Share

Kepedulian

Author: Deschya.77
last update Last Updated: 2023-01-30 22:19:06

Aku sudah menduga dengan respon yang akan Eli berikan, karena selama ini dialah yang bersikeras mencarikan dan mengenalkanku kepada perempuan kenalannya. Mungkin dia kasihan kepadaku karena selalu menjadi obat nyamuk, saat kami bertiga sedang berkumpul. Atau mungkin dia geram, melihatku yang tidak pernah tertarik dengan perempuan.

"Kamu tidak mengenalnya, aku juga baru bertemu dengannya sekali. Aku akan menceritakannya lain kali, tidak sekarang. Jadi kamu harus berhenti mengenalkanku kepada teman-temanmu."

Aku menekankan kepada Eli, agar dia berhenti untuk terus menjodohkanku. Sedangkan Bima tidak terlalu ikut campur selama ini, mungkin dia yang sangat paham dengan pikiranku. Jadi dia tidak pernah memaksaku, atau bertanya tentang wanita kepadaku. Itulah mengapa aku mengatakan kalau mereka saling melengkapi, Bima selalu bersikap lembut dan tenang jika dihadapan Eli.

"Baiklah. Tapi jika kamu terlalu lama mengenalkannya kepada kami, aku akan menjodohkanmu lagi nanti."

Eli tampak masih belum mau kalah, jika dia tidak mendapatkan bukti langsung. Walaupun sepertinya akan sulit untukku membuktikan kepada mereka, tapi aku akan mencoba membicarakan hal ini kepada Ara nanti.

"Aku baru tahu kalau kamu bertemu dengan seorang wanita Def?"

Deg...

Aku lupa jika memang tidak menceritakan kepada semua orang, itu juga termasuk Bima. Padahal selama ini Bima selalu menceritakan segalanya kepadaku, dan aku selalu jadi tempat pertama untuknya untuk bercerita. Walaupun kini sudah sedikit tergantikan oleh Eli, namun tetap Bima masih mengandalkanku dan bercerita kepadaku. Aku merasa bersalah kepadanya, tapi itu juga karena aku sudah berjanji kepada Ara.

"Maafkan aku, Bim. Aku memang belum sempat menceritakannya padamu. Jadi aku baru bisa cerita sekarang."

"Memang kapan kalian bertemu? Dan dimana?"

"Aku benar-benar ingin menceritakannya kepada kalian, tapi tidak sekarang. Beri aku waktu agar aku bisa bercerita jujur kepada kalian."

"Memang kenapa tidak cerita sekarang saja?"

"Nanti jika sudah pasti, aku akan mengenalkan kalian kepadanya. Tapi aku belum bisa cerita sekarang."

"Sok misterius kamu Def."

"Biar kalian penasaran. Sebenarnya aku sengaja agar nanti Bima tidak berpaling dari kamu El, kan gak lucu kalau Bima jadi tertarik sama cewek yang aku taksir kan?"

Aku mengatakannya sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigiku. Aku sengaja membuat lelucon, agar mereka tidak bertanya tentang hal yang sama lagi setelah ini.

"Sialan kamu, Def. Emang kamu kira aku cowok apa, gak lihat kalau sahabatmu ini cowok paling setia."

"Gak lihat tuh. El, kamu lihat gak?"

Aku pura-pura tidak melihat Bima, yang duduk di sampingku. Bima yang tidak terima langsung merangkul pundak dan menjepit leherku, aku teriak berpura-pura kesakitan mengikuti candaannya. Sedangkan Eli melihat kami sambil menggelengkan kepala, dan menahan tawanya. Kamipun tertawa bersama setelah itu, kemudian membahas topik obrolan yang lain, sambil membakar dan menikmati daging yang tadi aku dan Bima beli.

Setelah selesai dengan daging, aku dan Bima membuka camilan dan memakannya sambil membahas kenangan masa kuliah dulu. Sedangkan Eli yang suka makanan manis langsung menyerbu kue tart, yang disiapkan untuk kejutannya tadi.

Berkumpul bersama mereka, memang salah satu saat yang membahagiakan untukku. Kepedulian kami kepada satu sama lain, sudah seperti kepedulian kepada keluarga sendiri. Padahal keluargaku satu-satunya yang tersisa, malah tidak ada rasa peduli sama sekali kepadaku.

