itu.
Trevor terkekeh geli memperhatikan kegugupan kentara wanita di hadapannya. "Boleh, bawa saja, Miss Audrey. Ayo kita naik ke lantai atas!" jawabnya seraya menemani Audrey masuk lift.
Di dalam ruangan CEO yang luas dan sejuk oleh AC siang itu, Jonas tersenyum miring menunggu kedatangan wanita yang disukainya. Betapa rumit takdir mempertemukan mereka. Dia berpikir seharusnya selama setahun lebih mereka berada di satu gedung yang sama, ada ribuan kesempatan berpapasan di kantor. Namun, tak sekalipun di ingatannya bahwa mereka pernah bertemu selain tadi saat bertabrakan.
"TOK TOK TOK."
"Masuk!" sahut Jonas ringan. Dia memusatkan pandangan ke pintu masuk kantornya. Dan di sanalah wanita itu melangkah anggun dalam balutan pakaian kantor sopan, kemeja putih dan rok sepan beige dipadu padan scarf mozaik warna gradasi pink, salem, hingga maroon mengitari lehernya.
'Ohh ... cantik! Sulit untuk tidak tertarik setiap aku melihatmu, Audrey,' batin Jonas dalam diamnya.
"Selamat siang, Mister Benneton. Apakah Anda memerlukan bantuan saya?" sapa Audrey berusaha tenang dan profesional, jantungnya berpacu dalam rongga dadanya.
"Selamat siang juga, Audrey!" sahut Jonas lalu dia memberi kode tangan kepada Trevor agar meninggalkan mereka berdua saja. Pria itu bangkit dari kursi bersandaran tinggi berlapis kulit warna hitam dan menghampiri Audrey dalam langkah pelan bak harimau mendekati mangsanya.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Audrey?" pancing Jonas, dia ingin memastikan apa wanita itu mengetahui identitasnya yang beberapa jam lalu seranjang bersama dia.
"Maaf, sejujurnya ...," jawab Audrey menghela napas membuat Jonas menatapnya penasaran. Dia melanjutkan, "tidak, Sir. Saya bekerja di lantai sebelas dan tak pernah mengunjungi lantai selain lobi dan parkiran."
Jonas ber-oh lalu tersenyum puas. Menyenangkan sekali menggoda wanita lugu ini, pikirnya. Tiba-tiba dia merangkul bahu Audrey dan mengajaknya ke sofa untuk duduk berseberangan.
"Audrey, aku menyukaimu ... maksudku pembawaanmu yang sopan membuatku nyaman. Bagaimana kalau aku menawarkan posisi sebagai asisten pribadi kepadamu?" ujar Jonas santai sembari menyangga sisi kanan wajahnya dengan telapak tangan lebarnya bertelekan sandaran sofa.
Mata biru cemerlang itu membulat lebar seakan tak mempercayai pendengarannya. Mungkin posisi itu incaran mayoritas karyawati di perusahaan Grup Benneton. Keuntungan dapat berdekatan dengan big boss yang tampan dan gaji besar sungguh bagai mimpi di siang bolong.
"Itu tawaran yang istimewa, Sir. Apakah ada pekerjaan khusus sebagai asisten pribadi Anda?" tanya Audrey waswas. Dia tidak berniat bekerja dengan menjual tubuhnya. Semalam pun terpaksa demi biaya rumah sakit Dicky.
Mendengar pertanyaan itu, Jonas serasa ingin menarik Audrey ke pangkuannya dan melakukan banyak hal kreatif di dalam otak kotornya. "Pekerjaan khusus, hmm ... maksudmu seperti apa, Audrey? Coba terangkan!" balas Jonas tak ingin nampak terlalu frontal.
"Ehh ... maksud saya, apa saya perlu ikut ke mana pun Anda bepergian, misal ke luar kota?" kilah Audrey dengan wajah tersipu malu. Dia merutuk dirinya yang menanyakan hal bodoh tadi.
"Pastinya, sekalipun aku ke kutub selatan pun kau harus mengikutiku, Audrey! Apa kau suka bepergian jauh juga?" canda Jonas sembari terkekeh.
Audrey semakin merah saja wajahnya, dia takut-takut menatap ketampanan bosnya. "Saya tak terlalu sering bepergian, Sir. Namun, kalau memang tuntutan pekerjaan saya bisa menyesuaikan diri!"
"Good. Jadi kau menerima tawaranku sebagai asisten pribadi, bukan?" desak Jonas tak sabar.
Anggukan pelan muncul dari wanita bertubuh ramping itu. "Iya, Sir. Saya bersedia menjadi asisten pribadi Anda!" jawab Audrey yakin.
