Sampai di salon, Alice langsung duduk dan melihat seseorang yang tak asing sedang mewarnai rambutnya, Alice memicingkan mata karena seperti mengenal wanita tersebut.
“Permisi,” sapa Alice.“Hm?” Wanita itu berbalik yang ternyata Angelica.“Oh … Alice?” Angelica tersenyum.“Iya. Ini aku, kau apa kabarnya?” tanya Alice, seraya memeluk Angelica.“Aku tentu saja baik. Kamu bagaimana?”“Aku juga baik,” jawab Alice. “Lalu … mengapa mewarnai rambutmu, Angel? Apa kamu sedang frustasi? Karena ini benar-benar bukan gayamu,” ujar Alice yang juga sedang di kerjakan oleh pegawai salon yang duduk berdampingan dengan Angelica.“Aku memang sedang frustasi dan kamu selalu tahu apa yang sedang aku pikirkan, kamu bagaimana? Tumben kamu ke salon bukankah katamu kamu malas ke salon dan tak suka salon?” tanya Angelica.“Hari ini … aku akan bertemu dengan calon suami juga mertuaku,” kekeh Alice.“Benarkah? Bagaimana dengan sekolahmu?”“Aku akan lulus sebentar lagi.”“Wahh. Aku tak percaya akhirnya sebentar lagi kamu akan lulus, benar-benar mengagumkan.”“Karena aku bodoh? Sampai kamu sudah terlihat dewasa dan aku masih saja sekolah, aishh… aku tak tau kebodohan ini aku mengikuti siapa, ayahku tentu saja pintar tak mungkin beliau menjalankan perusahaan jika ia tak pintar, ibuku tentu saja pintar, kakakku juga sudah pasti pintar, terus aku dengan kebodohan ini dari keturunan mana?” ujar Alice frustasi.“Apa kamu pikir kebodohan itu karena keturunan? Itu semua dari kamu sendiri, Alice, karena kamu malas belajar dan akhirnya kamu tak pernah lulus dari sekolah. Membuat frustasi sudah tentu, ‘kan?” kekeh Angelica.“Jangan mengejekku, dan apa kamu tahu banyak junior yang menyukaiku dan aku pun berteman dengan junior yang sudah sekelas denganku, aku merasa benar-benar tak berguna,” kekeh Alice.“Tapi … aku bersyukur akhirnya kamu akan lulus sebentar lagi, walaupun aku tak tau kamu akan lulus atau tidak.” Tawa Angelica memecah ruangan.“Hahaha.. jangan mulai menggodaku, Angel, walaupun aku tak lulus aku akan tetap menikah dengan pujaan hatiku,” kekeh Alice.“Kamu memang benar-benar beruntung.”“Terus, apa kegiatanmu sekarang?”“Jadi make up artis.”“Apa? Make up artis? Bukankah kamu bercita-cita untuk menjadi salah satu pegawai hotel?” tanya Alice“Hm, aku tak punya biaya untuk kuliah.. jadi aku hanya bisa menjadi make up artis karena aku hanya taunya dandan,” kekeh Angelica.“Sudah selesai, Nona,” ujar pegawai yang mengerjakan Angelica.“Oh tentu,” jawab Angelica, lalu melihat wajahnya dicermin, pirang berwarna maaron ini, terlihat cocok dengan kulitnya.Angelica dan Alice lalu menikmati Crimbad yang di lakukan kedua pegawai yang berbeda, salon ini benar-benar besar dan tentu saja mahal.“Aku akhirnya bertemu denganmu setelah sekian lama semenjak kelulusanmu, jadi kamu harus memberiku nomor ponselmu lalu datang lah malam nanti ke rumahku, aku akan memperkenalkan siapa calon suamiku nanti, dan aku tak ingin mendengar alasan,” ujar Alice penuh penekanan.“Aku tidak tahu, Alice, aku bisa atau tidak karena jadwal syuting Rihana benar-benar padat.”“Aku tak mau mendengar alasanmu!”“Please, Alice.““Jangan merayuku, yang harus kamu pikirkan bagaimana caranya kamu akan datang walaupun jadwal syuting Rihana itu padat,” ujar Alice.“Hm. Baiklah, tentu saja aku akan usahakan datang setelah mendengar ancamanmu.”“Aku juga akan memperkenalkanmu pada keluargaku,” seru Alice.Angelica menganggukkan kepala.“Tapi kenapa kamu ada di sini jika jadwal syuting Rihana padat?”