Beranda / Horor / Perempuan Berkhodam Pesinden / Perempuan Berkhodam Pesinden (7)

Share

Perempuan Berkhodam Pesinden (7)

Penulis: Shilla07
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-17 14:25:42

Di alam manusia.

Hujan turun dengan lebat, petir menyambar. Padahal jam tangan milik Seno menunjukkan masih pukul 12 siang tapi langit gelap gulita mirip malam telah tiba.

"Sepertinya alam murka, ada pelanggaran besar di alam jin," ujar Ustadz Lukman sambil berlari mencari tempat berteduh.

Setelah berlari sekitar satu kilometer, mereka menemukan semacam gubuk tempat penyimpanan padi tapi kosong melompong.

"Kita beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan," ujar Ustadz Lukman sambil meluruskan punggungnya di sisa-sisa jerami.

"Ustadz apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kita bisa mencapai istana itu? Aku takut terlambat dan ..." ujar Seno yang mulai panik.

"Tenanglah dan serahkan pada Allah, hidup dan mati kita telah digariskan takdir, jika mbakmu memang memiliki umur panjang pasti akan berhasil kita selamatkan," sahut Ustadz Lukman menenangkan.

"Semoga hujan segera berhenti, aku takut Mbak Sekar kenapa-kenapa," ujar Seno dengan tatapan sedih.

Kedua pria malang itu hanya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (7)

    Di alam manusia. Hujan turun dengan lebat, petir menyambar. Padahal jam tangan milik Seno menunjukkan masih pukul 12 siang tapi langit gelap gulita mirip malam telah tiba. "Sepertinya alam murka, ada pelanggaran besar di alam jin," ujar Ustadz Lukman sambil berlari mencari tempat berteduh. Setelah berlari sekitar satu kilometer, mereka menemukan semacam gubuk tempat penyimpanan padi tapi kosong melompong. "Kita beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan," ujar Ustadz Lukman sambil meluruskan punggungnya di sisa-sisa jerami. "Ustadz apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kita bisa mencapai istana itu? Aku takut terlambat dan ..." ujar Seno yang mulai panik. "Tenanglah dan serahkan pada Allah, hidup dan mati kita telah digariskan takdir, jika mbakmu memang memiliki umur panjang pasti akan berhasil kita selamatkan," sahut Ustadz Lukman menenangkan. "Semoga hujan segera berhenti, aku takut Mbak Sekar kenapa-kenapa," ujar Seno dengan tatapan sedih. Kedua pria malang itu hanya

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (6)

    Mendengar teriakan Sekar, Patih Arhan bergegas menyudahi persetubuhannya dengan Sulastri. Ia segera mengenakan pakaian tidurnya yang terbuat dari Sutra. "Sekar, sedang apa kau di sini? Apa kau tidak lelah, ini bahkan masih pagi?" "Aku hanya bosan, sebenarnya ingin sekali bertemu ibu, aku merindukannya." Patih Arhan tak tega melihat gadis yang dicintai terluka, akhirnya berniat untuk mengajaknya ke alam manusia. "Tunggu, kau telah memecahkan guci berisi arwah budakku!" Sulastri muncul menghentikan rencana Si Patih. Mendengar kemarahan Sulastri, pria tampan itu hanya mampu diam saja. "Dasar gadis gila! Kau sudah merusak guci kebanggaanku! Pengawal, seret gadis ini lalu masukkan ke kamarnya, jangan ada yang menjengukknya kecuali atas persetujuannku," titah Sulastri mengudara membuat seluruh penghuni istana mendengarnya. Sekar berteriak saat diseret oleh pengawal dan Patih Arhan tak mampu berbuat apapun. Beberapa jam kemudian tiba saatnya makan malam, jika di dunia manusia makan

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (5)

