Share

Bab 5

Sampai di salon, Alice langsung duduk dan melihat seseorang yang tak asing sedang mewarnai rambutnya, Alice memicingkan mata karena seperti mengenal wanita tersebut.

“Permisi,” sapa Alice.

“Hm?” Wanita itu berbalik yang ternyata Angelica.

“Oh … Alice?” Angelica tersenyum.

“Iya. Ini aku, kau apa kabarnya?” tanya Alice, seraya memeluk Angelica.

“Aku tentu saja baik. Kamu bagaimana?”

“Aku juga baik,” jawab Alice. “Lalu … mengapa mewarnai rambutmu, Angel? Apa kamu sedang frustasi? Karena ini benar-benar bukan gayamu,” ujar Alice yang juga sedang di kerjakan oleh pegawai salon yang duduk berdampingan dengan Angelica.

“Aku memang sedang frustasi dan kamu selalu tahu apa yang sedang aku pikirkan, kamu bagaimana? Tumben kamu ke salon bukankah katamu kamu malas ke salon dan tak suka salon?” tanya Angelica.

“Hari ini … aku akan bertemu dengan calon suami juga mertuaku,” kekeh Alice.

“Benarkah? Bagaimana dengan sekolahmu?”

“Aku akan lulus sebentar lagi.”

“Wahh. Aku tak percaya akhirnya sebentar lagi kamu akan lulus, benar-benar mengagumkan.”

“Karena aku bodoh? Sampai kamu sudah terlihat dewasa dan aku masih saja sekolah, aishh… aku tak tau kebodohan ini aku mengikuti siapa, ayahku tentu saja pintar tak mungkin beliau menjalankan perusahaan jika ia tak pintar, ibuku tentu saja pintar, kakakku juga sudah pasti pintar, terus aku dengan kebodohan ini dari keturunan mana?” ujar Alice frustasi.

“Apa kamu pikir kebodohan itu karena keturunan? Itu semua dari kamu sendiri, Alice, karena kamu malas belajar dan akhirnya kamu tak pernah lulus dari sekolah. Membuat frustasi sudah tentu, ‘kan?” kekeh Angelica.

“Jangan mengejekku, dan apa kamu tahu banyak junior yang menyukaiku dan aku pun berteman dengan junior yang sudah sekelas denganku, aku merasa benar-benar tak berguna,” kekeh Alice.

“Tapi … aku bersyukur akhirnya kamu akan lulus sebentar lagi, walaupun aku tak tau kamu akan lulus atau tidak.” Tawa Angelica memecah ruangan.

“Hahaha.. jangan mulai menggodaku, Angel, walaupun aku tak lulus aku akan tetap menikah dengan pujaan hatiku,” kekeh Alice.

“Kamu memang benar-benar beruntung.”

“Terus, apa kegiatanmu sekarang?”

“Jadi make up artis.”

“Apa? Make up artis? Bukankah kamu bercita-cita untuk menjadi salah satu pegawai hotel?” tanya Alice

“Hm, aku tak punya biaya untuk kuliah.. jadi aku hanya bisa menjadi make up artis karena aku hanya taunya dandan,” kekeh Angelica.

“Sudah selesai, Nona,” ujar pegawai yang mengerjakan Angelica.

“Oh tentu,” jawab Angelica, lalu melihat wajahnya dicermin, pirang berwarna maaron ini, terlihat cocok dengan kulitnya.

Angelica dan Alice lalu menikmati Crimbad yang di lakukan kedua pegawai yang berbeda, salon ini benar-benar besar dan tentu saja mahal.

“Aku akhirnya bertemu denganmu setelah sekian lama semenjak kelulusanmu, jadi kamu harus memberiku nomor ponselmu lalu datang lah malam nanti ke rumahku, aku akan memperkenalkan siapa calon suamiku nanti, dan aku tak ingin mendengar alasan,” ujar Alice penuh penekanan.

“Aku tidak tahu, Alice, aku bisa atau tidak karena jadwal syuting Rihana benar-benar padat.”

“Aku tak mau mendengar alasanmu!”