Malam ini kami habiskan untuk mengobrol sepuasnya, untunglah besok hari minggu jadi kami bisa menikmati malam ini. Entah sejak kapan, aku dan Eli pun juga ikut nyambung jika bercanda. Padahal tanggapanku tentang Eli di awal kurang bagus, tapi semakin Bima dekat dengannya, tanggapanku terhadap Eli juga perlahan mulai berubah.

Aku dan Eli akhirnya menginap di rumah Bima, tentu aku yang tidur dengan Bima di kamar satunya sedangkan Eli yang tidur di kamar Bima. Kami sudah sering menginap disini, karena rumah Bima memiliki atap yang sangat nyaman untuk berkumpul. Jadi berkumpul dan menginap disini juga sudah menjadi kebiasaan bagi kami.

"Deffa, terima kasih buat hari ini. Aku berhutang banyak padamu."

Tiba-tiba Bima berbicara, disaat aku hampir memejamkan mata. Akupun tersenyum, mendengarnya mengatakan hal yang menggelikan seperti itu.

"Hutang apa yang kamu maksud? Jangan mengatakan hal yang menggelikan, Bim."

"Aku juga sebenarnya geli mengatakannya, tapi aku benar-benar bersyukur punya sahabat seperti kamu, Def."

"Kamu membuatku merinding, Bim. Sudah tidur sana! Setelah ini masih banyak hal yang harus kamu persiapkan, bukan?"

"Ah, benar juga. Setelah ini pasti ada pertemuan keluarga, aku akan bertemu calon mertuaku. Apakah aku layak bersama dengan Eli, Def?"

Melihat Bima yang seketika panik, membuatku sedikit senang karena melihat tingkahnya yang lucu dari samping.

"Kalian pasangan yang saling melengkapi satu sama lain, sudah pasti kamu pantas bersama Eli, Bim. Mana Bima yang selalu percaya diri saat di perusahaan?"

"Entahlah, Def. Terkadang aku merasa tidak pantas, tapi disisi lain aku sangat yakin untuk menjadikan Eli istriku."

"Sudahlah, Bim. Ikuti kata hatimu, jangan mendengar pandangan orang lain yang tidak tahu apa-apa tentang kalian berdua. Menurutku kamu jauh lebih baik dari kata pantas."

"Thanks, Def."

Aku tidak menjawabi ucapan terakhir Bima, karena aku merasa seharusnya akulah yang mengatakan ucapan itu. Jika bukan karenanya, aku juga tidak akan berada di posisi saat ini. Dan aku jauh lebih bersyukur, memiliki sahabat sepertinya sampai saat ini.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Kebersamaan

    "Bukankah tidak masalah, kitakan suami istri, Ara," ucapku dengan nada menggoda."Tetap saja... Aku malu, Deffa. Kamu tidak mengatakan apa-apa sebelumnya."Jawaban Ara malah membuatku semakin semangat untuk menggodanya, wajah merahnya terlihat sangat menggemaskan saat ini."Jadi kalau aku bilang sebelumnya, kamu akan mengizinkannya?" tanyaku semakin menggoda Ara."Emb... Entahlah! Kamu benar-benar jahat, Deffa!""Kenapa aku yang jahat? Aku hanya bertanya, Ara," jawabku membela diri.Namun ucapanku tidak dihiraukan olehnya, dan aku hanya bisa membujuknya untuk tidak marah kepadaku. Ara langsung keluar dari ruang kesehatan, tanpa memperdulikan panggilanku.Entah Ara benar-benar marah, atau dia hanya menyembunyikan rasa malunya dariku. Tapi aku tidak ingin terlalu lama seperti ini, padahal aku sudah sangat bahagia bisa bersama dengannya terus seperti ini.Saat aku menyusulnya keluar dari ruang istirahat, ternyata Ara kembali membaca buku catatan selanjutnya. Aku mencoba mendekatinya, dan

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Keberanian Yang Muncul

    Aku mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan melihat tulisan yang ada di buku itu. kemudian membacanya dengan suara yang cukup lantang, sesuai apa yang diminta olehnya."Semua penerus dari masing-masing dimensi, akan melanjutkan penelitian untuk menciptakan dunia yang indah bagi semua dimensi.""Bukankah penelitian itu yang dimaksud dalam buku ramalan tadi, Deffa?""Sepertinya benar, Ara. Dan hasil penelitian itu, hanya bisa membuat bumi yang memiliki tanaman dan hewan semakin berkembang dengan api dan teknologi. Sedangkan di dimensi Eunoia sudah memiliki satu jenis 'Non Human', mungkin itu juga hasil penelitian itu.""Jadi hanya pemilik api, yang belum bisa mendapatkan manfaat dari penelitian. Dan menjadikan mereka marah dan menghentikan penelitian itu?""Entahlah, Ara. Kita tidak bisa menilai hanya seperti itu, aku merasa tidak mungkin hanya itu akar dari permasalah ini. Jika memang hanya itu, tidak mungkin semua terasa rumit seperti ini."Kami sama-sama diam dengan pikiran masing-masing

