Share

Surprise & Lamaran

"Deffa! Ini pasti perbuatanmu kan?"

Aku baru ingat ingin memberikan kejutan untuknya, untunglah respon Bima selalu membuatku senang. Dia gampang terharu dengan hal-hal sepele, padahal kalau sedang di perusahaan dia terlihat sangat tegas dan berwibawa. Saat ini dia terlihat sudah sangat berkaca-kaca, hanya dengan kejutan dariku yang menyewa orang untuk menata ruangan atap ini. Ya walaupun sedikit berlebihan dari bayanganku sebenarnya, karena aku bilang untuk sahabat yang akan melamar pacarnya. Mungkin memang menyesuaikan budget yang aku berikan kepada pihak vendor, sehingga semua tampak sangat istimewa.

"Ya, memang aku yang memesannya. Aku sudah mengira kamu tidak akan memikirkan untuk menghias tempat ini, atau kamu hanya akan menata seadanya bukan."

"Tapi apa ini tidak terlalu berlebihan?"

"Tidak ada yang berlebihan, ini salah satu hari istimewa bagi sahabatku yang akan melamar pacarnya. Bagaimana bisa aku hanya diam saja dan tidak melakukan apapun, ya walaupun bukan aku sendiri yang mengerjakannya, dan hanya menyuruh orang untuk mengatur ini semua."

"Aku tidak tahu harus berkata apa, kamu memang sahabat terbaikku Def."

Bima memelukku dengan sangat erat, setelah meletakkan semua barang bawaannya. Walau bagaimanapun aku sudah menganggap Bima satu-satunya keluargaku saat ini, aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuknya. Dia jugalah yang membantuku untuk merintis perusahaanku dulu, dan diapun langsung mau bekerja menjadi sekertarisku setelah lulus kuliah. Padahal dia sudah mendapat tawaran di perusahaan besar karena kecerdasannya, tapi langsung ditolaknya demi mengambil tawaran dariku.

Korden putih yang menjuntai menghias ruangan ini, sedangkan lampu sudah dipadamkan digantikan cahaya lilin yang di tata seperti jalan dan mengarah ke tengah, menuju lilin yang membentuk hati dengan taburan kelopak bunga mawar merah di tengahnya. Eli mengabari kalau dia sudah sampai dan bersiap naik ke atas, jadi kami sudah bersiap di tempat masing-masing.

Eli terlihat kaget ketika masuk ke atap, melihat cahaya lilin yang berjejer dan berjalan mengikuti arahnya hingga sampai di tengah. Bima membawa kue dan buket bunga, sedangkan aku bertugas menyiapkan kamera untuk mengabadikan momen itu serta membawakan cincinnya. Kami menyayikan lagu happy birthday secara bersamaan, di sambut tatapan kaget dan haru dari Eli.

"Kalian menyiapkan ini untukku? Terimakasih sayang, terimakasih Deffa. Aku tidak tahu harus bilang apa lagi."

Aku melihat Eli meneteskan air mata bahagianya, aku hanya tersenyum dan mengangguk untuk menanggapinya. Sedangkan Bima menyerahkan buket bunga kepada Eli, dan memintanya untuk membuat permintaan sebelum meniup lilin. Lampu belum dinyalakan, sehingga Eli masih belum tahu kalau masih ada lanjutan kejutan untuknya.

Setelah kue di letakkan oleh Bayu, itu tanda untukku menyalakan musik pengiring dan menyalakan lampu. Eli semakin terkejut dengan hiasan yang sudah disiapkan, aku mengeluarkan kotak cincin dan menyerahkannya kepada Bima. Dia langsung mengambil cincin itu, dan berlutut di hadapan Eli. Aku merasakan betapa gugupnya Bima saat ini, padahal aku hanya penonton dan tidak merasakannya langsung.

"Sayang, terimakasih sudah menemaniku selama lima tahun ini. Aku sungguh bersyukur telah dipertemukan dengan wanita kuat dan pemberani, yang selalu dapat memahami apapun kondisiku selama lima tahun ini juga. Aku berharap wanita ini dapat terus menemaniku dan saling memahami untuk seterusnya. Sayang, Will You Merry me?"

Aku takjub dengan kalimat yang sudah di susun oleh Bima, bahkan aku sendiri tidak menyangka dia bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Aku yakin setelah ini akan ada adegan mesra, dan sebelum itu terjadi aku lebih dulu menyingkir dari atap. Aku tahu mereka membutuhkan waktu untuk berdua lebih dahulu, untuk menikmati moment itu bersama. Sebenarnya itu hanya salah satu alasan, karena sebenarnya aku hanya tidak ingin menjadi obat nyamuk diantara mereka.

Setelah sekitar lima belas menit aku ada di tangga, mereka memanggilku untuk ikut berkumpul bersama mereka. Melihat tatapan bahagia mereka, dan kelengketan tubuh mereka, aku yakin kalau lamaran itu berhasil. Aku ikut bahagia melihat kebahagiaan yang mereka pancarkan, apalagi aku juga sudah menjadi saksi hidup kisah perjalanan cinta mereka.

"Apakah usahaku tidak sia-sia?"

Aku menanyakan untuk menggoda mereka, dan Eli hanya menjawab dengan anggukan malu dan tersipu.

"Sekali lagi, terima kasih Def. Aku tidak akan melupakan semua bantuanmu hari ini."

"Santai saja Bim, buat sahabatku ini apapun akan aku lakukan. Yang penting jangan lupakan aku setelah kalian menikah nanti, okay?"

"Tentu saja, tidak akan ada yang berubah walaupun kami nanti menikah Def." Eli yang ganti menjawabnya.

"Kalian bilang begitu sekarang, coba nanti kalau kalian sudah punya anak. Pasti aku akan dilupakan."

"Maka dari itu, kamu kapan cari pasangan? Jangan jomblo terus, banyak cewek yang ngejar-ngejar kamu juga kan. Kasihan kalau mereka dianggurin terus."

Eli kembali mengucapkan kalimat andalannya, dia selalu menyuruhku bertemu dan menjalin hubungan dengan wanita yang tertarik padaku. Padahal aku tidak merasa ada yang istimewa dari wanita-wanita itu, yang aku rasa mereka bukan menyukaiku tapi menyukai harta dan statusku. Aku tidak bisa menjalin hubungan begitu saja, karena walaupun dibilang kolot aku masih ingin menjalin hubungan sekali seumur hidup.

Aku merasa akan ada takdir yang benar-benar ditujukan untukku, dan saat ini aku merasakannya saat bertemu dengan Ara. Walaupun kami dipisahkan antar ruang dan waktu, dan aku sendiri pun tidak yakin bisa bersama dengannya. Tapi perasaan ini baru pertama kali ini aku rasakan, dan perasaan ini benar-benar nyata untukku.

"Sebenarnya sudah ada wanita yang menarik perhatianku, dan aku jatuh cinta pada pandangan pertama padanya."

"Benarkah Def? Siapa wanita itu? Apa aku kenal?"

Eli terlihat sangat bersemangat untuk bertanya lebih banyak.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status