Perpisahan selama 22 tahun memang sangat menyakitkan. Tiga saudara kembar terpisah karena kasus penculikan yang dilakukan oleh seorang dari masa lalu. Triplets ini memiliki keunikan masing-masing. Memiliki sifat dan karakter yang berbeda.
Chen Yuan Wang, si kembar sulung telah di culik ketika usianya 1 jam waktu di rumah sakit. Seorang masa lalu yang begitu membenci ibunya, hendak memisahkannya dengan salah satu anaknya.
Pria 22 tahun ini tumbuh menjadi pria yang dingin, keras kepala dan juga sedikit posesif. Saat usianya 9 tahun, ia mengetahui kenyataan bahwa orang tua yang merawatnya, ternyata bukanlah orang tua kandungnya.
Lalu, dia mencari orang tua kandungnya yang ternyata tunggal di luar negri. Dia juga baru mengetahui bahwa dirinya memiliki dua saudari kembar yang sangat cantik-cantik.
Kedua saudarinya bernama Aisyah Adelia Putri dan Gwen Kalina Lim. Aisyah seorang dokter umum, sementara Gwen adalah mahasiswi abadi dengan sifat yang keras kepalanya dan rasa malasnya.
Ketika usia mereka menginjak 9 tahun, tak sengaja mereka bertemu di salah satu Kota ternama dimana orang tua kandung mereka tinggal. Saat itu, Chen sedang mencari siapa orang tua kandungnya, dan malah bertemu dengan kedua saudarinya lebih dulu.
Bruk!
"Aduh, kamu mau mati, ya? Ganti rugi!" kesal Gwen kecil kala itu. Chen memang tidak sengaja menabraknya dan membuat Gwen terjatuh dan meminta ganti rugi kepada Chen yang saat itu masih berdiri tegak.
"Kau yang cari mati. Katakan! Mau seperti apa caramu mati!" sulut Chen. "Lalu, aku harus ganti rugi apa? Aku sama sekali tidak menyentuh dan melukaimu!" Chen mengatakan itu menggunakan bahasa Inggris.
"Dih, sok Inggris pula! Sebelum kau membunuhku, aku yang akan membunuhmu lebih dulu," Gwen tidak mau kalah.
Mereka berdua reflek mengeluarkan belatinya masing-masing. Mereka berdua juga sama-sama mengarahkan belatinya kearah berlawanan. Di saat itu juga, Asiyah melihat liontin yang ada di pergelangan tangan Chen. Ia paham sekali jika liontin itu sama dengan yang dimiliki Feng dan sepupu laki-laki lainnya.
"Liontin itu--" batin Aisyah.
Belum juga Aisyah selesai mengingat, kedua sadari dan saudaranya sudah saling menyerang. "Anak mafia dari mana kamu?" desis Gwen.
"Itu bukan urusanmu!" seru Chen dengan nada datar.
"Cukup! Kenapa kalian harus saling melukai cuma gara-gara tabrakan aja, sih? Apakah tidak ada cara lain untuk menyelesaikan permasalahan ini?" Aisyah mencoba menengahi perselisihan itu.
Tanpa Chen dan Gwen sadari, mereka sama-sama menurunkan belatinya dan menuruti apa yang dikatakan oleh Aisyah. Chen sendiri sampai bingung mengapa dirinya mau menuruti perkataan orang lain, ia tidak sadar jika memang Aisyah yang selalu bisa meredakan amarah keduanya nanti ketika dewasa.
"Sial, mengapa aku menuruti ucapan gadis bertudung ini?" batin Chen.
"Kenapa aku jadi ikut nurut sama Aisyah, sih? Benar dia lahir duluan, tapi … aku rasa otakku konslet, makanya mau menurut dengannya," gumam Gwen dalam hati.
"Sudah? Bisakah kalian tidak bertengkar lagi? Ayo saling minta maaf!" bentak Aisyah.
"Bahasa Inggrismu lumayan juga," puji Gwen.
"Iyalah, memangnya kamu … semua pelajaran nggak bisa," jawab Aisyah sinis.
Tak ingin bermasalah dengan Aisyah dan Gwen, Chen mengalah dan memberikan beberapa lembar Yuan kepada Gwen dan pergi begitu saja. Namun, langkahnya terhenti ketika Yusuf memanggil nama Aisyah dan Gwen, dan mereka menyebutnya Ayah kepada Yusuf.