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Buku Catatan

    Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Ara, entah karena aku terlalu fokus dengan buku ini atau masih memikirkan tulisan terakhir itu. Aku menatap Ara berusaha tersenyum untuk menyembunyikan perasaanku saat ini, agar terlihat seperti biasa saja."Aku baik-baik saja, Ara. Lebih baik kita lanjutkan membacanya. Bagaimana kalau kita lanjut dengan buku rangkuman yang kamu temukan?""Sebenarnya aku menemukan rangkuman yang lain, Deffa. Setiap keturunan dari dimensi Eunoia, sepertinya memiliki buku catatan itu.""Mengapa hanya dimensi Eunoia yang memilikinya? Apakah orang tuaku tidak meninggalkan catatan apapun?""Entahlah, aku hanya menemukan buku-buku ini, Deffa."Aku melihat semua buku yang ditemukan oleh Ara, sambil memperhatikan dengan seksama. Mereka memiliki bentuk fisik yang hampir sama, yang membedakan hanyalah angka yang sepertinya nomor urut yang tertulis bersebelahan dengan tulisan 'Summary' dan bahan kertas yang digunakannya.Ternyata apa yang dikatakan oleh Ara benar, mungkin b

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Ramalan Kehancuran

    Ara menunjuk sebuah lukisan yang terpajang di salah satu dinding, dalam lukisan itu tergambar lambang yang ada di ujung kunci dan pintu masuk ruangan. Namun yang membedakan, lambang itu terlihat lebih jelas dengan tiga dimensi yang menjadi lambang utamanya."Jadi arti lambang itu adalah penggabungan tiga dimensi?""Sepertinya begitu, Deffa. Lebih baik kita mencari tempat terlebih dahulu, untuk membaca buku-buku yang sudah kita temukan tadi.""Iya, Ara. Lebih baik kita mengetahui semua hal terlebih dahulu, daripada kita hanya menebak-nebak semuanya."Aku dan Ara berjalan menuju salah satu meja yang cukup luas, kemudian meletakkan semua buku yang kami bawa di atasnya. Ternyata buku yang kami kumpulkan lumayan banyak, karena masing-masing dari kami menemukan cukup banyak buku yang bersangkutan."Kita akan membaca dari buku yang mana?""Bagaimana menurutmu, Ara? Apa lebih baik kita membaca hal baik atau hal buruk terlebih dahulu?""Emb... Lebih baik kita ketahui hal buruknya terlebih dahu

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Semua Petunjuk

    Aku mendekat ke arah Ara, yang saat ini berada di depan meja di ujung ruangan ini. Tatapannya mengarah ke dalam laci meja yang sudah dibukanya, sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arahku untuk segera datang."Apa yang kamu temukan, Ara?" tanyaku sambil melihat ke dalam laci meja itu."Sepertinya ini sebuah buku catatan, Deffa. Terlihat disana tertulis 'Summary' di sudut sampulnya, bukankah itu tandanya itu sebuah rangkuman?""Sepertinya dugaanmu benar, Ara. Bisa jadi kita bisa tahu apa yang terjadi kepada orang tua kita, dan kita tahu permasalahan apa yang akan kita hadapi."Dugaanku untuk mencari petunjuk di ruangan ini sepertinya tepat, karena semua petunjuk hampir kami temukan semuanya. Dalam hati aku sungguh berharap jika hal yang akan kami hadapi bukanlah hal yang berbahaya, tapi mengingat kematian kedua orang tuaku yang begitu tiba-tiba membuatku ragu akan hal itu."Sebenarnya aku juga menemukan sesuatu, Ara. Tapi aku tidak yakin kalau ini hal bagus, aku menjadi memiliki