    "Kalian berasal dari mana?" ujar kakek bungkuk lalu membawa kami ke dalam gubuknya. Sebuah rumah tua beratap jerami berdinding bambu yang nampak tak kokoh serta ranjang bambu yang nampak tak nyaman, kakek tua itu sepertinya tinggal sendirian. "Aku akan mengijinkan kalian menginap hanya malam ini saja!" bentaknya lalu pergi ke luar. "Kakek, tunggu!" ujar Ustadz Lukman mengikuti sang kakek tapi anehnya pria tua itu hilang bak ditelan bumi. Kedua pria lajang itu memilih untuk tidur diatas ranjang dari bambu yang tak nyaman, mencoba memejamkan mata sebab lelah pasca perjalanan. Suara dengkuran mulai terdengar saling bersahutan. Keesokan paginya. "Seno cepat bangun!" teriak Ustadz Lukman dengan terbata-bata, hembusan nafasnya tak beraturan. Seno perlahan membuka matanya, kilau mentari menyilaukan, membuatnya sedikit mengusap matanya. "Astaghfirullah, kita di mana Ustadz?" Keduanya tertegun saat sekeliling mereka dipenuhi oleh pemakaman yang nampak terbengkalai. Rumput yang tin

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (4)

    Sekar hanya bisa melongo saat usahanya gagal untuk merayu Patih Arhan. Ia bergegas bangun dari tidurnya lalu melempar semua makanan yang tak pernah disentuhnya, sengaja tak makan karena masih ingin pulang ke alam manusia. "Sekar! Apa yang kau lakukan!" bentak Sulastri yang tiba-tiba muncu dari balik pintu. "Kau! Penculik sukmaku! Yang sengaja menawanku di sini! Aku ingin pulang! Masih ada ibu dan Seno yang menungguku!" teriaknya seperti anak kecil. Sulastri tertawa terbahak-bahak, dikira sang khodam tak tahu apa-apa. "Kau kira aku bodoh? Bukankah kau kesal karena Patih Arhan menolakmu bercinta? Sayang sekali, kau tidak bisa merasakan jamahannya, tidak sepertiku yang hampir tiap malam bercinta dengannya!" sahut Sulastri dengan nada meremehkan, sengaja membuat Sekar berang. Sekar hanya terdiam, wajahnya memerah menahan malu. Mungkin ia tak tahu jika seluruh pergerakannya mampu dibaca Sulastri, sang khodam pesinden yang kini memperlakukannya bagai budak. Sekar yang jengah akhirnya

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (3)

    Sekar sedang mengitari istana yang sangat luas. Ia tertegun melihat aktivitas yang dilakukan oleh bangsa jin di pagi hari. Mereka kebanyakan berdiam diri di rumah masing-masing dan akan berkeliaran saat malam. "Mengapa mereka seperti enggan terkena matahari?" Sekar bertanya pada pembantu istana yang sejak tadi menemaninya berkeliling, dia bernama Dira. "Kami bangsa jin aliran hitam tidak kuat jika terlalu lama berada di bawah sinar matahari Nona, mari kita segera kembali ke istana," ajak Dira sebelum tubuhnya terbakar. Mereka akhirnya tiba di gerbang utama untuk masuk istana, terlihat penjaga tengah bersiap siaga menjaga keamanan kerajaan. Sekar yang sengaja berkeliling untuk mencari celah untuk kabur, langkahnya terhenti saat mendengar suara desahan dari balik pintu yang tidak tertutup rapat. "Ahh ... Arhan, kenapa kau tak mau menjadi rajaku? Aku bahkan tidak bisa sehari saja tanpamu," ujar Sulastri diiringi desahan yang menggetarkan jiwa. "Sulastri, kau sudah tahu alasan

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (2)

    Akhirnya kedua pria itu memutuskan untuk menerima tumpangan dari orang asing. Senyum mereka di bibir pengemudi diringi dengan aroma mawar yang menguar membuat Seno dan Ustadz Lukman sedikit bergidik ngeri. Namun, rasa tak nyaman mereka abaikan karena gelap menyapa dan hujan turun dengan deras. "Kalau boleh tahu, untuk apa kalian menuju Gunung Slamet?" tanya pengemudi sambil melirik dari kaca spion. "Kami hanya ingin mengunjungi saudara yang kebetulan tinggal di daerah sana," sahut Ustadz Lukman sambil membenarkan pecinya. Tiba-tiba sang pengemudi tertawa kecil lalu berdeham untuk menghilangkan rasa canggungya. "Maaf Pak, setahu saya tidak ada desa atau penduduk di sekitar sana, memang ada desa terdekat berjarak 10 km dari gunung tua itu," ujar si pengemudi. "Maksudku memang desa itu," sahut Ustadz Lukman sedikit gagap. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, anehnya tidak ada mobil lain yang melintas seolah jalanan telah dimiliki oleh si pengemudi asing itu. Seno yang seorang

