Share

Surprise & Lamaran

Author: Deschya.77
last update Last Updated: 2023-01-30 14:33:37

"Deffa! Ini pasti perbuatanmu kan?"

Aku baru ingat ingin memberikan kejutan untuknya, untunglah respon Bima selalu membuatku senang. Dia gampang terharu dengan hal-hal sepele, padahal kalau sedang di perusahaan dia terlihat sangat tegas dan berwibawa. Saat ini dia terlihat sudah sangat berkaca-kaca, hanya dengan kejutan dariku yang menyewa orang untuk menata ruangan atap ini. Ya walaupun sedikit berlebihan dari bayanganku sebenarnya, karena aku bilang untuk sahabat yang akan melamar pacarnya. Mungkin memang menyesuaikan budget yang aku berikan kepada pihak vendor, sehingga semua tampak sangat istimewa.

"Ya, memang aku yang memesannya. Aku sudah mengira kamu tidak akan memikirkan untuk menghias tempat ini, atau kamu hanya akan menata seadanya bukan."

"Tapi apa ini tidak terlalu berlebihan?"

"Tidak ada yang berlebihan, ini salah satu hari istimewa bagi sahabatku yang akan melamar pacarnya. Bagaimana bisa aku hanya diam saja dan tidak melakukan apapun, ya walaupun bukan aku sendiri yang mengerjakannya, dan hanya menyuruh orang untuk mengatur ini semua."

"Aku tidak tahu harus berkata apa, kamu memang sahabat terbaikku Def."

Bima memelukku dengan sangat erat, setelah meletakkan semua barang bawaannya. Walau bagaimanapun aku sudah menganggap Bima satu-satunya keluargaku saat ini, aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuknya. Dia jugalah yang membantuku untuk merintis perusahaanku dulu, dan diapun langsung mau bekerja menjadi sekertarisku setelah lulus kuliah. Padahal dia sudah mendapat tawaran di perusahaan besar karena kecerdasannya, tapi langsung ditolaknya demi mengambil tawaran dariku.

Korden putih yang menjuntai menghias ruangan ini, sedangkan lampu sudah dipadamkan digantikan cahaya lilin yang di tata seperti jalan dan mengarah ke tengah, menuju lilin yang membentuk hati dengan taburan kelopak bunga mawar merah di tengahnya. Eli mengabari kalau dia sudah sampai dan bersiap naik ke atas, jadi kami sudah bersiap di tempat masing-masing.

Eli terlihat kaget ketika masuk ke atap, melihat cahaya lilin yang berjejer dan berjalan mengikuti arahnya hingga sampai di tengah. Bima membawa kue dan buket bunga, sedangkan aku bertugas menyiapkan kamera untuk mengabadikan momen itu serta membawakan cincinnya. Kami menyayikan lagu happy birthday secara bersamaan, di sambut tatapan kaget dan haru dari Eli.

"Kalian menyiapkan ini untukku? Terimakasih sayang, terimakasih Deffa. Aku tidak tahu harus bilang apa lagi."

Aku melihat Eli meneteskan air mata bahagianya, aku hanya tersenyum dan mengangguk untuk menanggapinya. Sedangkan Bima menyerahkan buket bunga kepada Eli, dan memintanya untuk membuat permintaan sebelum meniup lilin. Lampu belum dinyalakan, sehingga Eli masih belum tahu kalau masih ada lanjutan kejutan untuknya.

Setelah kue di letakkan oleh Bayu, itu tanda untukku menyalakan musik pengiring dan menyalakan lampu. Eli semakin terkejut dengan hiasan yang sudah disiapkan, aku mengeluarkan kotak cincin dan menyerahkannya kepada Bima. Dia langsung mengambil cincin itu, dan berlutut di hadapan Eli. Aku merasakan betapa gugupnya Bima saat ini, padahal aku hanya penonton dan tidak merasakannya langsung.

"Sayang, terimakasih sudah menemaniku selama lima tahun ini. Aku sungguh bersyukur telah dipertemukan dengan wanita kuat dan pemberani, yang selalu dapat memahami apapun kondisiku selama lima tahun ini juga. Aku berharap wanita ini dapat terus menemaniku dan saling memahami untuk seterusnya. Sayang, Will You Merry me?"

Aku takjub dengan kalimat yang sudah di susun oleh Bima, bahkan aku sendiri tidak menyangka dia bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Aku yakin setelah ini akan ada adegan mesra, dan sebelum itu terjadi aku lebih dulu menyingkir dari atap. Aku tahu mereka membutuhkan waktu untuk berdua lebih dahulu, untuk menikmati moment itu bersama. Sebenarnya itu hanya salah satu alasan, karena sebenarnya aku hanya tidak ingin menjadi obat nyamuk diantara mereka.

