"Padamu untuk pertama kalinya, aku berbagi kisah hidupku. Pria bejat ini ternyata masih memiliki hati, kerasnya hidup membekukan empati, semua hanya demi nafsu duniawi. Andai saja aku mampu, membawamu pergi. Tapi, aku hanya pria pengecut tak bernyali."Pria itu menangis, kisahnya tak jauh berbeda denganku. Ayahnya menjual ibunya ke tempat pelacuran karena gila judi dan suka mabuk-mabukkan. Dunia hitam itu akhirnya menyeret kakak dan juga dirinya sendiri.Almarhum suami Mami Erna seorang mucikari besar, dengan pelangan kalangan atas. Selepas suaminya meninggal Mami Erna yang mengurus segalanya. Itu sepenggal kisah yang dia bagi padaku.Aku pikir hanya aku yang punya luka, dia pun memiliki kisah yang hampir sama. Tanganku mengusap wajah basah itu. Dia meraih dan kemudian mengecup jemariku.Matanya terpejam beberapa saat."Aku akan merindukanmu," ucapnya lagi. "Aku senang telah mengenalmu, mungkin saat bersamamulah, saat yang paling bahagia untukku," ucap Bara, bibir itu mencoba tersenyu
"Lihat aku!" ucap Bara kemudian mengangkat wajahku, dengan ibu jarinya dia mengusap pipi basahku. "Tuhan begitu baik padamu, mengirimkan mereka untuk menebusmu. Ini kesempatanmu keluar dari sini. Perlihatkan wajah tercantikmu, jangan memberi mereka wajah jelek ini," lanjut Bara lagi.Bara memaksakan senyumnya, dia memaksaku tersenyum juga dengan menarik pipiku. Mata kami sesaat beradu, bulir bening itu terus memaksa keluar dari mataku. Mata pria itu mengembun, ada rasa nyeri tertahan disana."Kenapa kau begitu baik padaku?" tanyaku lagi untuk kesekian kalinya, aku belum puas dengan semua jawabanya untukku. Kenapa aku ingin dia mengatakan hal lainnya."Aku tak tau, aku hanya tak ingin melihat kesedihanmu, tak suka melihatmu menangis," ucapnya."Lalu kenapa kamu sekarang menangis?" tanyaku, jemariku mengusap pipi basah itu. Bara mengalihkan pandanganya dariku, bibirnya tersenyum masam. Dia mendongakkan wajahnya, melihat langit-langit kamar."Kenapa?" tanyaku lagi."Kenapa kau bawel sek
Di dalam ruangan besar itu, nampak dua orang sedang duduk di dalamnya. Seorang pria dewasa dan ada Kenzi juga. Pria dewasa seumuran Tuan Bram itu memindaiku. Aku hanya menunduk memandangi lantai.Tuan Bram memintaku duduk di sofa, di samping Kenzi, berhadapan dengan Pria dewasa yang terus memperhatikanku sedari tadi."Siapa namamu?" tanya Pria itu kemudian."Zanna." Belum sempat aku menjawab Kenzi terlebih dahulu menyahutnya. Pria dewasa itu menganggukkan kepalanya dan tersenyum."Baiklah, Bram, kamu sudah menjelaskan apa saja tugasnya?" Pria dewasa itu terdengar bertanya pada Tuan Bram."Belum, Tuan. Akan saya jelaskan sekarang juga," jawab Tuan Bram kemudian melihat ke arahku."Baiklah nona, akan aku jelaskan apa saja yang menjadi tugasmu, dan bagaimana kesepakatan antara nona dan keluarga Hadi Pranata. Tuan Pranata menebusmu, atas permintaan Tuan Muda Kenzi. Nona akan terikat kontrak pernikahan dengan Tuan Muda selama satu tahun. Selama satu tahun, nona harus membuat Tuan Kenzi men
Hanya satu tahun, setelah itu mereka akan membuangku ... "Kamu sudah makan?" tanya Kenzi padaku, pria mudah itu mendekat dan berdiri di depanku."Aku tidak lapar," jawabku padanya."Matamu bengkak, apa kamu baru saja menangis?" Aku menatapnya sesaat kemudian melepas pandanganku ke arah lain. Ingatanku kembali pada Bara, aku tak bisa lagi menghubunginya mulai dari sekarang. Tuan Bram telah menganti ponselku. "Hanya menangis haru," jawabku pelan."Kita bisa berteman mulai sekarang, bukankah kita tim yang hebat," ucap Kenzi mencoba memecah suasana canggung yang tercipta.Aku memaksakan senyum, dan mengangguk. Semua sudah terjadi, dan harus tetap dijalani, seperih apapun luka, sesakit apapun aku rasa, semua harus diterima dengan ikhlas dan lapang dada."Aku pergi dulu, sebentar lagi akan ada pelayan yang akan membawakan makanan untukmu, setelah itu bersiaplah untuk acara kita," ucap Kenzi kemudian."Acara kita?""Iya, Om Bram sudah menyiapkan semua, kita akan menikah, sesuai perminta