"Ayah? Bukankah itu sebutan untuk …," Chen membalikkan badannya.
Melihat Aisyah dan Gwen dalam pelukan Yusuf, ia menduga jika kedua gadis seusianya itu adalah kedua saudarinya. Chen merasa senang jika kedua saudarinya sudah bersama, meski belum bisa selalu bersama.
"Jika gadis berambut pendek itu ada di sini, bukankah seharusnya Bibinya Feng … oh, bukan. Bibinya Feng adalah Ibuku, berarti Ibuku juga ada di sini?" batin Chen menoleh ke sana-kemari.
"Mereka belum bersatu, aku dengar jika Ibu akan berpisah dengan Ayah angkat saudariku,"
"Aku senang melihat kalian telah bersama. Tunggu aku, aku akan membuat Ibu angkatku menderita lebih dulu, baru aku akan datang kepada kalian. Aku berjanji, ini janjiku, Ayah, Ibu. Aku berjanji." Chen mengepalkan tangannya lagi.
Chen dibesarkan oleh keluarga berlatar Mafia di Tiongkok sana. Sementara itu, Gwen dan Aisyah dibesarkan oleh kedua orang tuanya di Jogja tempat asal Ayah mereka.
Ibu mereka dulunya juga seorang Mafia kecil. Lalu, berbagai insiden menimpanya sampai bertemu dengan Sang Ayah dan akhirnya mereka menikah.
***
13 tahun berlalu.
Kini, Chen masih berbisnis di dunia gelap itu. Ia selalu dikelilingi wanita-wanita seksi yang bersedia menyerahkan dirinya kepadanya untuk menemaninya bermain di ranjang.
"Tuan, lihatlah tubuhku yang seksi ini. Aku mengoles minyak setiap harinya. Aku juga selalu luluran dengan bubuk mutiara asli," ucap wanita itu.
"Oh, minyak apa yang kau gunakan?" tanya Chen memainkan rambut wanita itu.
"Minyak agar milikku besar dan sempit. Apakah kau menyukainya, Tuan Muda Wang?" bisik wanita itu seraya menjilat telinga Chen.
Tanpa belas kasihan, Chen langsung mendorong wanita itu sampai tersungkur di lantai. Kemudian memanggil Asisten Dishi.
Asisten Dishi ini merupakan adik kandung dari Asisten Chen sebelumnya. Usia Asisten Dishi juga tak jauh dengan Chen. Hanya saja, Asisten Dishi jauh lebih tua tiga tahun darinya. Namun, kesetiaan keluarganya sudah tidak diragukan lagi.
"Asisten Dishi! Cepatlah kemari!" teriak Chen.
"Iya, Tuan. Ada urusan apa Tuan memanggil saya?"
"Cepat bawa pergi wanita ini. Saya jijik melihatnya ada di sini!" usir Chen dengan melempar uang tunai kepada wanita tersebut.
Banyak dari kalangan pengusaha yang menyodorkan putrinya hanya untuk membuat perjanjian kontrak kerja. Namun, Chen selalu menolak wanita-wanita itu. Padahal, dari sekian wanita-wanita tersebut tidak pernah mengecewakan. Tetap saja Chen menolaknya.
"Asisten Dishi, kenapa Tuan Chen menolakku? Apakah ini pertanda jika aku harus mati?" tanya wanita tersebut.
"Nona, sebaiknya anda menjauh saja dari Tuan Muda kami. Dia memang tidak pernah ingin di sentuh oleh wanita manapun. Tolong mengertilah!" jelas Asisten Dishi.
"Mengapa demikian? Apakah aku ini banyak kekurangan? Jika aku gagal, aku pasti akan dibunuh oleh Ayahku, tolong …." mohon wanita itu, bersimpuh di kaki Asisten Dishi.
Chen keluar dan meminta wanita itu masuk kembali. Kemudian memberikan perjanjian kontrak kerja hanya selama 3 tahun saja. Wanita itu sangat girang, ia berinisiatif untuk mengecup Chen, namun di tolak mentah-mentah oleh Chen.
"Tuan, mengapa anda tidak mau saya beri imbalan?" ucap wanita itu dengan manja.
