Ponsel Jonas yang terus menyala layarnya karena panggilan telepon masuk itu akhirnya disambar dengan kesal oleh pemiliknya. Jonas harus menginterupsi permainan panasnya bersama Audrey. Dia mendengkus kesal, buru-buru mengenakan celana boxer lalu bergegas keluar kamar menuju balkon. Pintu penghubung tertutup berdebam di belakangnya.Angin malam yang hangat dari jalanan kota Houston bercampur aroma asap kendaraan dan aspal itu menyusup ke dalam kamar Hotel Royal Aston Premiere. Audrey mendengar suara pintu ditutup dengan sembarangan, tetapi dia tetap berdiam diri tergolek di atas ranjang dalam kondisi tanpa busana. Partner ranjangnya yang baru saja menerbangkannya ke langit ketujuh entah memiliki urusan penting apa dan tiba-tiba meninggalkan dirinya."Halo, ada apa, Bella?" jawab Jonas berusaha menekan emosinya yang meluap-luap. Sialan sekali wanita itu, selalu mendorongnya menjauh dan saat dia sedang menikmati kencan panas bersama Audrey malah mengganggu begini.Suara ketus itu terdeng
"Aakh ... mmhh!" Audrey mengerang sambil meremat seprai dengan kedua tungkai kaki panjangnya yang terentang. Entah sudah berapa kali dia mendapatkan klimaks sepanjang malam ini, tetapi bagian intimnya terasa kebas hingga dia cemas besok pagi tak dapat berjalan dengan normal karena ulah Bunny.Napas pria yang terdengar memburu diselingi geraman maskulin membuat Audrey mengetahui pasangannya masih berhasrat menggapai puncak kenikmatan sekali lagi."Honey ... ougghh!" pekik Jonas ketika dia menyembur dengan deras usai melesakkan batang keperkasaannya dalam-dalam ke liang basah milik partner kencan butanya."Kurasa kali ini cukup, cairan yogurt segar produksiku terkuras habis dari pabriknya!" canda Jonas seraya menjatuhkan badan kekar bermandikan peluh itu di samping Audrey yang tidak enggan memeluknya.Wanita itu menyusurkan jemari lentiknya di wajah Jonas perlahan seolah ingin mengetahui bentuk paras pasangannya malam ini. "Kenapa menyentuh wajahku seperti ini, Honey?" tanya Jonas pen
Dua bibir yang beradu itu menimbulkan suara berkecipak pelan memecah keheningan ruangan 8x12 meter persegi di jelang tengah malam. "Gabe, aku akan menahan pikiranku agar tidak menolak sentuhanmu. Percayalah!" bujuk Isabella sembari menatap keindahan binar mata turqoise milik pria tercintanya.Akan tetapi, Gabriel tidak berpikiran sama dengan kakak iparnya yang sedang menindih tubuhnya di atas ranjang. "Oya? Hmm ... aku ada ide bagus, Bella. Cobalah buka sabuk celanaku dan lihat barang berhargaku di dalam sana. Kalau kau tidak mual dan merasakan serangan rasa panik artinya memang kau sudah sembuh total dari trauma masa lalumu!" tantang dokter ahli jiwa itu seraya menyunggingkan senyum percaya dirinya.Wajah Isabella menegang sekilas, dia tak menyangka Gabriel akan sefrontal itu menguji keyakinannya. Dia menghela napas lalu berkata, "Fine. Aku pasti lulus. Tunggulah!" Wanita itu mengecup sekali lagi bibir merah muda kenyal yang memabukkan itu sebelum melarikan mata dan tangannya ke ges
"Audrey, tinggalkan kami berdua. Kamu tunggu di luar ruangan CEO!" titah Jonas ketika bertukar pandang dengan asisten pribadinya yang sama sekali tak mengenal istrinya.Dia segera berdiri dan membawa tasnya seraya menyahut, "Permisi, Mr. dan Mrs. Benneton!" Audrey melangkah keluar dari balik meja kerjanya dan melewati Isabella.Namun, lengannya tiba-tiba dicekal oleh istri bosnya. Mata Isabella yang jeli mengenali tanda bekas keintiman seksual berwarna merah merah di leher dan menyebar di sekitar dada Audrey sekalipun disembunyikan dengan rambut lebat coklat keemasan yang terurai."Hey, apa kau yang melayani napsu gila suamiku tadi malam?!" hardik Isabella dengan nada menuduh kepada Audrey."Ehh ... ti—tidak, Ma'am!" Audrey sontak merona wajahnya. Dia tak enak dengan situasi janggal ini, pelakunya bukan bosnya melainkan Bunny. Kasihan sekali Jonas, pikir Audrey karena harus menanggung kesalahan pria lain.Jonas bergegas menghampiri kedua wanita yang saling bertentangan itu, dia menegu