Setelah sekitar lima belas menit aku ada di tangga, mereka memanggilku untuk ikut berkumpul bersama mereka. Melihat tatapan bahagia mereka, dan kelengketan tubuh mereka, aku yakin kalau lamaran itu berhasil. Aku ikut bahagia melihat kebahagiaan yang mereka pancarkan, apalagi aku juga sudah menjadi saksi hidup kisah perjalanan cinta mereka.

"Apakah usahaku tidak sia-sia?"

Aku menanyakan untuk menggoda mereka, dan Eli hanya menjawab dengan anggukan malu dan tersipu.

"Sekali lagi, terima kasih Def. Aku tidak akan melupakan semua bantuanmu hari ini."

"Santai saja Bim, buat sahabatku ini apapun akan aku lakukan. Yang penting jangan lupakan aku setelah kalian menikah nanti, okay?"

"Tentu saja, tidak akan ada yang berubah walaupun kami nanti menikah Def." Eli yang ganti menjawabnya.

"Kalian bilang begitu sekarang, coba nanti kalau kalian sudah punya anak. Pasti aku akan dilupakan."

"Maka dari itu, kamu kapan cari pasangan? Jangan jomblo terus, banyak cewek yang ngejar-ngejar kamu juga kan. Kasihan kalau mereka dianggurin terus."

Eli kembali mengucapkan kalimat andalannya, dia selalu menyuruhku bertemu dan menjalin hubungan dengan wanita yang tertarik padaku. Padahal aku tidak merasa ada yang istimewa dari wanita-wanita itu, yang aku rasa mereka bukan menyukaiku tapi menyukai harta dan statusku. Aku tidak bisa menjalin hubungan begitu saja, karena walaupun dibilang kolot aku masih ingin menjalin hubungan sekali seumur hidup.

Aku merasa akan ada takdir yang benar-benar ditujukan untukku, dan saat ini aku merasakannya saat bertemu dengan Ara. Walaupun kami dipisahkan antar ruang dan waktu, dan aku sendiri pun tidak yakin bisa bersama dengannya. Tapi perasaan ini baru pertama kali ini aku rasakan, dan perasaan ini benar-benar nyata untukku.

"Sebenarnya sudah ada wanita yang menarik perhatianku, dan aku jatuh cinta pada pandangan pertama padanya."

"Benarkah Def? Siapa wanita itu? Apa aku kenal?"

Eli terlihat sangat bersemangat untuk bertanya lebih banyak.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Kebersamaan

    "Bukankah tidak masalah, kitakan suami istri, Ara," ucapku dengan nada menggoda."Tetap saja... Aku malu, Deffa. Kamu tidak mengatakan apa-apa sebelumnya."Jawaban Ara malah membuatku semakin semangat untuk menggodanya, wajah merahnya terlihat sangat menggemaskan saat ini."Jadi kalau aku bilang sebelumnya, kamu akan mengizinkannya?" tanyaku semakin menggoda Ara."Emb... Entahlah! Kamu benar-benar jahat, Deffa!""Kenapa aku yang jahat? Aku hanya bertanya, Ara," jawabku membela diri.Namun ucapanku tidak dihiraukan olehnya, dan aku hanya bisa membujuknya untuk tidak marah kepadaku. Ara langsung keluar dari ruang kesehatan, tanpa memperdulikan panggilanku.Entah Ara benar-benar marah, atau dia hanya menyembunyikan rasa malunya dariku. Tapi aku tidak ingin terlalu lama seperti ini, padahal aku sudah sangat bahagia bisa bersama dengannya terus seperti ini.Saat aku menyusulnya keluar dari ruang istirahat, ternyata Ara kembali membaca buku catatan selanjutnya. Aku mencoba mendekatinya, dan

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Keberanian Yang Muncul

    Aku mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan melihat tulisan yang ada di buku itu. kemudian membacanya dengan suara yang cukup lantang, sesuai apa yang diminta olehnya."Semua penerus dari masing-masing dimensi, akan melanjutkan penelitian untuk menciptakan dunia yang indah bagi semua dimensi.""Bukankah penelitian itu yang dimaksud dalam buku ramalan tadi, Deffa?""Sepertinya benar, Ara. Dan hasil penelitian itu, hanya bisa membuat bumi yang memiliki tanaman dan hewan semakin berkembang dengan api dan teknologi. Sedangkan di dimensi Eunoia sudah memiliki satu jenis 'Non Human', mungkin itu juga hasil penelitian itu.""Jadi hanya pemilik api, yang belum bisa mendapatkan manfaat dari penelitian. Dan menjadikan mereka marah dan menghentikan penelitian itu?""Entahlah, Ara. Kita tidak bisa menilai hanya seperti itu, aku merasa tidak mungkin hanya itu akar dari permasalah ini. Jika memang hanya itu, tidak mungkin semua terasa rumit seperti ini."Kami sama-sama diam dengan pikiran masing-masing