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (1)

    Aroma melati menguar, mulai tercium oleh Sekar. Gadis yang sejak tadi terlelap dalam balutan luka dan derita. Hidupnya tak mudah saat harus bertahan dalam pergulatan batin tentang cinta, keluarga dan moral. Matanya perlahan terbuka, terasa nyeri di sekujur tubuh. Meski kasur empuk tengah menyangga tubuhnya, nyatanya rasa nyaman tak mampu membasuh luka hati akibat kehilangan pria yang dicintainya. Masih terngiang peristiwa dramatis dalam hidupnya tentang Galih, dosen muda yang mengorbankan dirinya sendiri dalam ritual sesat pabrik garmen. Dari pada harus kehilangan kekasih, lebih baik mengorbankan diri. Peristiwa itu menjadi luka yang mungkin takkan pernah kering di hatinya. Belum usai duka pasca kehilangan sang dosen, Sekar harus merelakan kepergian Aryo yang memilih mengorbankan diri demi keselamatan mantan pacarnya! Kisah cinta Aryo dan Sekar sudah berakhir tapi tidak dengan hati yang masih saling tertaut meski bara tak sebesar dulu. Potongan kenangan indah tentang Aryo dan

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Akhir Kisah Aryo (12)

    Sementara itu di terowongan Arwah. Sekar tengah mengayuhkan selendang pemberian khodamnya, Sulastri untuk membunuh sukma Seruni. Tak ada pilihan lagi kecuali membunuh atau dibunuh. Dengan tarikan nafas panjang, mencoba mengakhiri hidup Seruni dengan cara melilitnya dengan selendang sakti, tiba-tiba kilatan cahaya membakar selendang itu! Dewi Kesuburan hadir di antara mereka. "Sekar, jangan senang dulu, musuhmu adalah aku, bukan dia!" teriak Sang Dewi dengan penuh amarah. Tanpa basa basi, ia terus menyerang Sekar hingga dia semakin terdesak, mulai kelelahan untuk melawan karena telah bertempur sejak tadi. Terdengar kilatan petir menyambar, hujan kembali turun setelah sempat mereda. Mulai terdengar suara lolongan anjing yang memekakkan telinga. Sekar merasa sudah mencapai batasnya. Saat Sang Dewi hendak mengayuhkan pukulan terakhirnya yang mampu melumpuhkan lawan tiba-tiba Aryo muncul menghadangnya, seolah ingin menyelamatkan Sekar. "Tidak... Aryo!" teriak Seruni. Gadis it

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Akhir Kisah Aryo (11)

    Kini telah terbaring lemah, Seruni, Sekar dan Aryo. Mereka bertiga hanyalah korban dendam masa lalu yang tak kunjung usai. Ketiganya tergeletak lemah di rumah sakit, ruangan yang berbeda-beda. "Bapak, Seruni muntah darah nggak berhenti" ujar Siti, kakaknya yang mulai gelisah. Slamet, ayah Seruni dan Siti kini dirundung penyesalan, tak menyangka jika persekutuannya dengan Dewi Kesuburan melanjutkan perjanjian Sari, ibunya, justru membawa malapetaka bagi keluarganya. "Maafkan ayah, Seruni," ucapnya lirih sambil terus memandang anaknya yang perlahan terbujur kaku. Tiba-tiba ayah Wiryo masuk ke dalam kamar Seruni di rawat, menarik lengan Slamet untuk keluar dari sana. Dengan nafas memburu, Wiryo hendak melayangkan pukulan tajamnya pada kades keji itu. Namun, usahanya dihalangi oleh Ustadz Lukman. Ia sengaja berada di tengah-tengah agar keduanya tak saling serang. "Pak Wiryo, tenanglah. Aryo sekarang berada di dua alam, antara hidup dan mati. Hanya doa yang bisa menyelamatkanny

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status