"Saya jijik, dan saya bukan lelaki murahan!" seru Chen memberikan kode kepada Asisten Dishi untuk membawa wanita itu keluar dari kantornya.
Setelah wanita itu keluar, Chen membuka potret lama Aisyah dan Gwen yang pernah dikirimkan oleh Airy sejak perpisahan mereka 13 tahun lalu.
"Tuan," sapa Asisten Dishi seraya mengetuk pintu.
"Masuklah!"
Asisten Dishi duduk di kursinya. Kemudian mempertanyakan tentang mengapa Chen selalu menolak wanita yang menyerahkan diri dan kehormatannya kepadanya.
"Kau mempertanyakan itu lagi, Asisten Dishi?"
"Maaf jika saya lancang, Tuan Muda," ucap Asisten Dishi membungkuk.
"Baiklah, aku akan menjawab pertanyaan yang sering kau tanyakan itu. Duduklah!"
Asisten Dishi duduk di depan meja Chen. Chen menunjukkan potret kedua saudarinya kepada Asisten Dishi. "Mereka kedua saudariku. Dua-duanya perempuan, jika aku memanfaatkan atau bahkan sampai merusak wanita yang datang kepadaku … bagaimana dengan kedua saudariku?"
"Aku mampu menghancurkan markas klan lain. Aku mampu membunuh orang lain dengan tanganku sendiri," Chen mengatakan itu dengan mengelap potret Aisyah dan Gwen.
"Tapi … aku tidak bisa menghukum ataupun melukai kedua saudariku menggunakan karmaku, Asisten Dishi. Paham?" tukas Chen menyimpan kembali potret tersebut.
"Tapi Tuan, saya tidak pernah melihat mereka datang atau anda menemui mereka. Di mana mereka sekarang, Tuan?" tanya Asisten Dishi.
Chen menyeringai, sudah 13 tahun lamanya, ia belum pernah bertemu lagi dengan kedua saudari kembarnya. Itu karena, dirinya terlalu sibuk balas dendam kepada Ibu tirinya saat ini.
*******************
Asiyah dan Gwen tinggal bersama setelah Yusuf dan Rebecca rujuk kembali. Sering kali Rebecca pulang pergi ke Australia hanya untuk mengelola usahanya yang ditinggalkan oleh Jimmy, Papanya.
Sementara itu, Aisyah bergelar sebagai Dokter Umum. Cita-cita yang sudah sejak kecil ia impikan, akhirnya terwujud juga. Kini, ia tengah bekerja di salah satu puskesmas di kecamatannya ia tinggal.
Aisyah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Berjilbab dan sangat menjunjung tinggi sopan santu, tegas dan pastinya di takuti oleh Gwen. Pikirannya semakin dewasa dan mampu menyelesaikan kuliahnya hanya 2 tahun. Secerdas neneknya dahulu, Asiyah Putri Handika.
Lalu, bagaimana dengan adik kecil yang menggemaskan kita?
Gwen masih betah menjadi pengangguran bebas. Dia belum bisa berhijab tetap. Masih suka buka tutup, meski selalu Yusuf memberikan pengertian.
Gadis pengangguran ini hanya akan mengenakan jilbab ketika ada Aisyah saja. Tumbuh menjadi anak manja, pemalas dan pikirannya hanya uang saja.
Ia masih kuliah di bidang bisnis, dengan keterpaksaan Rebecca. Sebab, Gwen ini tidak pernah memiliki cita-cita selain ingin menjadi orang kaya.
Sejak kecil, ia tidak pernah dimanjakan sama seperti Aisyah. Namun, sifatnya yang keras kepala membuatnya salah paham. Selalu berpikir jika dirinya harus mencari uang sendiri, karena orang tuanya hanya menyayangi saudarinya saja.
"Haih, aku hanya tunduk dengan kakakku saja. Kenapa bisa begitu, ya? Dia galak sekali pula!" umpat Gwen.
Ketegasan Aisyah bukan karena tanpa alasan. Ia hanya ingin adiknya disiplin dan tidak bergantung dengan orang tua. Bagaimana tidak gemas, sejak Gwen sekolah dulu, ia selalu membolos sekolah dan membuat masalah bagi keluarganya.