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Buku Catatan

    Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Ara, entah karena aku terlalu fokus dengan buku ini atau masih memikirkan tulisan terakhir itu. Aku menatap Ara berusaha tersenyum untuk menyembunyikan perasaanku saat ini, agar terlihat seperti biasa saja."Aku baik-baik saja, Ara. Lebih baik kita lanjutkan membacanya. Bagaimana kalau kita lanjut dengan buku rangkuman yang kamu temukan?""Sebenarnya aku menemukan rangkuman yang lain, Deffa. Setiap keturunan dari dimensi Eunoia, sepertinya memiliki buku catatan itu.""Mengapa hanya dimensi Eunoia yang memilikinya? Apakah orang tuaku tidak meninggalkan catatan apapun?""Entahlah, aku hanya menemukan buku-buku ini, Deffa."Aku melihat semua buku yang ditemukan oleh Ara, sambil memperhatikan dengan seksama. Mereka memiliki bentuk fisik yang hampir sama, yang membedakan hanyalah angka yang sepertinya nomor urut yang tertulis bersebelahan dengan tulisan 'Summary' dan bahan kertas yang digunakannya.Ternyata apa yang dikatakan oleh Ara benar, mungkin b

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Ramalan Kehancuran

    Ara menunjuk sebuah lukisan yang terpajang di salah satu dinding, dalam lukisan itu tergambar lambang yang ada di ujung kunci dan pintu masuk ruangan. Namun yang membedakan, lambang itu terlihat lebih jelas dengan tiga dimensi yang menjadi lambang utamanya."Jadi arti lambang itu adalah penggabungan tiga dimensi?""Sepertinya begitu, Deffa. Lebih baik kita mencari tempat terlebih dahulu, untuk membaca buku-buku yang sudah kita temukan tadi.""Iya, Ara. Lebih baik kita mengetahui semua hal terlebih dahulu, daripada kita hanya menebak-nebak semuanya."Aku dan Ara berjalan menuju salah satu meja yang cukup luas, kemudian meletakkan semua buku yang kami bawa di atasnya. Ternyata buku yang kami kumpulkan lumayan banyak, karena masing-masing dari kami menemukan cukup banyak buku yang bersangkutan."Kita akan membaca dari buku yang mana?""Bagaimana menurutmu, Ara? Apa lebih baik kita membaca hal baik atau hal buruk terlebih dahulu?""Emb... Lebih baik kita ketahui hal buruknya terlebih dahu

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Semua Petunjuk

    Aku mendekat ke arah Ara, yang saat ini berada di depan meja di ujung ruangan ini. Tatapannya mengarah ke dalam laci meja yang sudah dibukanya, sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arahku untuk segera datang."Apa yang kamu temukan, Ara?" tanyaku sambil melihat ke dalam laci meja itu."Sepertinya ini sebuah buku catatan, Deffa. Terlihat disana tertulis 'Summary' di sudut sampulnya, bukankah itu tandanya itu sebuah rangkuman?""Sepertinya dugaanmu benar, Ara. Bisa jadi kita bisa tahu apa yang terjadi kepada orang tua kita, dan kita tahu permasalahan apa yang akan kita hadapi."Dugaanku untuk mencari petunjuk di ruangan ini sepertinya tepat, karena semua petunjuk hampir kami temukan semuanya. Dalam hati aku sungguh berharap jika hal yang akan kami hadapi bukanlah hal yang berbahaya, tapi mengingat kematian kedua orang tuaku yang begitu tiba-tiba membuatku ragu akan hal itu."Sebenarnya aku juga menemukan sesuatu, Ara. Tapi aku tidak yakin kalau ini hal bagus, aku menjadi memiliki