Aku menoleh ke arah Kenzi yang masih tidur di sofa, di atasku berbalut selimut. Pria muda itu membuka matanya melihat ke arahku juga. Dia membuka selimutnya dan kemudian ikut duduk di sampingku."Aku sudah siapkan kegiatan untukmu," ucap Kenzi kumdian, sebuah senyum manis terukir di bibir itu."Oh, ya?" tanyaku, Kenzi mengangguk cepat."Kamu akan mengikuti beberapa kursus, jadi aku pastikan kamu tak akan bosan seharian." Kenzi memberi penjelasan padaku."Kursus?" tanyaku kemudian belem mengerti dengan apa yang Kenzi maksudkan."Iya, aku sudah meminta Om Bram mengaturnya. Jadi kamu tidak perlu khawatir akan merasa bosan atau apa selama aku tidak berada di rumah," ucap Kenzi lagi.Aku tersenyum mendengarnya, merasa senang dia memikirkan aku juga. Paling tidak dengan kegiatan seperti itu aku tidak merasa jenuh. Aku juga akan bisa belajar lebih banyal lagi hal hal yang tidak aku pahami."Kamu mau apa?" itu pertanyaan yang selalu terlontar saat aku mendekati Kenzi, pria mudah itu terlihat g
Sudah seminggu lebih, tak banyak kemajuan, Kenzi masih menutup diri, dia tidur di sofa, aku tidur di ranjang. Mulai besok kursusku di mulai, tak terlalu paham dengan yang pria itu sampaikan, aku hanya mengiyakan."Mulai besok kamu tak akan bosan lagi," ucap Kenzi malam itu. Kami baru saja menyelesaikan makan malam. Sebenarnya aku tak terlalu bosan, banyak hal yang bisa kulakukan di dalam kamar, mulai dari menonton drama sampai senam. Aku sudah sangat terbiasa terkurung, jadi bukan masalah sebenarnya.Yang jadi masalah, aku bisa berinteraksi dengan orang, dan selama di sini hanya bicara dengan Bi Nur yang pendiam itu, serta Kenzi."Apakah itu seperti sekolah?" tanyaku kemudian."Bisa jadi.""Aku tak punya alat tulis," ucapku."Sudah disiapkan," kata Kenzi, aku tersenyum. "Tidurlah!""Kau tak ingin mencoba kembali malam ini?" tanyaku padanya. Raut wajah itu berubah tegang seperti biasa. Pria itu mengangguk pelan. Dia tak menolakku, namun tetap dingin seperti biasanya."Maafkan aku," uc
"Apa perlu aku menjawabnya?" Aku bertanya dengan suara pelan pada Kenzi.Kenzi menggelengkan kepala, dia kembali memelukku, mendekapku erat. Kami terlarut dalam suasana haru yang tak bisa aku gambarkan. Aku benar-benar merasa bahagia bisa memberikan apa yang aku jaga selama ini pada pria yang seharusnya."Terima kasih," ucapnya padaku."Untuk apa?" tanyaku tak tau maksudnya."Untuk semuanya, untuk keberhasilanmu merubahku dan hadiah juga manis darimu." Kecupan kembali dia daratkan di keningku.Aku mengangguk pelan.•••"Bi, jaga rahasia ini," ucap Kenzi pada Bi Nur, selepas wanita itu membereskan kamar. Wanita separuh baya itu mengangguk, sekilas melihat dan tersenyum ke arahku. Aku tak mengerti arti senyumnya, namun aku tetap membalasnya."Kamu akan terlambat?"Pertemuanku jam setengah sebelas, kamu yang terlambat sepertinya," jawab Kenzi, aku merapikan kemeja yang dikenakannya."Aku bolos hari ini," jawabku, senyum terkulum. "Siang ada kursus kepribadian jam sebelas," ucapku kemudi
Kenzi tersenyum, mengambil sendok di samping piring saji. Di sendoknya es krim rasa stroberi itu, sendok berisi es es krim itu sudah di depan bibirku, dia sengaja menggodaku, menggerakkan ke kanan dan ke kiri, kemudian dimasukan ke mulutnya sendiri.Aku memukul gemas paha suamiku itu, puas sekali dia mengerjaiku, tawanya terdengar kencang. "Iya, iya sorry. Em … ini serius," ucapnya, kembali menyodorkan sendok ke arahku, tapi wajah itu juga ikut mendekat. Baru saja sendok itu menempel, dia sudah menurunkannya, dan mengganti dengan bibir dinginnya."Enakan mana?" tanyanya kemudian. Aku terdiam, masih menikmati sisa sensasi dingin di bibirku."Modus," ucapku kemudian, Kenzi kembali tertawa. Melihat wajah itu begitu ceria, ada kebahagiaan menyapa hati, aku suka melihat senyum itu, mendengar tawa itu, aku menyukai semua yang ada pada dirinya … suka."Tapi, aku suka dimodusin," lanjutku. Tawanya kembali terdengar, tangan itu merangkulku, Kenzie mencium gemas pipiku.Hanya cinta, cinta dan