Hanya demi membantu orang tuanya mendidik Gwen dengan benar, Aisyah memilih kuliah di dalam negri dan menjadi Dokter Umum di desanya dan mengubur mimpinya untuk terbang ke Yaman tempat saudari sepupu lainnya mengenyam ilmu.
"Gwen, usahakan jika memerintah seseorang … diawali dengan tolong dan diakhiri dengan terima kasih. Sekali lagi aku dengar kau tidak mengucapkan itu kepada Ibu ataupun orang lain, kamu akan berakhir di tanganku!" hardik Aisyah.
Usai sarapan, Aisyah berpamitan untuk berangkat ke puskesmas, ia juga memperingati Gwen untuk berhenti membuat ulah.
Pagi di kampus, Gwen ini memang selalu digandrungi banyak sekali ciwi-ciwi yang hanya ingin caper dengan kakak sepupunya yang ada di Tiongkok saat ini, yakni Feng. Pernah beberapa kali dalam tiga tahun lebih di Gwen kuliah di kampus tersebut, diantar oleh Feng yang kebetulan sekali berlibur di Jogja. Fengying Haoucun namanya. Feng ini adalah kakak sepupunya. Ia berprofesi sebagai Dokter umum di Tiongkok sana. Tampang yang begitu menarik dengan mix China dan Korea menambah Feng semakin diganrungi para wanita. "Gwen!" teriak Desta, salah satu dari ciwi-ciwi tersebut. "Haih, mereka lagi. Ngapain sih mereka ini, caper mulu kerajaannya! Hasil ini duit juga kagak!" umpat Gwen dengan senyum palsunya. Ada dua gadis yang selalu nempel dengan Gwen, yakni Desta dan Indri. Mereka sama-sama menyukai Feng dan sering berebut informasi tentang sepupu jauh Gwen itu.  
Bab selanjutnya. "Sialan, beraninya dia mengusirku. Lihat saja, jika dia jatuh cinta kepadaku. Tau rasa dia!" umpat Gwen keluar dari kampus. Ketika keluar dari kampus, Gwen melihat ada seorang ibu-ibu yang dijambret. Tanpa berpikir panjang lagi, Gwen menghadang dua jambret yang mengendarai satu motor tersebut. "Woy, cari mati ya lu!" teriak jambret tersebut. Tanpa banyak bicara, Gwen mengeluarkan belatinya dan menancapkannya ke ban motor jambret tersebut. "Bosan hidup ya lu?" sulut jambret itu sambil menodongkan senjata tajamnya. "Siapa?" "Ya elu, bocah!" "Yang nanya, hahaha. Turun! Kerja
Bab selanjutnya."Lihat saja nanti, jika Kak Chen kembali … pasti aku yang selalu dimanja. Dan Aisyah, akan habis ditangan Kak Chen!" gerutunya."Mbak Gwen ini, kenapa terus menganggap Dokter Aisyah mengerikan? Dia ini sebenarnya baik, loh, Mbak." Perawat yang sebelumnya hendak di suntik oleh Gwen, tengah membalut luka di lengannya."Iya, dia itu terlalu tegas. Semua orang ngecap kalau dia baik dan aku buruk. Itulah!" umpat Gwen.Setelah mengantar Pak Raza dan Ibu Nur keluar, Aisyah bergegas masuk dan menelpon ibunya. Mengingatkan bahwa sore nanti acara pengajian di rumah Airy.Usai menelpon, Aisyah masuk dan mendapati Gwen tertidur di sofa yang selalu dipakai Aisyah untuk istirahat kalau tubuhnya lelah usai bekerja.