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Ruang Kerja

    "Sepertinya benar, Ara. Tapi entah kenapa aku merasa ruangan ini berbeda, daripada ruangan yang aku ingat saat kecil.""Aku juga merasa seperti itu, Deffa. Apa kita salah ruangan?""Aku yakin kalau ini ruangannya, Ara. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di sini."Aku melihat sekitar, ruangan ini hanya terlihat seperti perpustakaan yang ada di bumi. Di dalam sini terasa hangat, padahal tidak ada yang pernah masuk ke dalam ruangan ini setelah kepergian orang tua kami.Aku berusaha mencari sesuatu yang tampak aneh, namun cukup lama aku melihat hingga sudut-sudut ruangan tetap tidak menemukan keanehan itu. Sedangkan Ara malah tertarik dengan sebuah buku, dan dia kini sedang membacanya dengan wajah yang tampak serius."Buku apa yang kamu baca, Ara?""Deffa, lihatlah! Sepertinya buku ini menceritakan tentang kita dan keluarga kita."Aku sedikit ragu dengan apa yang dikatakan oleh Ara, karena tidak mungkin sebuah buku dibuat untuk menceritakan keluarga kami. Tapi melihat sampul buku saat Ara

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Jam Tangan Dimensi

    Ara langsung berlari ke arahku, untuk melihat benda yang aku maksudkan. Dan saat dia melihat benda itu, sepertinya memang dia mengingat benda ini. Walaupun benda ini lebih berguna untuk Ara, dibandingkan aku yang menggunakannya."Deffa, ini kan jam tangan dimensi. Apa benar ini bisa menjadi petunjuk? Padahal aku selalu memakainya saat di dimensi Eunoia, karena kakak terus menyuruhku memakainya.""Jadi kamu tidak ingat fungsi dari jam ini, Ara?""Aku hanya ingat kalau itu jam tangan dimensi, emb... Sepertinya aku masih tidak ingat kalau tentang fungsinya."Aku cukup bingung dengan jawaban yang dia berikan, padahal kini aku paham dengan semua keganjilan tentang Ara karena jam ini. Benda itu tidak jauh berbeda, dengan jam tangan digital yang ada di bumi. Namun fungsi dari jam ini sangat luar biasa, karena dapat menyesuaikan waktu dengan tempat yang sudah diaturkan ke dalamnya.Sepertinya jam ini sudah di atur dengan waktu Bumi, yang membuatku akhirnya bisa menerima dengan perbedaan usia

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Masa Kecil

    "Deffa! Bangunlah!"Suara Ara seperti menarikku dari kegelapan, dan akhirnya aku terbangun dan mendapati Ara sedang ada di hadapanku dengan tatapan khawatirnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi tadi, kenyataan yang membuatku tidak bisa berpikir secara rasional lagi."Kamu tidak apa-apa, Ara?""Aku baik-baik saja sekarang, Deffa. Tapi tadi benar-benar terasa sangat menyakitkan, tapi entah kenapa sekarang perasaan itu sudah tidak bersisa.""Sekarang kamu juga bisa mengingat semuanya?"Ara mengangguk menjawab pertanyaanku, sambil tersenyum simpul dan wajahnya sedikit memerah. Bagaimana tidak jika ternyata kami sudah menikah saat kecil, itu kesepakatan dari kedua orang tua kami. Walaupun pada akhirnya, orang tua kami jugalah yang memisahkan kami dan membuat kami kehilangan semua ingatan itu."Emb... Jadi sebenarnya kita suami istri... emb... maksudku..." Aku mengatakannya dengan tergagap, namun langsung dipotong oleh Ara."Iya, Deffa. Kita suami istri, tapi sepertinya kita bisa membahas

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Membuka Kotak

    "Deffa! Maaf aku malah ketiduran barusan!""Tidak apa-apa, Ara. Kamu pasti juga kelelahan, karena memasak juga. Kemarilah! Kita buka kotak ini sekarang."Ara turun dari tempat tidur, dan duduk di bawah tepat di sampingku menghadap kotak. Aku benar-benar penasaran, ragu dan takut disaat yang bersamaan. Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan tanganku sudah berkeringat dingin karena cemas. Padahal saat ini aku baru memegang kotak itu, belum mencoba untuk membukanya.Tiba-tiba perasaanku merasa lebih tenang, saat tangan Ara menggenggam tanganku. Entah dia bisa membaca pikiranku saat ini, atau dia melihat ekspresi cemasku yang menurutku akan terlihat dengan jelas. Tapi perlakuan Ara ini benar-benar memberiku kekuatan untuk lebih berani, entah apa yang aku hadapi setelah ini, selama itu bersama Ara sepertinya aku akan sanggup menghadapinya.Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itu yang aku rasakan. Mungkin aku bisa menjadi lebih berani, karena berpikir kalau aku tidak sendiri. Dan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status