“Sampai saat ini Rihana sedang beristirahat sejenak lalu melanjutkan syuting nya jam 12 nanti, jadi aku masih punya kesempatan hampir 2 jam dan aku sudah lama mendapatkan kupon gratis yang di berikan Rihana padaku untuk ke salon ini, jadi aku gunakan untuk mewarnai rambutku dengan warna maaron ini, aku tidak tahu akan menggunakannya untuk apa, karena salon ini sangat mewah, aku sempat tercengang bahwa Rihana begitu baik ketika memberikanku kupon.”“Tapi kamu cocok dengan rambut maaron itu. Cantik,” puji Alice.“Hahaha, tentu saja aku cocok dalam segala hal.”“Kenapa kamu tak pernah mau memanjakan diri untuk ke salon? Ke salon itu adalah hal yang berguna untuk para wanita, untuk tampil fresh dan cantik.”“Kamu ‘kan tahu aku tak suka menghabiskan uangku hanya untuk kecantikan, aku tidak mau sampai menggunakan uangku untuk hal yang tak berguna,” jawab Angelica membuat Alice terdiam ketika mengingat apa yang di katakan sang kakak persis dengan apa yang di katakan Angelica barusan.♥♥♥Angelica dan Alice duduk di salah satu resto yang benar-benar besar dan mewah, sudah pasti makanannya pun akan mengalahkan makanan yang mahal di luar sana, tapi Angelica tak bisa menolak tawaran Alice untuk makan bersama setelah sekian lama tak pernah bertemu.“Apa kita memang harus makan di sini, Lice?” tanya Angelica.“Tentu saja. Kita kemari untuk makan, kamu tak berpikir aku mengajakmu kemari untuk melihat orang makan, ‘kan?” kekeh Alice menggeleng tak percaya jika Angelica tak pernah berubah.“Tapi … di sini makanannya sudah pasti mahal, ‘kan?”“Kenapa terus mempermasalahkan biaya sih, Angel?”“Aku tak enak saja jika merepotkanmu untuk membelikanku makanan mahal,” jawab Angelica.“Kamu memang tak pernah berubah, selalu saja hemat.”“Hahaha, kamu ‘kan tau aku dari dulu”“Yang terpenting saat ini kita harus makan, aku sudah lapar karena tak sempat sarapan, lagian kamu masih punya waktu sejam.”Angelica menganggukkan kepala tanda pahamnya.***Angelica kini berada di mansion Alice, ia kini tengah membantu maid untuk menyiapkan makan malam yang akan tersaji di atas meja makan yang berukuran besar itu, selama berteman dengan Alice, Angelica memang tak pernah berkunjung ke rumah Alice, dan membuktikan bahwa Alice memang benar-benar kaya raya hanya dengan melihat mansion ini begitu besar dengan design kuning keemasan.“Apa yang kau lakukan, Angel?” tanya Alice ketika melihat sahabatnya itu sedang membantu para maid.“Apa kamu tak melihatku? Aku sedang membantu pelayanmu,” jawab Angelica.“Pelayan di mansion ini banyak, Angel, kamu adalah tamuku jangan melakukan apa pun selain menemaniku,” ujar Alice.“Baiklah, tapi akan aku selesaikan ini dulu.”“Cukup, Angel!” ujar Alice membuat Angelica terpaksa menyimpan pekerjaannya dan menghampiri Alice.“Baiklah, aku akan menemanimu, Permaisuri, tapi, Alice, rumahmu benar-benar besar dan aku terkejut, aku pikir ini---” Ucapan Angelica terhenti.“Aku pulang.” Suara seorang pria membuat Angelica berbalik dan membulatkan mata ketika melihat Dayton berada di rumah ini, di saat yang tak terduga Dayton selalu ada di sekitarnya.“Kamu sudah pulang, Nak.” Lucia langsung memeluk putranya.“Akhirnya kamu datang juga, aku pikir kamu tak akan datang,” ujar Alice.“Tapi … Angelica, kenapa kamu di sini?” tanya Dayton, memicingkan mata melihat wanita yang tinggal di apartemen sebelah tengah menatapnya.“Kamu sudah mengenalnya? Dia sahabatku, kami satu sekolah,” jawab Alice.“Jangan mengada-ngada, Alice.”“Kamu pasti bingung, tapi benar Angelica adalah sahabatku di sekolah, hanya saja Angelica lulus duluan di bandingkan aku karena aku sudah sering ketinggalan,” ujar Alice menjelaskan,“Benarkah? Jadi ini … Angel yang sering kamu ceritakan pada mommy?” tanya Lucia.“Iya, Mom, hanya saja kami baru bertemu lagi hari ini setelah kelulusannya,” jawab Alice.“Tapi … kenapa bisa kalian bisa kenal?” tanya Alice penasaran“Kami, ya, sudah-lah, kapan Uncle Viktor beserta keluarga akan sampai di sini?” tanya Dayton.