“Please, Alice.“

“Jangan merayuku, yang harus kamu pikirkan bagaimana caranya kamu akan datang walaupun jadwal syuting Rihana itu padat,” ujar Alice.

“Hm. Baiklah, tentu saja aku akan usahakan datang setelah mendengar ancamanmu.”

“Aku juga akan memperkenalkanmu pada keluargaku,” seru Alice.

Angelica menganggukkan kepala.

“Tapi kenapa kamu ada di sini jika jadwal syuting Rihana padat?”

“Sampai saat ini Rihana sedang beristirahat sejenak lalu melanjutkan syuting nya jam 12 nanti, jadi aku masih punya kesempatan hampir 2 jam dan aku sudah lama mendapatkan kupon gratis yang di berikan Rihana padaku untuk ke salon ini, jadi aku gunakan untuk mewarnai rambutku dengan warna maaron ini, aku tidak tahu akan menggunakannya untuk apa, karena salon ini sangat mewah, aku sempat tercengang bahwa Rihana begitu baik ketika memberikanku kupon.”

“Tapi kamu cocok dengan rambut maaron itu. Cantik,” puji Alice.

“Hahaha, tentu saja aku cocok dalam segala hal.”

“Kenapa kamu tak pernah mau memanjakan diri untuk ke salon? Ke salon itu adalah hal yang berguna untuk para wanita, untuk tampil fresh dan cantik.”

“Kamu ‘kan tahu aku tak suka menghabiskan uangku hanya untuk kecantikan, aku tidak mau sampai menggunakan uangku untuk hal yang tak berguna,” jawab Angelica membuat Alice terdiam ketika mengingat apa yang di katakan sang kakak persis dengan apa yang di katakan Angelica barusan.

♥♥♥

Angelica dan Alice duduk di salah satu resto yang benar-benar besar dan mewah, sudah pasti makanannya pun akan mengalahkan makanan yang mahal di luar sana, tapi Angelica tak bisa menolak tawaran Alice untuk makan bersama setelah sekian lama tak pernah bertemu.

“Apa kita memang harus makan di sini, Lice?” tanya Angelica.

“Tentu saja. Kita kemari untuk makan, kamu tak berpikir aku mengajakmu kemari untuk melihat orang makan, ‘kan?” kekeh Alice menggeleng tak percaya jika Angelica tak pernah berubah.

“Tapi … di sini makanannya sudah pasti mahal, ‘kan?”

“Kenapa terus mempermasalahkan biaya sih, Angel?”

“Aku tak enak saja jika merepotkanmu untuk membelikanku makanan mahal,” jawab Angelica.

“Kamu memang tak pernah berubah, selalu saja hemat.”

“Hahaha, kamu ‘kan tau aku dari dulu”

“Yang terpenting saat ini kita harus makan, aku sudah lapar karena tak sempat sarapan, lagian kamu masih punya waktu sejam.”

Angelica menganggukkan kepala tanda pahamnya.

***

Angelica kini berada di mansion Alice, ia kini tengah membantu maid untuk menyiapkan makan malam yang akan tersaji di atas meja makan yang berukuran besar itu, selama berteman dengan Alice, Angelica memang tak pernah berkunjung ke rumah Alice, dan membuktikan bahwa Alice memang benar-benar kaya raya hanya dengan melihat mansion ini begitu besar dengan design kuning keemasan.

“Apa yang kau lakukan, Angel?” tanya Alice ketika melihat sahabatnya itu sedang membantu para maid.

“Apa kamu tak melihatku? Aku sedang membantu pelayanmu,” jawab Angelica.

“Pelayan di mansion ini banyak, Angel, kamu adalah tamuku jangan melakukan apa pun selain menemaniku,” ujar Alice.

“Baiklah, tapi akan aku selesaikan ini dulu.”

“Cukup, Angel!” ujar Alice membuat Angelica terpaksa menyimpan pekerjaannya dan menghampiri Alice.

“Baiklah, aku akan menemanimu, Permaisuri, tapi, Alice, rumahmu benar-benar besar dan aku terkejut, aku pikir ini---” Ucapan Angelica terhenti.