"Mulai besok ruang kerjamu di sini bersamaku selain mengikuti kesibukanku bertemu klien maupun meeting bersama managemen. Temui HRD hari ini juga untuk memproses perpindahan jabatanmu, Audrey. Kau boleh pergi sekarang!" titah Jonas dengan gaya bossy. Belum saatnya dia menggoda wanita cantik bermata biru itu. Namun, nanti dia yakin bisa menjerat Audrey ke dalam dekapan hangatnya.
"Saya permisi dulu, Sir. Terima kasih atas jabatan baru di perusahaan ini, saya janji untuk bekerja semaksimal mungkin!" Audrey berdiri lalu membungkuk dalam-dalam di seberang Jonas sebelum pamit keluar dari ruangan CEO.
Selepas kepergian Audrey, dia pun melangkah ke meja kerjanya lagi dan menekan tombol interkom. "Trevor, suruh bagian perlengkapan kantor menaruh satu set meja kursi kerja ke ruanganku. Mulai besok pagi, Audrey Newman akan berkantor seruangan bersamaku!" ujar Jonas dengan senyuman tersungging di sudut bibir tipisnya.
Sementara itu Audrey yang telah kembali ke kubikelnya segera melanjutkan tugas sebelumnya. Dia harus menyelesaikan semua sebelum sore dan lagi pula, besok pagi jabatannya berubah total tidak di Departemen Marketing lagi.
Perutnya mulai menjerit kelaparan, Audrey mengetik pesanan di aplikasi pesan antar makanan online sebelum melanjutkan pekerjaannya. Dia belum sempat menemui bagian HRD karena masih sibuk dengan data di layar komputernya.
"Audrey, ini kopi Americano favoritmu. Apa kau sudah makan siang?" sapa Rita Bright seraya menyerahkan segelas kopi dingin ke teman dekat di kantornya.
"Belum, pekerjaan ini begitu banyak, Rita!" sahut Audrey tanpa ingin mengeluh.
Fimela Beans bersiul riang melihat Audrey masih terjebak di kubikel meja kerjanya mengurusi tumpukan dokumen yang sangat banyak. Sementara dia baru saja menikmati makan siang lezat di restoran Italia seberang jalan.
Lift terbuka dan Mister Ian Downhill keluar dari sana. Dengan kening berkerut, Fimela menyambut karyawan berpangkat tinggi itu seraya bertanya, "Apa Anda ada perlu denganku, Mister Downhill?"
"Ohh, Miss Beans. Sayangnya tidak, saya mencari Miss Audrey Newman—nah itu dia di sana!" jawab kepala bagian HRD itu seraya menunjuk ke arah Audrey.
Fimela berkacak pinggang dengan mengendikkan bahunya tak paham ada apa sebenarnya. Mengapa pula Audrey, bawahannya ditemui pegawai berpangkat tinggi di kantor mereka. Dia mengekori Mister Ian Downhill.
"Hello, Miss Audrey Newman. Maaf, mengganggu waktu Anda sejenak. Saya perlu meminta tanda tangan Anda untuk beberapa surat mutasi jabatan pekerjaan!" ujar pria berkepala botak dan berkumis tebal tersebut menyodorkan sebuah map dokumen di meja Audrey.
Suara terkesiap terdengar dari beberapa orang di lantai Departemen Marketing. Akan tetapi, Audrey yang mengerti maksud Mister Ian segera mengambil pulpen untuk menanda tangani dokumen penting itu.
"Tunggu! Apa maksudnya ini? Kenapa aku tidak tahu perihal mutasi jabatan Audrey? Ke mana dia dipindahkan, Sir?!" cecar Fimela Beans kesal. Dia seperti orang bodoh yang tak tahu sesuatu telah terjadi di bagian yang dipimpin olehnya sendiri.
"Miss Audrey akan bekerja di ruangan CEO menjadi asisten pribadi Mister Jonas Benneton, Miss Beans!" jawab Kepala HRD itu tersenyum ramah tanpa curiga lawan bicaranya sedang terbakar emosi.
Fimela Beans merasa dilangkahi oleh Audrey. "Bagaimana bisa wanita itu mendekati Jonas?!" teriaknya kalap seraya menjambak kasar rambut panjang yang diikat model ekor kuda itu hingga Audrey terjerembap dari kursi kerjanya ke lantai.
"Aaaww!" jerit Audrey kesakitan dengan mata berair. Lututnya terbentur lantai dan menjadi memar.
