Share

Gwen Kalina Lim

Pagi di kampus, Gwen ini memang selalu digandrungi banyak sekali ciwi-ciwi yang hanya ingin caper dengan kakak sepupunya yang ada di Tiongkok saat ini, yakni Feng. Pernah beberapa kali dalam tiga tahun lebih di Gwen kuliah di kampus tersebut, diantar oleh Feng yang kebetulan sekali berlibur di Jogja. 

Fengying Haoucun namanya. Feng ini adalah kakak sepupunya. Ia berprofesi sebagai Dokter umum di Tiongkok sana. Tampang yang begitu menarik dengan mix China dan Korea menambah Feng semakin diganrungi para wanita. 

"Gwen!" teriak Desta, salah satu dari ciwi-ciwi tersebut. 

"Haih, mereka lagi. Ngapain sih mereka ini, caper mulu kerajaannya! Hasil ini duit juga kagak!" umpat Gwen dengan senyum palsunya. 

Ada dua gadis yang selalu nempel dengan Gwen, yakni Desta dan Indri. Mereka sama-sama menyukai Feng dan sering berebut informasi tentang sepupu jauh Gwen itu. 

Desta mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum, manis. Pagi ini kamu terlihat cantik sekali--"

"Lihatlah, apa yang kita bawakan untukmu …." sahut Indri memberikan sesuatu menggunakan kresek bening berisikan martabak manis kesukaannya. 

Gwen langsung menerimanya, dengan senyum palsunya lagi ia berkata, "Thanks." Sebelum pergi, Gwen juga mengucapkan salam terlebih dahulu. 

"Anjrit, mereka kalau soal sogok menyogok emang pinter. Tapi kenapa otak mereka juga nggak berasa, ye …." batin Gwen membawa pergi bingkisan tersebut. 

"Eh, tunggu dulu!" Desta menarik kerah baju Gwen seperti menarik anak kucing saja. 

Gwen kembali tersenyum dengan senyum bodohnya. Kemudian memberikan informasi jika Feng akan ke Jogja sekitar 3 hari lagi untuk pekerjaannya. 

"Serius?" sahut Indri gembira. 

"Benerlah! Ngapain aku bohong, lagipula … kalian sudah membayarku menggunakan martabak ini, 'kan?" 

"Tapi, apa sepupumu itu akan mengantar dirimu ke kampus?" tanya Desta. 

"Anggap saja iya," jawab Gwen menaikkan bahunya. 

"Astaga, aku harus mulai facial dan perawatan wajah lainnya. Biar 3 hari ke depan terlihat glowing alami, tata Gwen--" Desta langsung pergi begitu saja. 

Disusul lah oleh Indri dari belakang. Gwen tertawa terbahak-bahak, melihat dua teman yang selalu memanfaatkannya pergi seperti anjiing bodoh. 

"Mamam tuh, yang penting aku dah jujur. Kalau 3 hari lagi, Koko Feng emang mau datang. tapi tidak tau kapan pastinya. Haha, bodo amatlah! Yang penting, aku makan enak." sorak Gwen masuk ke kelasnya. 

Selain sudah diatur, Gwen memang terkenal jahil. Terkadang, demi mengisi kekosongan hatinya, sandal orang yang tengah sholat di masjid pinggir jalan saja ia sembunyikan. 

Ketika Gwen sedang menikmati martabak manisnya, datanglah dosen membawa seorang mahasiswa baru. Yaps! Mahasiswa baru, karena sebelumnya ia tidak pernah terlihat di kelas itu. 

Ups! 

Ternyata bukan mahasiswa. Melainkan dosen yang akan menggantikan Pak Jarwo, dosen sebelumnya. Sebab, istri Pak Jarwo akan segera melahirkan dan mengambil cuti lebih awal. 

"Buset, dia umurnya masih muda. Udah jadi dosen? Pasti orangnya menyebalkan seperti Aisyah!" gumam Gwen dalam hati. 

Diketahui, nama dosen tersebut adalah Raza. Saat ini, dia berusia 26 tahun. Meski usianya sudah segitu, namun wajahnya terlihat lebih muda. Seolah usianya sama dengan mahasiswanya, itu sebabnya semua mengira bawa Raza adalah mahasiswa baru di kampus.

Ketika Pak Jarwo mengenalkan Pak Raza, Gwen terlihat tidak peduli dengan hal itu. Ia tetap menyambung menikmati martabaknya seraya mendengarkan musik. Menggibaskan rambutnya yang baru saja ia catok pagi tadi. 

Usai pengenalan, Pak Raza menghampiri Gwen. Menanyakan namanya dan ….

"Maaf saya mengganggu makan jam nanggungmu. Siapa namamu?" tanya Pak Raza dengan lembut. 

"Dih, mau nanya nama aja basa-basi. Ngapain nanya nama saya, Pak? Nanti juga saat Bapak absen, saya pasti angkat tangan, kok," ujar Gwen dengan santai. 

Pak Raza menghela nafas, kemudian kembali bertanya dengan sabar. "Mengapa kamu makan di kelas? Dilarang makan ketika kelas berlangsung," 

"Em."