“Aku pulang.” Suara seorang pria membuat Angelica berbalik dan membulatkan mata ketika melihat Dayton berada di rumah ini, di saat yang tak terduga Dayton selalu ada di sekitarnya.

“Kamu sudah pulang, Nak.” Lucia langsung memeluk putranya.

“Akhirnya kamu datang juga, aku pikir kamu tak akan datang,” ujar Alice.

“Tapi … Angelica, kenapa kamu di sini?” tanya Dayton, memicingkan mata melihat wanita yang tinggal di apartemen sebelah tengah menatapnya.

“Kamu sudah mengenalnya? Dia sahabatku, kami satu sekolah,” jawab Alice.

“Jangan mengada-ngada, Alice.”

“Kamu pasti bingung, tapi benar Angelica adalah sahabatku di sekolah, hanya saja Angelica lulus duluan di bandingkan aku karena aku sudah sering ketinggalan,” ujar Alice menjelaskan,

“Benarkah? Jadi ini … Angel yang sering kamu ceritakan pada mommy?” tanya Lucia.

“Iya, Mom, hanya saja kami baru bertemu lagi hari ini setelah kelulusannya,” jawab Alice.

“Tapi … kenapa bisa kalian bisa kenal?” tanya Alice penasaran

“Kami, ya, sudah-lah, kapan Uncle Viktor beserta keluarga akan sampai di sini?” tanya Dayton.

“Sebentar lagi, Nak,” jawab Lucia yang tersenyum melihat sang anak sesekali melirik ke arah Angelica.

“Daddy mana?”

“Dia di ruang kerjanya.”

“Aku akan menemui Daddy, Mom,” ujar Dayton berjalan meninggalkan sang mommy, adik dan Angelica yang masih diam terpaku.

“Nikmati acaranya ya, Sayang, Aunty akan menyusul Dayton,” ujar Lucia mengelus punggung Angelica seraya menundukkan kepala.

“Bagaimana bisa kamu mengenal kakakku, Angel?” tanya Alice.

“Kami satu apartemen.”

“Apa?”

“Maksudnya satu gedung apartemen, dia tinggal di sebelah apartemen kakakku,” jawab Angelica, melarat perkataannya.

“Jadi … kalian sudah sering bertemu?”

“Tidak sering juga, sih, hanya sesekali,” jawab Angelica.

“Baiklah, jika sering pun malah bagus,” jawab Dayton.

“Apa maksudmu, Kak?” tanya Alice terkekeh.

“Apaan, sih, jangan menggodaku.”

“Ha ha, habisnya arah pembicaraanmu terlalu jauh.”

“Berarti kamu mengerti arah pembicaraanku.”

“Nah, sekarang malah aku yang kau goda, Alice.” Dayton menggeleng.

Keluarga Leonidas dan keluarga Hilston sedang menikmati makan malam mereka, sesekali Zach mengeluarkan lelucon membuat suasana tak garing, sesekali pula viktor bercerita tentang sang istri yang sudah meninggal dunia, bahwa orang tua Zach akan sangat bahagia ketika melihat Zach akan menikah.

“Saya akan memiliki menantu perempuan dan anda pun ternyata sudah memiliki menantu perempuan Tn. Leonidas,” ujar Viktor.

Alice tersenyum mendengar perkataan Viktor, tentang Angelica yang bergabung dengan mereka, Dayton pun tak mengatakan apa pun walaupun sebenarnya mengerti, Rayoen dan sang istri melihat Angelica yang sedang dengan santun menikmati makan malamnya.

“Saya bukan—“

“Dia memang akan menjadi calon iparku, Uncle,” sambung Alice membuat Alice menendang lembut kaki Angelica di bawah sana.

“Apaan sih, Alice, jangan bercanda,” bisik Angelica.

“Mengiyakan perkataan Uncle Viktor pun tak salah, Angel,” bisik Alice.

“Ayo nikmati makan malammu,” ujar Rayoen.

Zach sesekali melirik Alice yang sedang menikmati makan malamnya dengan santun dan menawan, Zach di temani sang kakak dan iparnya dan juga sang ayah. Sedangkan sang ibu sudah tak ada di dunia ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status