Share

Kehidupan Ara

"Lalu kamu akan kembali begitu saja? Bagaimana caramu bisa kembali ke tempat asal? Apakah kotak itu nanti akan menyedotmu kembali?"

Rasa penasaran menggerogotiku, karena ini pertama kalinya aku mengalami kejadian luar biasa seperti ini. Lubuk hatiku mengatakan kalau aku ingin dia tetap berada disini, walaupun hanya hari ini. Aku tidak ingin kembali meratapi kepergian nenek, dan kehadirannya cukup membuatku melupakan kesedihanku itu.

"Entahlah. Aku juga masih tidak paham dengan cara kerja kotak itu, selama ini aku hanya tiba-tiba tidur dan terbangun di dimensiku. Aku juga sudah bertanya kepada Miranda dan orang-orang sebelumnya, tapi jawaban mereka semua selalu sama. Mereka mengatakan kalau aku tiba-tiba menghilang begitu saja, dan kotak yang semula terbuka menjadi tertutup dengan sendirinya."

Aku seperti mendengar dongeng jika bukan Aurora yang mengatakannya, karena keberadaannya disini saat ini lebih tidak masuk akal dibanding ceritanya barusan. Dan jika benar dengan apa yang dia ceritakan, maka saat ini pun bisa saja dia tiba-tiba menghilang bukan.

"Apakah kamu tidak memiliki perkiraan? Mungkin dari pengalaman sebelum-sebelumnya, yang bisa kamu gunakan sebagai acuan atau dugaan seberapa lama kamu tinggal dan bagaimana kamu bisa kembali?"

Aku benar-benar berharap agar dia bisa tetap tinggal hari ini, masih banyak pula yang membuatku penasaran tentang dirinya maupun dimensi tempat tinggalnya. Jika dia tiba-tiba hilang dan kembali, aku tidak yakin kalau dia akan dengan senang hati menerima jika aku memanggilnya kembali.

"Aku sudah pernah mencoba memecahkan teka-teki tentang kedatanganku ke dimensi ini melalui buku itu, tapi dugaanku selalu menemui jalan buntu, karena tidak ada hal seperti ini yang bisa aku pelajari di dimensiku."

"Baiklah aku tidak akan menanyakan lagi hal yang kamu sendiri tidak tahu jawabannya, tapi apa boleh jika aku bertanya tentang kehidupan di dimensi tempat tinggalmu?"

"Baiklah. Tapi sebagai gantinya aku juga ingin tahu tentang dimensi ini, sudah berkali-kali aku datang ke dimensi ini tapi masih tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya."

"Jadi, aku boleh memanggilmu kembali jika kamu tiba-tiba menghilang?"

"Boleh saja. Asalkan tidak terlalu cepat, kamu sudah aku beri tahu bukan, kalau dimensiku berjalan lebih lambat dari dimensi ini?"

"Benar juga, aku hampir lupa dengan itu. Kalau begitu sekalian saja, kita pelajari tentang perbedaan waktu antara dimensimu dan dimensiku, kita juga bisa hitung berapa lama kamu berada di dimensi ini setelah buku itu terbuka."

"Itu bukan ide yang buruk, mungkin aku akan memiliki kemajuan dalam menyatukan teka-teki yang ada. Aku juga sangat penasaran sebenarnya tentang rahasia kotak itu."

"Baiklah, jadi kita sudah sepakat ya. Jika kamu menghilang aku akan memanggilmu 1 Minggu kemudian. Kamu bisa hitung berapa lama yang kamu habiskan di dimensimu."

"Itu bukan hal sulit, baiklah."

"Kalau begitu kita bisa ulangi dari awal, kamu bisa panggil aku Deffa."

Aku mengatakannya sambil mengulurkan tanganku, entah kenapa debaran jantungku lebih cepat dari biasanya ketika tangan Aurora membalas jabatan tanganku. Tangannya terasa sangat halus dan lembut, bahkan aku sangat ingin mengelusnya di pipiku. Tapi aku masih waras, jika aku melakukan sudah pasti kesepakatan kami barusan akan batal.

"Panggil saja aku Ara, kata Miranda terlalu panjang jika memanggil Aurora. Jadi panggil saja Ara jika terlalu sulit."

"Ara, nenek memberikan nama yang cantik untukmu. Nama itu sangat cocok untukmu."

"Terimakasih."

Dia terlihat tersipu karena pujianku, aku jadi gemas melihat wajahnya yang sedikit memerah. Sikap galaknya tadi sudah tidak terlihat, dan kini berubah menjadi sikap yang lemah lembut. Dan sikapnya itu membuatku semakin jatuh hati, dan membuat debaran jantungku menjadi tidak beraturan karenanya.

"Boleh aku bertanya tentang keluargamu? Bagaimana kehidupan sehari-hari disana?"

Aku mencoba mencari pembahasan, sekalian aku ingin menanyakan semua yang membuatku penasaran. Aku menatap lekat kepadanya, menunggunya menjawab pertanyaan yang baru saja aku lontarkan.

"Aku tidak memiliki orang tua, tapi aku memiliki seorang kakak perempuan yang menjadi pemimpin di dimensiku. Kakakku sangat berwibawa dan cerdas, jadi dia bisa menjadi pemimpin diusianya yang masih cukup muda."