"Well done, Mister Benneton!" ucap Gerald Potts setelah meeting menghasilkan keputusan yang dapat diterima baik oleh kedua belah pihak. Jonas bangkit dari kursinya dan menjabat uluran tangan kliennya. "My pleasure, Mister Potts. Anda bisa mengirimkan dokumen kontrak penjualan kaleng kemasan dengan harga terbaru ke email corsec perusahaan kami. Terima kasih!" balasnya seraya mengantar pria berambut pirang bermodel spike itu ke lift. Di belakang mereka Audrey dan Trevor mengikuti bos mereka. Hari telah lewat tengah hari, jam kerja kantor di akhir pekan telah usai. Para karyawan juga telah pulang kerja sebagian besar.Ketika kembali ke lantai 20 dengan lift, Jonas bertanya kepada Audrey, "Apa kamu ada kesibukan siang ini? Aku lapar dan ingin mengajakmu makan di restoran Perancis langgananku kalau kau tidak keberatan, Audrey Darling.""Ohh, saya tidak ada janji lain, Sir. Baiklah, saya akan ikut makan siang menemani Anda!" jawab Audrey sopan, dia juga merasa perutnya keroncongan karena
"Bunny, apa maksudmu?" tanya Audrey kebingungan. Jadwal kencan buta mereka berdua seharusnya masih jumat malam tujuh hari dari yang tadi malam."Aku merindukanmu, Honey. Rasanya bosan sekali menghabiskan waktu nyaris dua kali 24 jam sendirian di penthouseku yang sepi ini. Bisakah kamu menemaniku?" Jonas merasa dia seperti anak kecil yang merengek-rengek untuk dibelikan permen. Namun, itu kenyataan yang terjadi, dia terlalu kesepian sekalipun telah menikah selama setengah tahun.Audrey bimbang menimbang-nimbang dalam benaknya. Seharusnya sore ini dia menjenguk Dicky, sekalipun suaminya koma dan tak kunjung sadar. Akan tetapi, pria itu belum meninggal dunia."Halo. Apa kau mendengarkan perkataanku, Honey?" tanya Jonas, mulai pesimis permintaannya akan dikabulkan oleh Audrey.Akhirnya, Audrey mengutamakan kewajibannya terlebih dahulu. Dia kuatir kliennya akan menarik kembali uang bayaran mereka karena kemarin dia praktis tidak membaca isi surat perjanjian kontrak dan langsung memberi tan
"TING TONG!" Suara bel pintu penthouse Jonas berbunyi. Pria itu pun bergegas membukakan pintu karena memang dia memesan room service. Northern Hawk Tower memiliki banyak fasilitas dari layanan kebersihan dan F&B service, pusat perbelanjaan tiga lantai, gym, kolam renang publik, dan spa. Jonas sengaja membeli unit penthouse mewah itu sebagai tempat tinggal sekaligus investasi yang berharga."Selamat malam, Mister Jonas Benneton. Apa saya boleh masuk?" sapa petugas pria dari room service itu dengan kereta makan susun empat."Selamat malam. Silakan, taruh di meja makan ya!" jawab Jonas santai seraya menepi agar kereta tersebut bisa masuk ke dalam unit penthousenya.Dengan cekatan dan tanpa banyak bicara Wonell menyajikan pesanan klien kaya raya itu ke atas meja bundar bertaplak merah maroon. Dia menata peralatan makan dengan rapi juga sebelum berpamitan keluar dari sana."Honey, dinner is ready!" panggil Jonas seraya menghampiri tempat tidur king size miliknya di sisi barat ruangan. Di
"Jangan kuatir tentang apa pun. Kupastikan kau aman di bawah atapku, Honey!" jawab Jonas tanpa ingin membahas rumah tangganya bersama Audrey. Toh Isabella telah sepakat mengakhiri pernikahan mereka baik-baik di akhir tahun pertama nanti."Janji ya? Aku tak ingin dipermalukan karena dituduh menjadi perebut suami orang!" tegas Audrey lagi sembari mengacungkan jari kelingkingnya ke hadapan Jonas.Dengan seringai geli Jonas mengaitkan jari kelingking tangannya melingkari jari imut Audrey seperti ular Phyton di ranting pohon. "Janji!" ucapnya singkat lalu merengkuh tubuh polos yang berlekuk elok itu ke dekapan hangatnya.Audrey terlelap dengan cepat, dia sangat lelah melayani kebutuhan biologis kliennya sejak Jumat malam hingga tadi beberapa menit lalu. Besok dia libur kerja di kantor, tetapi mungkin tidak bisa terlepas dari jeratan hasrat Bunny sepanjang hari hingga Senin pagi. Rasanya baru beberapa saat saja dia tidur tenang, liang cintanya seperti terisi penuh dengan sesuatu. Audrey te