“Sebentar lagi, Nak,” jawab Lucia yang tersenyum melihat sang anak sesekali melirik ke arah Angelica.“Daddy mana?”“Dia di ruang kerjanya.”“Aku akan menemui Daddy, Mom,” ujar Dayton berjalan meninggalkan sang mommy, adik dan Angelica yang masih diam terpaku.“Nikmati acaranya ya, Sayang, Aunty akan menyusul Dayton,” ujar Lucia mengelus punggung Angelica seraya menundukkan kepala.“Bagaimana bisa kamu mengenal kakakku, Angel?” tanya Alice.“Kami satu apartemen.”“Apa?”“Maksudnya satu gedung apartemen, dia tinggal di sebelah apartemen kakakku,” jawab Angelica, melarat perkataannya.“Jadi … kalian sudah sering bertemu?”“Tidak sering juga, sih, hanya sesekali,” jawab Angelica.“Baiklah, jika sering pun malah bagus,” jawab Dayton.“Apa maksudmu, Kak?” tanya Alice terkekeh.“Apaan, sih, jangan menggodaku.”“Ha ha, habisnya arah pembicaraanmu terlalu jauh.”“Berarti kamu mengerti arah pembicaraanku.”“Nah, sekarang malah aku yang kau goda, Alice.” Dayton menggeleng.Keluarga Leonidas dan keluarga Hilston sedang menikmati makan malam mereka, sesekali Zach mengeluarkan lelucon membuat suasana tak garing, sesekali pula viktor bercerita tentang sang istri yang sudah meninggal dunia, bahwa orang tua Zach akan sangat bahagia ketika melihat Zach akan menikah.“Saya akan memiliki menantu perempuan dan anda pun ternyata sudah memiliki menantu perempuan Tn. Leonidas,” ujar Viktor.Alice tersenyum mendengar perkataan Viktor, tentang Angelica yang bergabung dengan mereka, Dayton pun tak mengatakan apa pun walaupun sebenarnya mengerti, Rayoen dan sang istri melihat Angelica yang sedang dengan santun menikmati makan malamnya.“Saya bukan—““Dia memang akan menjadi calon iparku, Uncle,” sambung Alice membuat Alice menendang lembut kaki Angelica di bawah sana.“Apaan sih, Alice, jangan bercanda,” bisik Angelica.“Mengiyakan perkataan Uncle Viktor pun tak salah, Angel,” bisik Alice.“Ayo nikmati makan malammu,” ujar Rayoen.Zach sesekali melirik Alice yang sedang menikmati makan malamnya dengan santun dan menawan, Zach di temani sang kakak dan iparnya dan juga sang ayah. Sedangkan sang ibu sudah tak ada di dunia ini.Tujuh tahun kemudian.“Angel, kenapa kamu diam saja?” tanya Alice, duduk disamping kakak iparnya.“Aku hanya sedang berpikir, bahwa banyak hal yang sudah ku lalui,” jawab Angelice. “Aku sekarang bahagia.”“Kamu harus bersyukur bahwa kebahagiaan yang kamu alami saat ini, cukup membuktikan bahwa kamu kuat selama ini,” jawab Alice, mengelus punggung kakak iparnya.“Jujur, aku sering mengeluh tentang apa yang tidak aku miliki. Atau bahkan aku sering meminta kepada Tuhan seolah aku mendikte Dia. Padahal … Tuhan pasti sudah tahu dan paling tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang terbaik buat kita. Hal ini berhubungan dengan pengalamanku bekerja sebagai make up artis. Aku masuk ke dalam rutinitas yang sangat amat membosankan. Kenapa? Karena aku orangnya memang mudah bosan, dan kalo sudah bosan, pikiran pasti kemana-mana. Salah satunya mengeluh kepada Tuhan, kenapa aku tidak seperti gini tidak seperti itu. Tapi kadang aku sadar bahwa apa yang aku lakukan salah, tapi juga aku tidak bisa