"Miss Beans, kenapa Anda mengasari Audrey? Ini perintah langsung dari CEO yang menghendaki dia menjadi asisten pribadi!" tegur Mr. Ian Downhill menghalangi Fimela Beans agar tidak menyerang bawahannya lagi.Mata wanita bermake-up menor itu melotot tak terima. Dia berteriak kalap, "Itu karena wanita murahan bermuka lugu bernama Audrey Newman ini menggoda Jonas terang-terangan tadi. Bitch!" Fimela menatap tajam penuh permusuhan ke arah Audrey yang dibantu bangkit dari lantai oleh Rita."Hmm ... itu bukan urusan Anda. Lebih baik jangan mencampur adukkan hal pribadi dengan pekerjaan di kantor, Miss Beans. Tolong bersikaplah profesional, mulai besok pagi Audrey sudah pindah ke ruangan CEO di lantai dua puluh. Permisi!" Kepala HRD itu membawa map dokumen yang telah ditanda tangani oleh Audrey seraya bergegas menuju ke lift untuk kembali ke kantornya di lantai 15.Fimela menghampiri Audrey lalu mendesis kesal sambil bersedekap dan berkata, "Apa yang kau tawarkan ke Jonas, hahh?! Tubuhmu ya?"
"Apa kamu suka dengan steak itu, Audrey?" tanya Jonas yang mengamati wanita teman kencannya jauh lebih mempedulikan isi piring dibanding dirinya. Perawakan Audrey memang bisa dibilang kurus sekalipun Jonas masih teringat betapa lekuk-lekuk feminin wanita itu sanggup membuatnya terbakar gairah.Audrey memang kelaparan karena sejak pagi perutnya hanya terisi air mineral saja, tak ada makanan padat yang mengisi perutnya. "Ehh, iya steaknya lezat sekali, Sir. Terima kasih sudah mentraktir saya makan malam!" jawabnya tersipu malu karena piring lebar di hadapannya nyaris tandas.'Wanita ini lugu sekali, tetapi efek sentuhannya, tatapan mata, dan aroma tubuhnya membuat otakku kacau balau!' Jonas merutuk dirinya sendiri dalam hati."Lain kali aku tak akan membiarkanmu terlambat makan siang hingga petang seperti ini lagi, Audrey. Apa selama bekerja di perusahaan Grup Benneton gajimu terlalu rendah hingga harus berpuasa setengah hari?" ujar Jonas menyelidik, dia heran dengan kondisi Audrey yang
Pagi hari berikutnya Audrey sengaja bangun lebih awal, dia ingin mengunjungi suaminya di rumah sakit. Seharian kemarin dia tak sempat menjenguk Dicky Bergins sama sekali. Wanita cantik itu selalu berharap ada keajaiban yang bisa membuat sepasang mata cokelat teduh itu terbuka dan menatapnya kembali. "Selamat pagi, Mrs. Bergins. Dokter menitipkan pesan untuk Anda. Ini suratnya beserta hasil test CT Scan Mister Dicky!" Seorang perawat yang bernama Mary-Anne Flint menyerahkan sepucuk surat dan dokumen beramplop cokelat lebar kepada Audrey. 'Dear Mrs. Bergins, tim medis kami telah menganalisa kembali kondisi suami Anda. Hasilnya ada penimbunan cairan radang di rongga tengkorak dan otak, ini memperburuk kesadaran beliau sehingga tetap mengalami stadium koma. Saran medis yang dapat kami berikan yaitu pembedahan sekali lagi untuk evaluasi kondisi otak sisi kiri yang memang tadinya mengalami cedera serius akibat kecelakaan kendaraan di sirkuit tahun lalu. Perkiraan biayanya sekitar 25.000 U
"Audrey, kita pulang kantor tepat waktu. Kebetulan nanti malam aku ada acara keluarga. Beristirahatlah yang cukup agar besok pagi kamu bisa lebih semangat bekerja, okay!" Jonas menyunggingkan senyuman di wajah tampannya yang tercukur licin pagi tadi.Diam-diam Audrey menghela napas lega, dia pun punya acara penting demi 25.000 USD untuk operasi suaminya. Kemudian dia berjalan di belakang punggung Jonas dan menjawab, "Terima kasih, Sir. Semoga acara keluarga nanti malam menyenangkan. Sampai jumpa besok pagi!" Kali ini Jonas membiarkan wanita itu pulang sendiri dengan berjalan kaki sejauh beberapa puluh blok dari kantor. Dia sengaja menyuruh Donald untuk mengemudi pelan-pelan saja demi memastikan Audrey langsung pulang ke Westgate Sunflower Garden Apartement."Ke mana lagi tujuan kita sekarang, Master Jonas?" tanya Donald dari balik kemudi mobil."Pulang saja ke penthouseku, Don. Aku tak akan kembali ke tempat istriku, dia tak berguna dan hanya membuatku emosi setiap kali melihatnya!"