"Apakah dimensimu sama luasnya seperti dimensiku? Disini terbagi menjadi beberapa negara bagian dan daerah-daerah kecil lainnya. Apakah Kakakmu menjadi pemimpin daerah atau pemimpin dimensi?"

Sungguh di luar nalar, jika membayangkan kalau kehidupan di sini juga berjalan di sana. Dunia tanpa ada seseorang pun yang memiliki nama, pasti akan sulit menjalaninya untuk mengurus berbagai macam dokumen.

"Sepertinya sama luasnya, tapi di tempatku hanya ada 1 pemimpin untuk semuanya. Kami mengajukan 1 kandidat di tiap wilayah dan mencari suara terbanyak untuk menjadi pemimpin. Dan kebetulan kakakku lah yang terpilih, dan jabatannya tidak akan hilang hingga kakakku gugur."

Aku takjub dengan ceritanya, bagaimana bisa ceritanya terdengar seperti dongeng fantasi? Bagaimana bisa satu dunia yang begitu luas dan besar, hanya memiliki satu pemimpin? Dan bagaimana bisa kakaknya yang katanya masih muda bisa menjadi pemimpin?

"Aku hanya menceritakan apa yang kamu tanyakan, aku tidak ada maksud untuk membual atau bahkan berniat menceritakan dongeng fantasi kepadamu!"

Damn. Lagi-lagi aku lupa kalau dia bisa membaca pikiranku, bahkan dari nada suaranya terdengar sangat kesal. Aku masih belum terbiasa dengan kelebihannya itu, bahkan aku merasa seperti ditelanjangi tapi secara kiasan tentunya. Bagaimana tidak, jika dia selalu tahu apa yang sedang aku pikirkan.

"Maaf, bukan maksudku meragukanmu. Hanya saja, aku masih tidak percaya jika ada dunia seperti itu di luar sana. Bahkan sampai sekarang aku masih belum benar-benar percaya kalau ada dimensi lain, selain dimensi tempat aku tinggal ini."

"Aku tahu, aku tadi hanya sedikit kesal karena kamu memikirkan banyak hal dan masih meragukanku. Tapi asal kamu tahu, kakakku menjadi pemimpin bukan tanpa alasan. Keluargaku memiliki kelebihan daripada orang lain, seperti aku yang memiliki kemampuan time traveler. Kakakku memiliki kemampuan yang jauh lebih hebat dari kemampuanku."

Kini aku mendengarkan dengan seksama,aku tidak ingin dia menjadi tersinggung lagi oleh sikapku seperti tadi.

"Benarkah? Lalu apa kemampuan kakakmu sehingga dia bisa menjadi satu-satunya pemimpin disana?"

Aku semakin tertarik dengan semua ceritanya, bahkan menurutku saat ini lebih seru dari sekedar menonton film. Mungkin ini akan memakan waktu yang panjang, untuk kami mengobrol dan mendengar ceritanya.

"Kakakku memiliki kemampuan influence, yang bahkan bisa mempengaruhi semua orang agar patuh kepadanya. Walaupun tanpa kekuatan itu, menurutku kakak masih pantas menjadi pemimpin karena kecerdasannya. Kakakku juga sangat tegas, tapi sangat menyayangiku dan selalu membelikan apapun yang aku mau."

"Sepertinya kamu sangat menyayangi kakakmu, berapa selisih umur kalian?"

"Aku dan kakak selisih 4 tahun. Aku sangat menyayanginya, karena selama ini aku tumbuh besar hanya bersamanya. Dan seperti yang ku katakan tadi, kalau kakakku selalu memberikan dan mengusahakan apapun yang aku mau."

"Kamu bilang kalau kakakmu cerdas, apakah di duniamu juga ada sekolah?"

Aku tidak bisa membayangkan, jika semua yang diceritakannya dari awal memang benar semua. Bagaimana sekolah bisa berjalan dengan murid yang tidak memiliki nama? Bahkan semua bisa saling membaca pikiran satu sama lain, bukankah itu bisa dikatakan curang jika sedang ujian?

"Kamu salah, kami memiliki kesadaran diri yang tinggi karena memiliki kemampuan ini. Untuk nama, kami tidak pernah ada masalah karena tidak memilikinya. Karena teknologi di tempat kami sudah sangat maju ditambah cara berkomunikasi kami lewat pikiran, jadi semua berjalan seperti biasa. Sedangkan saat ujian, kami disuntikkan salah satu obat yang membuat komunikasi dengan pikiran kami berhenti. Jadi semua ujian kami jalani dengan usaha sendiri."

Aku hanya bisa melongo mendengarkan penjelasannya, dari pertanyaan yang tadi hanya aku pikirkan. Aku jadi ingin sekali melihat dimensi tempat tinggalnya, karena terdengar sangat seru dan hebat. Kehidupan yang sangat berbeda jauh, dari yang selama ini aku jalani.

"Apa di tempatmu juga ada pernikahan dan pacaran? Kalau ada apakah kamu memiliki pacar?"

Sebenarnya aku hanya iseng menanyakan hal itu, karena aku sudah jatuh hati padanya pada pandangan pertama. Saat aku mengarahkan pandanganku kepadanya untuk melihat reaksinya, tiba-tiba aku dibuat kaget dengan apa yang aku lihat.

"Aurora?"

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status