Sulastri semakin emosional saat mendengar pernyatan Patih Arhan yang cenderung meremehkannya seolah ia memang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta. Kilasan kenangan tentang masa lalu Sulastri yang terbuang akibat fitnah adik tirinya kini membayangi, perasaan kecewa dan terluka yang coba ditutupi seolah bangkit lagi! Teringat saat dirinya ditawan dalam goa tua yang membuatnya tumbuh menjadi pembenci dan menghalalkan segala cara agar tetap abadi. Puluhan lelaki sengaja dijeratnya untuk kekuatan, pesona dan pelampiasan hasrat terlarang sebagai upaya melawan kesepian diri. Melihat konsentrasi Sulastri yang kian terpecah, Patih Arhan segera merapalkan mantra untuk membebaskan arwah yang telah menyatu dalam tubuh Sulastri agar berbalik menyerangnya!"Ingsun nyuwun kawelasan Sang Hyang Jagad Raya,kawula ngatur sabda tumekaning alam sukma,Sukma kang kesasar,kang kaiket ing duka lan dosa,metu saking panguwasaning pepeteng,bali marang padhanging jati.""Ya Sukma kang den jerat,den
"Sekar, jika kau memohon padaku, aku akan membawamu ke istanaku, menjadikanmu Ratu di kerajaanku!" "Sampai matipun aku nggak sudi! Kau telah menghancurkan keluargaku!" Petir menyambar hingga sebatang pohon terbakar, kobaran api perlahan membesar, hujanpun berangsur berhenti, hanya tinggal gerimis melanda. Sekar dan Sulastri kini berada dalam kobaran api, keduanya tengah bergulat dalam pertempuran terakhir. Antara jiwa manusia dan iblis kini saling berpacu dengan waktu, puluhan pasang mata tengah mengawasi, siapakah yang akan bertahan? Jiwa manusia yang rapuh atau iblis yang penuh iri dengki. Sekar telah berpasrah pada keadaan, merasa hidupnya telah diujung tanduk. Kilatan kenangan semasa hidup tentang bertahan hidup saat hendak ditumbalkan oleh mereka yang serakah kembali terngiang, tentang KKN di desa terkutuk, pertempuran dengan arwah noni belanda, kesurupan nenek kosan, tumbal pesugihan weton keramat, membebaskan aryo, tumbal pabrik garmen, pertempuran dengan ratu jawa lalu
"Ibu ...." teriak Sekar sambil berlari menuju ibunya, tangisnya pecah seketika. Namun, ada yang aneh dengan sang ibu, wajahnya pucat, tatapan mata kosong, mirip mayat hidup. Tiba-tiba dari belakang muncul Seno, satu-satunya adik laki-laki yang selalu dibanggakan. Keduanya bagai jiwa tak terarah, hidup segan matipun tak mau. "Mereka adalah jaminan hidupmu, Sekar. Jika kau menolak perjamuan ini maka arwah mereka yang akan menggantikanmu! Jika kau menerimanya maka kupastikan mereka akan tetap hidup." Sekar kini dilanda dilema luar biasa, ia tak bisa membiarkan kedua orang terkasihnya mati begitu saja, tapi juga tak ingin bergabung dengan kerajaan Sulastri. Gadis itu masih terdiam, memikirkan apa yang seharusnya dilakukan hingga akhirnya Patih Arhan menghampirinya. "Dinda, jangan ikuti kemauan dia, aku akan mencari cara untuk menyelamatkan kalian semua meski nyawaku taruhannya." Patih Arhan menatap gadis yang begitu dicintainya, jika harus berkorban tak masalah baginya. "Tidak,
"Astaghfirullah, Seno!" teriak Ustadz Lukman saat hendak sholat shubuh.Pria itu mendapati ponakannya tengah terbaring di sebuah kamar seorang diri, matanya terbuka, telanjang bulat dan denyut nadinya melemah.Ustadz Lukman bergegas memakaikan pakaian untuknya lalu membopongnya keluar kamar. Namun, hal buruk terjadi, saat telah berhasil keluar dari gubuk reot itu tiba-tiba pemandangan berubah drastis. Kini mereka berada di sebuah hutan jati yang luas sejauh mata memandang.Gubuk reot yang mereka tempati juga berubah menjadi gua kecil yang mulai mengeluarkan berbagai binatang melata di depannya."Astaghfirullah, lindungi kami Ya Allah," ucap Ustadz Lukman sambil terus berzikir mengharap pertolongan-Nya.Tiba-tiba muncul seorang wanita tua yang berpakaian lusuh dan sangat mengerikan. Matanya melotot, payudaranya besar dan panjang hingga menjuntai ke tanah, rambut hitam panjang dan kuku di tangan yang siap memcabik siapapun yang menghalanginya.Ustadz Lukman bergidik ngeri. Ia merasakan
"Pak, sadarlah!" ujar Ibu Aryo yang terkejut melihat suaminya berbaring di ranjang tanpa busana. Wiryo terlihat memucat tak berdaya, tubuhnya ditutupi sarung. Wanita paruh baya itu segera berteriak meminta tolong tetangga untuk membawa suaminya ke rumah sakit. Di sisi lain, Surti tengah naik ojek untuk pergi ke rumah Warsa, adik Wiryo. Wanita yang tengah dalam pengaruh Sulastri itu berencana untuk menggoda duda tampan itu agar bersedia menjadi tumbalnya. Tiba-tiba angin bertiup kencang, suara anjing melolong, memecah kesunyian di balik senja. Surti dengan tatapan kosong, mulai mengetuk pintu rumah Warsa. "Ada apa Surti? Tumben kamu datang ke mari?" "Mas, aku ingin cerita tentang Mas Wiryo." Mendengar nama kakaknya disebut, ia bergegas menyuruh Surti masuk ke rumahnya. Pintu tetap dibiarkan terbuka agar tidak menimbulkan fitnah. "Apa yang terjadi? Katakan padaku!" "Mas, aku bingung dengan biaya pengobatan anakku, Sekar. Aku berniat berhutang padanya tapi dia justru mem