Gwen menghentikan makannya. Kemudian memasukkan martabak tersebut kedalam tasnya. Tak berhenti di situ saja, Pak Raza meminta Gwen untuk membuka materi kemarin yang terakhir diberikan dari Pak Jarwo. 

"Dih kenapa mesti saya? Noh, si Anita. Dia pinter, nanya ke dia saja!" seru Gwen. 

"Pak, anda tidak bisa berdebat dengannya. Jika tidak mau rugi, sebaiknya Bapak menghindari bertanya kepadanya," sahut Jaki, teman Gwen sejak sekolah menengah atas. 

Mereka berdua tos di depan Pak Raza. Jaki dan Gwen memang mahasiswa paling abadi di kelas bisnis tersebut. Masih dengan kesabaran Pak Raza menantang kerugian apa yang akan ia alami jika bertanya dan memerintah Gwen. 

***

"Jika Bapak memang meminta saya untuk membuka materi, baiklah! Kalau begitu, beri dulu saya uang 200 ribu, saya akan melakukan itu," ucap Gwen. 

"200 ribu? Kenapa?"

"Jawabannya hanya satu, nggak ada yang gratis di dunia ini, Pak!" seru Gwen.

Pak Raza mengingat apa yang sudah Pak Jarwo katakan kepadanya, "Pak Raza, nanti Bapak jangan kaget. Ada satu mahasiswi yang mata duitan. Tapi, dia aslinya cerdas, cuma satu pelajaran saja. Yakni cara berbisnis. Tidak hal lain. Jadi … harap maklum!"

"Apa ini mahasiswinya?" gumam Pak Raza dalam hati. 

Tangan Gwen masih mengadah mengharapkan uang Rp200.000 dari Pak Raza, dosen barunya. Namun, Pak Raza malah kembali duduk di kursinya tanpa mempedulikan Gwen. 

"Huh, kere! Bomat, yang penting aku makan dulu!" umpat Gwen melanjutkan makannya. 

Tak berselang lama, Pak Raza mendekatinya lagi dan memberikan dua uang lembaran seratus ribuan di meja Gwen. 

"Really?" tanya Gwen menyentuh uang tersebut. 

Tanpa banyak bicara, Pak Raza menunjuk ke depan dan meminta Gwen membuka materi. Pak Raza memang mampu dibuat kagum oleh Gwen, namun tetap saja. Ia akan mengalami kebangkrutan jika terus mencari masalah dengan Gwen. 

"Kerjakan!" tegas Pak Raza. 

"150 ribu, baru saya kerjakan di sini juga!" seru Gwen tanpa rasa malu. 

"Apa-apaan kamu? Sama Pak Jarwo saja kamu tidak begini, kenapa dengan Pak Raza berbeda. kalau caper, nggak gini caranya!" teriak Anita.

Tanpa ragu lagi, Pak Raza menambah uang yang Gwen inginkan. Tentu saja Gwen suka menepati janjinya. Ia menjelaskan dan mengerjakan tugasnya dengan baik. 

"Bagus, siapa namamu?" lanjut Pak Raza. 

"50 ribu, dah murah itu. Nanti saya akan beritahu nama lengkap saya. Oh bukan, 20 ribu saja sudah cukup,"celetuk Gwen tanpa rasa malu.

Semua mahasiswa dan mahasiswi tertawa mendengar celoteh Gwen yang sangat mata duitan. Semua orang dan pihak kampus juga tahu, siapa Gwen ini sebenarnya. Namun, memang pada dasarnya Gwen adalah gadis yang peritungan. 

"Cukup, Gwen! Cukup!" bentak Anita. 

"Lanjutkan!" sahut Pak Raza menambah yang lembaran dua puluh ribuan sesuai dengan yang diinginkan Gwen. 

Gwen menjulurkan lidahnya dan mengangkat jari tengahnya kepada Anita. Anita merasa kesal, tentu saja ia merasa kesal karena Anita tertarik dengan Pak Raza. 

"Nama saya, Gwen Kalina Lim. Panggil saja Gwen yang manis dan baik hati," ucap Gwen menaikkan kerah jaket denimnya. 

Pak Raza beranjak dari kursinya, memberikan uang berjumlah 370 ribu kepada Gwen. Dengan senang hati, Gwen mengambilnya dan segera memasukkannya kedalam saku. Kemudian kembali duduk tanpa rasa bersalah. 

"Baiklah, kamu keluar dari kelas saya. Saya harap, dikelas berikutnya … kamu jangan mengulangi hal seperti ini lagi, ya." perintah Pak Raza. 

"Wait, aku di depak?" tanya Gwen. 

"Keluar sekarang juga," Pak Raza sampai membukakan pintu kelas untuk Gwen. 

Dengan emosi, Gwen meraih tasnya dan keluar dengan cepat dari kelas tersebut. Tak sengaja ia menjatuhkan dompetnya di depan Pak Raza. Saat Pak Raza hendak mengejar, Gwen sudah tak terlihat lagi di lorong kelas. 

Apakah dompet bisa membuat kisah diantara mereka? Apa malah memperburuk keadaan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status