Setelah mengganti perban di lengannya, Gwen meminta izin kepada Maminya untuk ke restoran menyusul Ayahnya. Gwen memang dekat sekali dengan Yusuf semenjak Yusuf tahu bahwa dirinya adalah putri kandungnya 13 tahun yang lalu."Mau kemana? Rapi amat?" tanya Aisyah sibuk dengan laptopnya."Suka-suka aku lah!" jawab Gwen sinis. "Yang penting aku udah bilang ke Mami, kalau aku mau otw," imbuhnya sambil memakai sepatu milik Aisyah."Sepatu siapa itu?""Nggak tau, nemu!" jawaban Gwen masih ketus."Masih ngambek?" tanya Aisyah mencoba basa-basi.Namun, Gwen hanya diam saja. Sebelum pergi, ia menadahkan tangan lebih dulu kepada Aisyah, tanda jika dir
Persiapan kondangan sudah selesai. Aisyah juga telah membungkus kado untuk pernikahan Ustadz Khalid dengan istrinya. Masih dalam hati yang terluka, Aisyah membungkus kado tersebut dengan melamun."Jangan melamun, nanti bungkusnya jadi jelek. Sini, biarkan aku yang bungkus kado itu!" tegur Feng meminta kado itu dari tangan Aisyah."Hm, jodoh itu tidak ada yang tau, Ko. Siapa yang mendamba, dan siapa yang mendapatkannya," ucap Aisyah dengan helaan napas panjang."Iso nyawang tapi ra iso nduweni. Huft, ngenes ndes. Tresno pancen ra kudu duweni, sista. Sabar, ya." celetuk Gwen menepuk-nepuk pundak Aisyah.(Bisa memandang, tapi tidak bisa memiliki. Cinta memang tidak harus memiliki)Aisyah dan Feng menatap pakaian yang dipakai Gwen pagi
Tiba saatnya dimana Aisyah dan Feng akan berangkat ke Bangkok. Gwen masih bersikap seperti biasa, dengan rencana yang sudah ia siapkan agar bisa menyusul saudarinya ke sana.Mereka sarapan tanpa Rebecca dan Yusuf, sebab keduanya sedang ada acara sejak semalam belum pulang. Namun, Rebecca dan Yusuf sudah memberikan izin kepada putrinya bertugas."Kalian berangkat jam berapa?" tanya Gwen."Mau tau aja urusan orang!" jawaban Aisyah membuat Gwen kesal tentunya. Gwen merasa memang Aisyah sudah tidak menyayanginya lagi, saat Feng ada bersamanya."Dih, nanya baik-baik juga. Kenapa jawabnya gitu? Kalau masih sakit hati sama ustadz Khalid, ya jang--" ucapan Gwen terputus ketika Aisyah menatapnya dengan tatapan tajam."Um, aku berangkat ke k
"Kamu mau apa, sih?" tanya Pak Raza serius."Jawab aja. Kapan terakhir Pak Raza bepergian keluar negri, terus visa-nya masih aktif atau tidak, gitu!" Gwen masih mendesak agar Pak Raza mau menjawab semua pertanyaannya."Huft, Allahu Akbar. Iya, saya jawab nih, ya. Saya terakhir kali ke luar negri lima hati yang lalu, dengan bisa pelancong. Terus, kamu mau apa?" jelas Pak Raza sedikit kesal."Cocok, hari ini kita otw ke Bangkok. Janji aku bakal belajar dengan gajian. Tapi, hari ini, memang kita harus segera berangkat!" seru Gwen dengan mata yang berbinar-binar.Pak Raza terkejut dengan pernyataan itu. Ia berusaha menolak dan menanyakan mengapa Gwen mengajaknya ke luar negri secara mendadak. Tanpa mendengarkan penolakan dan penjelasan dose
Kedatangan Chen bersamaan dengan kedatangan Aisyah dan Feng di Bandara Internasional Suvarnabhumi. Mereka telah tiba di waktu yang sama di ibukota Negara Seribu Pagoda itu. Mereka juga sempat jalan depan belakang keluar dari bandar. Lalu, berpisah kembali karena Aisyah dan Feng sudah dijemput dari dinas kesehatan di sana.Chen merasakan kehadiran saudarinya, jantungnya berdebar kencang, dan air matanya mulai menetes tanpa membendung. "Ada apa denganku? Kenapa jantungku berdebar dengan cepat seperti ini?" gumamnya dalam hati seraya menyentuh dadanya.Tanpa Chen sadari, bahwa adiknya baru saja berdiri dibelakangnya. Ia pun menoleh, namun Aisyah sudah tidak ada lagi di sana. Air matanya juga tiba-tiba menetes tanpa sebab, hatinya juga merasakan kegelisahan yang tidak tahu apa penyebabnya juga."Tuan, mobilnya sudah datang. Mari, kita akan segera bertemu dengan Tuan Wil." ucap Asi