Tepat sebulan lamanya tubuh Sekar dirawat di rumah sakit. Surti masih setia mendampingi sang anak yang tak kunjung sadar dari komanya. Ia tak memikirkan biaya sebab warisan Galih dipergunakan untuk seluruh pengobatan Sekar."Bagaimana keadaan anak saya, Dok? Mengapa tak kunjung sadar? Bahkan sebulan telah berlalu," ujar Surti dengan air mata yang belum mengering."Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, hanya keajaiban yang bisa menolongnya," sahut dokter yang mencoba menyemangati wanita tua itu.Tiba-tiba darah mengalir dari vagina Sekar dan jumlahnya sangat banyak!"Dok, mungkinkah anak saya menstruasi? Atau bagaimana? Ini sangat aneh, Dok!" ujar Sulastri yang semakin cemas melihat kondisi putrinya yang belum menunjukkan perubahan.Darah yang mengalir dari vagina seiring dengan peristiwa gaib di alam jin! Sukma Sekar memang sedang menjalani persetubuhan terlarang, hingga membuat kelukaan pada tubuhnya yang masih dalam status koma di bumi.Surti hanya bisa melihat anaknya di balik pi
Di alam manusia. Hujan turun dengan lebat, petir menyambar. Padahal jam tangan milik Seno menunjukkan masih pukul 12 siang tapi langit gelap gulita mirip malam telah tiba. "Sepertinya alam murka, ada pelanggaran besar di alam jin," ujar Ustadz Lukman sambil berlari mencari tempat berteduh. Setelah berlari sekitar satu kilometer, mereka menemukan semacam gubuk tempat penyimpanan padi tapi kosong melompong. "Kita beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan," ujar Ustadz Lukman sambil meluruskan punggungnya di sisa-sisa jerami. "Ustadz apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kita bisa mencapai istana itu? Aku takut terlambat dan ..." ujar Seno yang mulai panik. "Tenanglah dan serahkan pada Allah, hidup dan mati kita telah digariskan takdir, jika mbakmu memang memiliki umur panjang pasti akan berhasil kita selamatkan," sahut Ustadz Lukman menenangkan. "Semoga hujan segera berhenti, aku takut Mbak Sekar kenapa-kenapa," ujar Seno dengan tatapan sedih. Kedua pria malang itu hanya
Mendengar teriakan Sekar, Patih Arhan bergegas menyudahi persetubuhannya dengan Sulastri. Ia segera mengenakan pakaian tidurnya yang terbuat dari Sutra. "Sekar, sedang apa kau di sini? Apa kau tidak lelah, ini bahkan masih pagi?" "Aku hanya bosan, sebenarnya ingin sekali bertemu ibu, aku merindukannya." Patih Arhan tak tega melihat gadis yang dicintai terluka, akhirnya berniat untuk mengajaknya ke alam manusia. "Tunggu, kau telah memecahkan guci berisi arwah budakku!" Sulastri muncul menghentikan rencana Si Patih. Mendengar kemarahan Sulastri, pria tampan itu hanya mampu diam saja. "Dasar gadis gila! Kau sudah merusak guci kebanggaanku! Pengawal, seret gadis ini lalu masukkan ke kamarnya, jangan ada yang menjengukknya kecuali atas persetujuannku," titah Sulastri mengudara membuat seluruh penghuni istana mendengarnya. Sekar berteriak saat diseret oleh pengawal dan Patih Arhan tak mampu berbuat apapun. Beberapa jam kemudian tiba saatnya makan malam, jika di dunia manusia makan
"Kalian berasal dari mana?" ujar kakek bungkuk lalu membawa kami ke dalam gubuknya. Sebuah rumah tua beratap jerami berdinding bambu yang nampak tak kokoh serta ranjang bambu yang nampak tak nyaman, kakek tua itu sepertinya tinggal sendirian. "Aku akan mengijinkan kalian menginap hanya malam ini saja!" bentaknya lalu pergi ke luar. "Kakek, tunggu!" ujar Ustadz Lukman mengikuti sang kakek tapi anehnya pria tua itu hilang bak ditelan bumi. Kedua pria lajang itu memilih untuk tidur diatas ranjang dari bambu yang tak nyaman, mencoba memejamkan mata sebab lelah pasca perjalanan. Suara dengkuran mulai terdengar saling bersahutan. Keesokan paginya. "Seno cepat bangun!" teriak Ustadz Lukman dengan terbata-bata, hembusan nafasnya tak beraturan. Seno perlahan membuka matanya, kilau mentari menyilaukan, membuatnya sedikit mengusap matanya. "Astaghfirullah, kita di mana Ustadz?" Keduanya tertegun saat sekeliling mereka dipenuhi oleh pemakaman yang nampak terbengkalai. Rumput yang tin