Share

Kepedulian

Aku sudah menduga dengan respon yang akan Eli berikan, karena selama ini dialah yang bersikeras mencarikan dan mengenalkanku kepada perempuan kenalannya. Mungkin dia kasihan kepadaku karena selalu menjadi obat nyamuk, saat kami bertiga sedang berkumpul. Atau mungkin dia geram, melihatku yang tidak pernah tertarik dengan perempuan.

"Kamu tidak mengenalnya, aku juga baru bertemu dengannya sekali. Aku akan menceritakannya lain kali, tidak sekarang. Jadi kamu harus berhenti mengenalkanku kepada teman-temanmu."

Aku menekankan kepada Eli, agar dia berhenti untuk terus menjodohkanku. Sedangkan Bima tidak terlalu ikut campur selama ini, mungkin dia yang sangat paham dengan pikiranku. Jadi dia tidak pernah memaksaku, atau bertanya tentang wanita kepadaku. Itulah mengapa aku mengatakan kalau mereka saling melengkapi, Bima selalu bersikap lembut dan tenang jika dihadapan Eli.

"Baiklah. Tapi jika kamu terlalu lama mengenalkannya kepada kami, aku akan menjodohkanmu lagi nanti."

Eli tampak masih belum mau kalah, jika dia tidak mendapatkan bukti langsung. Walaupun sepertinya akan sulit untukku membuktikan kepada mereka, tapi aku akan mencoba membicarakan hal ini kepada Ara nanti.

"Aku baru tahu kalau kamu bertemu dengan seorang wanita Def?"

Deg...

Aku lupa jika memang tidak menceritakan kepada semua orang, itu juga termasuk Bima. Padahal selama ini Bima selalu menceritakan segalanya kepadaku, dan aku selalu jadi tempat pertama untuknya untuk bercerita. Walaupun kini sudah sedikit tergantikan oleh Eli, namun tetap Bima masih mengandalkanku dan bercerita kepadaku. Aku merasa bersalah kepadanya, tapi itu juga karena aku sudah berjanji kepada Ara.

"Maafkan aku, Bim. Aku memang belum sempat menceritakannya padamu. Jadi aku baru bisa cerita sekarang."

"Memang kapan kalian bertemu? Dan dimana?"

"Aku benar-benar ingin menceritakannya kepada kalian, tapi tidak sekarang. Beri aku waktu agar aku bisa bercerita jujur kepada kalian."

"Memang kenapa tidak cerita sekarang saja?"

"Nanti jika sudah pasti, aku akan mengenalkan kalian kepadanya. Tapi aku belum bisa cerita sekarang."

"Sok misterius kamu Def."

"Biar kalian penasaran. Sebenarnya aku sengaja agar nanti Bima tidak berpaling dari kamu El, kan gak lucu kalau Bima jadi tertarik sama cewek yang aku taksir kan?"

Aku mengatakannya sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigiku. Aku sengaja membuat lelucon, agar mereka tidak bertanya tentang hal yang sama lagi setelah ini.

"Sialan kamu, Def. Emang kamu kira aku cowok apa, gak lihat kalau sahabatmu ini cowok paling setia."

"Gak lihat tuh. El, kamu lihat gak?"

Aku pura-pura tidak melihat Bima, yang duduk di sampingku. Bima yang tidak terima langsung merangkul pundak dan menjepit leherku, aku teriak berpura-pura kesakitan mengikuti candaannya. Sedangkan Eli melihat kami sambil menggelengkan kepala, dan menahan tawanya. Kamipun tertawa bersama setelah itu, kemudian membahas topik obrolan yang lain, sambil membakar dan menikmati daging yang tadi aku dan Bima beli.

Setelah selesai dengan daging, aku dan Bima membuka camilan dan memakannya sambil membahas kenangan masa kuliah dulu. Sedangkan Eli yang suka makanan manis langsung menyerbu kue tart, yang disiapkan untuk kejutannya tadi.

Berkumpul bersama mereka, memang salah satu saat yang membahagiakan untukku. Kepedulian kami kepada satu sama lain, sudah seperti kepedulian kepada keluarga sendiri. Padahal keluargaku satu-satunya yang tersisa, malah tidak ada rasa peduli sama sekali kepadaku.

Malam ini kami habiskan untuk mengobrol sepuasnya, untunglah besok hari minggu jadi kami bisa menikmati malam ini. Entah sejak kapan, aku dan Eli pun juga ikut nyambung jika bercanda. Padahal tanggapanku tentang Eli di awal kurang bagus, tapi semakin Bima dekat dengannya, tanggapanku terhadap Eli juga perlahan mulai berubah.

Aku dan Eli akhirnya menginap di rumah Bima, tentu aku yang tidur dengan Bima di kamar satunya sedangkan Eli yang tidur di kamar Bima. Kami sudah sering menginap disini, karena rumah Bima memiliki atap yang sangat nyaman untuk berkumpul. Jadi berkumpul dan menginap disini juga sudah menjadi kebiasaan bagi kami.

"Deffa, terima kasih buat hari ini. Aku berhutang banyak padamu."

Tiba-tiba Bima berbicara, disaat aku hampir memejamkan mata. Akupun tersenyum, mendengarnya mengatakan hal yang menggelikan seperti itu.

"Hutang apa yang kamu maksud? Jangan mengatakan hal yang menggelikan, Bim."

"Aku juga sebenarnya geli mengatakannya, tapi aku benar-benar bersyukur punya sahabat seperti kamu, Def."

"Kamu membuatku merinding, Bim. Sudah tidur sana! Setelah ini masih banyak hal yang harus kamu persiapkan, bukan?"

"Ah, benar juga. Setelah ini pasti ada pertemuan keluarga, aku akan bertemu calon mertuaku. Apakah aku layak bersama dengan Eli, Def?"

Melihat Bima yang seketika panik, membuatku sedikit senang karena melihat tingkahnya yang lucu dari samping.

"Kalian pasangan yang saling melengkapi satu sama lain, sudah pasti kamu pantas bersama Eli, Bim. Mana Bima yang selalu percaya diri saat di perusahaan?"

"Entahlah, Def. Terkadang aku merasa tidak pantas, tapi disisi lain aku sangat yakin untuk menjadikan Eli istriku."

"Sudahlah, Bim. Ikuti kata hatimu, jangan mendengar pandangan orang lain yang tidak tahu apa-apa tentang kalian berdua. Menurutku kamu jauh lebih baik dari kata pantas."

"Thanks, Def."

Aku tidak menjawabi ucapan terakhir Bima, karena aku merasa seharusnya akulah yang mengatakan ucapan itu. Jika bukan karenanya, aku juga tidak akan berada di posisi saat ini. Dan aku jauh lebih bersyukur, memiliki sahabat sepertinya sampai saat ini.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status