Dayton menatap wajah istrinya yang kini sedang menatapnya, karena mengerti, semuanya keluar dari kamar perawatan, dan membiarkan Dayton dan Angelica berduaan karena mereka sudah lama tidak pernah saling menatap.“Sayang, aku baik-baik saja,” kata Angelica. “Aku malu jika kamu terus melihatku seperti itu.”“Aku bahagia sekali kamu sudah sadar, Sayang, dan aku benar-benar takut kehilangan kamu,” lirih Dayton, menggenggam tangan istrinya dan menciuminya beberapa kali, ia duduk di hadapan Angelica istrinya yang kini menyerendengkan tubuhnya di ranjang pasien. “Aku melangkahkan kaki bersama dengan harapan. Dan, aku menunggumu dalam sepi, meski ditemani ketidakpastian. Terkadang hatiku perih, namun aku yakin kamu akan baik-baik saja.”“Aku bersyukur sekali memiliki dirimu, Sayang,” lirih Angelica.“Aku yang bersyukur bahwa kamu masih ada di sini, dan menatapku.”Angelica menganggukkan kepala.“Aku mohon sama kamu, jangan pernah menemui perempuan itu lagi, aku tidak akan bisa hidup j
Dayton tengah duduk diam dan menatap wajah pucat istrinya, ia menitikkan air mata, dan menggenggam tangan dingin itu lalu menciuminya sesekali.“Aku mohon. Kamu harus sadar, Sayang,” kata Dayton, menciumi pipi istrinya. “Aku menunggumu di sini. Dan, aku sangat merindukanmu.”Sesaat kemudian, Alice kembali dan membawa dua kotak makanan, Dayton menoleh melihat adiknya sesaat dan kembali menatap istrinya.“Kak, makan dulu,” kata Alice, membuat Dayton menghela napas.“Aku sudah makan tadi siang,” jawab Dayton.“Itu makan siang, Kak, ini makan malam,” kata Alice, menggelengkan kepala, dan menaruh dua kotak makanan itu di atas meja dekat sofabed.“Aku masih kenyang, taruh saja,” kata Dayton.“Kamu tidak pulang, Kak? Ganti baju dan menjenguk Alden,” tanya Alice.“Besok pagi aku akan pulang.”“Baiklah. Kalau begitu aku taruh makanannya di sini,” kata Alice.“Iya.”“Aku pulang dulu, Kak, besok pagi aku akan datang menggantikanmu.”“Hem.”Alice lalu melangkah meninggalkan Dayton
Beberapa hari telah berlalu, namun Angelica belum juga sadarkan diri, semua keluarga hanya berdoa dan menunggu Angelica sadar dan setelah itu ia bisa kembali pada keluarganya. Alden terus menangis, semua keluarga tahu, bahwa Alden peka terhadap musibah yang dihadapi ibu dan ayahnya saat ini.Dayton tak pernah berhenti untuk menemani istrinya, ia akan ke kantor dan mengerjakan pekerjaannya secepatnya dan kembali ke rumah sakit. Ia hanya akan ke mansion berganti pakaian dan mengecek Alden, setelah itu ia akan ke rumah sakit dan menemani istrinya.Semua urusan perusahaan akan di urus oleh Sas—direktur utama.Gunting yang menyayat perutnya melukai organ lainnya, dan ditambah lagi gunting itu adalah gunting yang sangat berkarat yang mampu membuat luka itu terinfeksi seperti luka Angelica.Kebaikan hati Angelica membuatnya terlupa bahwa Arminda tak akan berubah secepat itu, ia sampai melupakan bahwa Arminda tidak pernah menyukainya, dan dendam dihati Arminda sudah mengakar dihatinya s
Dayton kini tengah menandatangani semua dokumen yang kini memenuhi mejanya, semua harus selesai, dan ia amati agar tak ada kesalahan dalam proyek yang di jalankan perusahaannya. Dayton harus mengamatinya dengan teliti agar tak ada yang tumpang tindih.Kepanikan Joseph membuat Dayton menoleh dan menatap asistennya itu.“Ada apa, Joshep?” tanya Dayton. “Kau mengganggu konsentrasiku.”“Tuan, sesuatu terjadi,” kata Joseph, entah kenapa bibirnya seperti terkunci dan tidak bisa mengatakan sesuatu.“Ada apa? Apa yang terjadi? Apa kau tak bisa berbicara lebih jelas?” tanya Dayton, membuat Joseph menganggukkan kepala.“Tuan, Nyonya kini sedang di rumah sakit, beliau tertikam di kantor polisi,” jawab Joseph, membuat Dayton berdiri dari duduknya dan menatap taham ke arah asistennya itu.“Apa? Apa maksudmu?”“Saya mendapatkan telpon dari rumah sakit,” jawab Joseph.“Kau jangan bercanda, Jo,” kata Dayton.“Saya tidak bercanda, Tuan,” jawab Joseph.“Ya sudah. Kita ke rumah sakit sekaran