Sebuah kiss mark dibuat Jonas di leher sisi kiri wanita itu dengan sengaja, ketika Audrey belum terbangun pasca dia dera semalaman. 'Kenang-kanangan dariku, Audrey Darling. Aku akan senang melihat tanda merah ini di kantor nanti!' batin Jonas dengan bandel. Dia bergegas turun dari ranjang yang nampak bak kapal pecah. Suara sayup-sayup gemericik air shower terdengar di telinga Audrey. Dia masih mengenakan penutup matanya dan terbaring telanjang di bawah selimut. Bagian intimnya pegal karena terlalu banyak digunakan untuk memuaskan hasrat klien setianya itu hingga beberapa jam lalu."Ouch ... Bunny benar-benar seperti kelinci jantan yang gemar kawin!" gumam Audrey seiring rintihannya yang spontan meluncur. Namun, anehnya justru dia merasa sedikit terhibur dengan percintaan liar bersama pria misterius itu. Cepat-cepat Audrey menepis pikiran tersebut karena teringat tujuan awalnya mendapatkan 25.000 USD."Hai, selamat pagi, Cantik!" sapa Jonas dengan handuk melilit di pinggulnya ketika d
"Apa? Kau mau memukulku, hahh?!" tantang Isabella MacConnor kepada suaminya seraya menyodorkan pipinya untuk ditampar.Namun, Jonas berpikiran beda dia meraup wajah wanita dingin nan galak itu lalu menautkan bibir mereka menjadi satu dalam ciuman panas. "Aargh!" teriak Jonas disertai desisan kesal karena bibirnya digigit kencang oleh Isabella. "Aku jijik dengan pria semacam kau, Jonas! Jangan pernah sentuh aku dengan memaksa seperti barusan, aku tak segan-segan melukaimu!" ancam Isabella dengan mata melotot.Dengkusan kesal Jonas mengawali langkahnya meninggalkan kamar tidur. Dia masih mengenakan kemeja dan celana kain. Jonas menuruni tangga dari lantai dua. Kemudian dia berseru kepada Marvin Balancini, kepala pelayan rumah yang menyambutnya di dasar tangga, "Panggil Donald untuk mengantarkanku ke penthouse sekarang juga, kutunggu di teras depan, Marv!""Baik, Master Jonas!" sahut Marvin lalu berlari ke kamar Donald Anderson untuk membangunkan sopir pribadi tuan mudanya.Jonas duduk
Pesawat yang membawa rombongan kunjungan pabrik Grup Benneton mendarat mulus di Bandara Los Angeles Internacional. Sesuai dengan perkataan Jonas, mereka memang dijemput oleh anak buahnya dengan mobil SUV operasional perusahaan cabang Santa Monica."Senang sekali bisa mendapat kunjungan lagi dari Anda, Mister Benneton!" ujar Phil Filbert, kepala cabang pabrik manufaktur makanan dan minuman kaleng Benneton Prime itu dari bangku samping pengemudi.Senyum ramah tersungging di wajah Jonas, dia pun membalas, "Terima kasih atas sambutan hangat Anda, Sir. Laporan produksi yang meningkat stabil dari cabang Santa Monica membuatku penasaran."Phil Filbert sedikit merasa bangga dengan performa cabang pabrik yang dipegangnya. Dia menjawab, "Saya akan menyampaikan apresiasi Anda ke anak buah nanti. Oya, apa factory visit akan dilakukan langsung hari ini, Mister Benneton?" "Ya, sebaiknya begitu karena cabang Santa Monica sangat luas pabrik dan gudangnya. Mungkin hingga lusa baru selesai kunjungan i
"Mrs. Isabella MacConnor, silakan masuk ke ruang praktik!" panggil perawat jaga di depan pintu. Wanita berambut pirang tersanggul rapi yang nampak anggun dan tak menampakkan gejala gangguan mental apa pun itu melangkah cepat di atas highheels 12 cm fashionablenya. Dia mengenakan kaca mata hitam keluaran Chanel untuk menyembunyikan sebagian wajahnya.Dari bangku praktiknya, Dokter Gabriel Benneton bangkit lalu menyambut pasien spesial itu. "Hello, Bella. Kejutan ... ada apa? Sudah lama kau tidak menjalani konseling bersamaku. Kupikir segalanya baik-baik saja!" ujar pria berperawakan tegap atletis berambut pendek bergelombang warna cokelat gelap itu. Sepasang mata turquoise miliknya identik dengan mata suami Isabella MacConnor.Berkebalikan dengan reaksinya terhadap Jonas, justru ketika berhadapan dengan Gabriel, wanita itu lebih kalem. Isabella memeluk dokter ahli kejiwaan langganannya yang merawatnya semenjak setahun yang lalu pasca mengalami pemerkosaan di jalan."Gabe, semalam Jona