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Ruang Kerja

    "Sepertinya benar, Ara. Tapi entah kenapa aku merasa ruangan ini berbeda, daripada ruangan yang aku ingat saat kecil.""Aku juga merasa seperti itu, Deffa. Apa kita salah ruangan?""Aku yakin kalau ini ruangannya, Ara. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di sini."Aku melihat sekitar, ruangan ini hanya terlihat seperti perpustakaan yang ada di bumi. Di dalam sini terasa hangat, padahal tidak ada yang pernah masuk ke dalam ruangan ini setelah kepergian orang tua kami.Aku berusaha mencari sesuatu yang tampak aneh, namun cukup lama aku melihat hingga sudut-sudut ruangan tetap tidak menemukan keanehan itu. Sedangkan Ara malah tertarik dengan sebuah buku, dan dia kini sedang membacanya dengan wajah yang tampak serius."Buku apa yang kamu baca, Ara?""Deffa, lihatlah! Sepertinya buku ini menceritakan tentang kita dan keluarga kita."Aku sedikit ragu dengan apa yang dikatakan oleh Ara, karena tidak mungkin sebuah buku dibuat untuk menceritakan keluarga kami. Tapi melihat sampul buku saat Ara

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Jam Tangan Dimensi

    Ara langsung berlari ke arahku, untuk melihat benda yang aku maksudkan. Dan saat dia melihat benda itu, sepertinya memang dia mengingat benda ini. Walaupun benda ini lebih berguna untuk Ara, dibandingkan aku yang menggunakannya."Deffa, ini kan jam tangan dimensi. Apa benar ini bisa menjadi petunjuk? Padahal aku selalu memakainya saat di dimensi Eunoia, karena kakak terus menyuruhku memakainya.""Jadi kamu tidak ingat fungsi dari jam ini, Ara?""Aku hanya ingat kalau itu jam tangan dimensi, emb... Sepertinya aku masih tidak ingat kalau tentang fungsinya."Aku cukup bingung dengan jawaban yang dia berikan, padahal kini aku paham dengan semua keganjilan tentang Ara karena jam ini. Benda itu tidak jauh berbeda, dengan jam tangan digital yang ada di bumi. Namun fungsi dari jam ini sangat luar biasa, karena dapat menyesuaikan waktu dengan tempat yang sudah diaturkan ke dalamnya.Sepertinya jam ini sudah di atur dengan waktu Bumi, yang membuatku akhirnya bisa menerima dengan perbedaan usia

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Masa Kecil

    "Deffa! Bangunlah!"Suara Ara seperti menarikku dari kegelapan, dan akhirnya aku terbangun dan mendapati Ara sedang ada di hadapanku dengan tatapan khawatirnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi tadi, kenyataan yang membuatku tidak bisa berpikir secara rasional lagi."Kamu tidak apa-apa, Ara?""Aku baik-baik saja sekarang, Deffa. Tapi tadi benar-benar terasa sangat menyakitkan, tapi entah kenapa sekarang perasaan itu sudah tidak bersisa.""Sekarang kamu juga bisa mengingat semuanya?"Ara mengangguk menjawab pertanyaanku, sambil tersenyum simpul dan wajahnya sedikit memerah. Bagaimana tidak jika ternyata kami sudah menikah saat kecil, itu kesepakatan dari kedua orang tua kami. Walaupun pada akhirnya, orang tua kami jugalah yang memisahkan kami dan membuat kami kehilangan semua ingatan itu."Emb... Jadi sebenarnya kita suami istri... emb... maksudku..." Aku mengatakannya dengan tergagap, namun langsung dipotong oleh Ara."Iya, Deffa. Kita suami istri, tapi sepertinya kita bisa membahas

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Membuka Kotak

    "Deffa! Maaf aku malah ketiduran barusan!""Tidak apa-apa, Ara. Kamu pasti juga kelelahan, karena memasak juga. Kemarilah! Kita buka kotak ini sekarang."Ara turun dari tempat tidur, dan duduk di bawah tepat di sampingku menghadap kotak. Aku benar-benar penasaran, ragu dan takut disaat yang bersamaan. Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan tanganku sudah berkeringat dingin karena cemas. Padahal saat ini aku baru memegang kotak itu, belum mencoba untuk membukanya.Tiba-tiba perasaanku merasa lebih tenang, saat tangan Ara menggenggam tanganku. Entah dia bisa membaca pikiranku saat ini, atau dia melihat ekspresi cemasku yang menurutku akan terlihat dengan jelas. Tapi perlakuan Ara ini benar-benar memberiku kekuatan untuk lebih berani, entah apa yang aku hadapi setelah ini, selama itu bersama Ara sepertinya aku akan sanggup menghadapinya.Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itu yang aku rasakan. Mungkin aku bisa menjadi lebih berani, karena berpikir kalau aku tidak sendiri. Dan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status