Angelica menggendong Alden di pangkuannya, ia jadi tidak kesepian jika Dayton beranjak kerja, karena Alden selalu menemaninya, atau Alice yang datang ketika dibutuhkan.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Angelica berseru. “Masuk!”Alice masuk membawa kantong kertas di tangannya.“Aku tidak mengganggu, ‘kan?” tanya Alice, duduk disamping Angelica.“Ya tidak lah, Alice, kamu ini kayak sama siapa aja.”“He he,” kekeh Alice. “Aku bawa sesuatu untuk Alden.”Alice membuka kantong kertas yang di tangannya dan membuka beberapa lembar pakaian dan sepatu, membuat Angelica terkekeh ketika melihat antusias Alice membelikan sesuatu untuk putranya.“Ya ampun, Alice, lihat itu lemari Alden jadi full karena pakaian yang kamu beli, semuanya juga belum ada yang Alden pakai,” kekeh Angelica, menggeleng melihat Alice antusias.“Ini kan bisa di pakai di rumah, jalan-jalan, atau pas Alden sudah besar baru dipake,” jawab Alice. “Aku beli di babyshop yang bagus loh.”“Babyshop mana?”“Aku p
“Nak, ada apa? Kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Lucia.“Aku akan mengambil makan untuk Angelica, Mom,” jawab Dayton.“Biarkan Kemal yang mengambilkannya,” kata Lucia. “Kemal, ambilkan makan untuk menantuku.”“Iya, Nyonya,” jawab Kemal, lalu melangkah meninggalkan majikannya.“Apa yang di lakukan Alden, Kak?” tanya Alice.“Dia tertidur di pelukanku,” jawab Dayton.“Ternyata kakakku ini sudah bisa menjadi Ayah,” kekeh Lucia, membuat semuanya tersenyum.“Dad akan menyewa babysitter untuk Alden,” sambung Rayoen—sang Papa.“Iya. Benar kata ayahmu, agar Angelica bisa bebas bergerak, dan tidak terkungkung,” kata Lucia, menimpali.“Aku menyerahkan semuanya ke Dad dan Mom,” jawab Dayton.“Bagaimana rasanya menjadi seorang Ayah, Bro?” tanya Zach.“Apa kau sudah menginginkannya?” tanya Dayton, kembali.“Jika di beri kesempatan, tentu saja aku mau,” jawab Zach, membuat Alice menyikut suaminya agar diam.“Itu akan terjadi jika benar kau menginginkannya, Nak,” kata Rayoen.“Ini, Nyo
Sampai di rumah sakit, semua perawat juga beberapa dokter menghampiri Dayton, membuat semua pengunjung keheranan melihat kesigapan mereka.“Istri saya mau melahirkan,” kata Dayton, membuat beberapa perawat mengambil ranjang pasien yang bisa di dorong dan membawanya ke hadapan Dayton dan Lucia.Dayton meletakkan istrinya dengan pelan di atas ranjang dorong, lalu menggenggam jari jemari suaminya.“Antarkan pasien ke ruang bersalin,” perintah salah satu dokter.Semua perawat pun sigap dan membawa Angelica ke ruang bersalin.“Tuan jangan khawatir, semua akan baik-baik saja,” kata dokter Hammers.“Lakukan yang terbaik untuk istriku, Tuan Hammers,” pintah Dayton.“Tentu.”Lucia menepuk punggung putranya. “Kamu tak usah khawatir, Nak, begitu juga Mommy melahirkanmu dulu,” kata Lucia.“Mom, apa semua akan baik-baik saja?”“Pasti, Nak, kan kamu dengar sendiri apa yang di katakan Hammers,” jawab Lucia.Dayton menyapu wajahnya dengan kedua tangannya, karena merasa khawatir atas apa
Dayton lagi-lagi mengabaikan istrinya dan terus berjalan. Ia tidak suka melihat istrinya keluar dari kamar tanpa memberitahukannya, lalu dengan santai Angelica mengobrol dengan lelaki lain, hal itu membuat hati Dayton terluka. Meski berlebihan, tapi seperti itulah Dayton yang sangat mencintai istrinya. “Sayang, kenapa kau diam saja? Kau tidak percaya ‘kan aku sedang hami dan mau mengobrol dengan lelaki lain?” tanya Angelica, berusaha mengejar suaminya yang masih berjalan didepannya. Angelica menggelengkan kepala berusaha sabar karena sepenuhnya adalah kesalahannya. “Kita kembali ke London saja,” kata Dayton. “Kok mendadak?” tanya Angelica. “Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.” “Kita ‘kan baru seminggu di sini, sisa seminggu juga ‘kan jadwal cuti kamu?” tanya Angelica. “Pokoknya kita harus pulang. Seminggu saja sudah membuatku muak di sini.” “Ada apa denganmu? Kenapa berubah seperti