Noah mencoba menghubungi El untuk menanyakan kabar anaknya. Dia ingin memastikan jika anaknya baik-baik saja. Tidak rewel seperti yang dibayangkan. Anaknya baru kali ini jauh dengan mommy-nya jadi wajar Noah takut jika anaknya rewel.
“Ada apa?” Pertanyaan itu yang terdengar dari sambungan telepon ketika terhubung.“Apa Lora menangis?” tanya Noah yang begitu penasaran.“Tenanglah, dia aman. Tidak menangis sama sekali.”Ada perasaan lega ketika mendengar akan hal itu. “Sedang apa Lora sekarang?”“Dia sudah hendak tidur bersama Kean dan Lean. Sejak tadi dia tidak mau tidur karena bermain dengan kakak-kakaknya.”Noah melihat jam dinding di kamarnya. Waktu menujukan jam sembilan. Itu sudah lewat dari jam tidur Lora.“Aku rasa Lora akan pulas tidur karena lelah bermain, tetapi aku tidak tahu juga jika nanti malam dia menangis.” El tampak tertawa. Kadang anak-anak tidak bisa ditebak. <Cia menyiapkan semua keperluannya untuk pergi ke London. Ini akan jadi pertama kalinya Lora pergi ke luar negeri. Jadi Cia harus menyiapkan lebih baik lagi. Tak mau sampai Lora rewel di sana. Tadi pagi Cia sudah memberitahu pada papanya jika dia dan Noah akan ke London. Sang papa begitu terkejut dengan apa yang akan dilakukan anaknya. Namun, tidak melarangnya. Mungkin dengan begitu, perlahan Cia dapat melupakan masa lalunya. Papa Felix hanya berpesan jika agar Cia dan Lora baik-baik di sana. “Apa semua barang-barang sudah siap?” Noah yang keluar dari kamar mandi sambil mengusap kepalanya yang basah, menatap istrinya yang sedang sibuk memasukkan beberapa baju milik Lora. “Sudah, tadi juga mama ke sini untuk antarkan beberapa baju milik Lora.” Noah mengalihkan pandangannya pada anaknya. Dilihatnya putri kecilnya itu sedang tidur pulas. Pantas saja sang istri bisa leluasa memasukkan pakaian ke koper. Tak tega melihat istrinya
Noah terdiam. Dia memikirkan jawaban yang tepat untuk diberikan pada Cia. Tak mau sampai Cia curiga dengan semua yang telah terjadi. “Kamu ingat bukan jika aku selalu berusaha untuk mendapatkanmu. Sejak kamu hamil sampai Lora lahir, aku terus berusaha. Jadi wajar sebagai teman dia merasa perjuanganku tidak sia-sia.” Cia ingat betul bagaimana Noah mendekatinya. Sejak awal hamil, suaminya itu sudah berniat untuk bertanggung jawab. Ditambah lagi saat hamil dan melahirkan, dia juga selalu ada untuknya. “Lalu cetakan yang sama, apa maksudnya?” Cia boleh percaya yang dikatakan oleh Noah, tetapi pernyataan Gabby masih mengandung unsur lain. “Kamu pernah lihat beberapa orang yang mengadopsi anak, tanpa mereka sadari terkadang mereka bisa mirip sekali pun mereka tidak sedarah.” Entah alasan itu tepat atau tidak, yang terpenting Noah berusaha lebih dulu. “Sejak awal melihat Lora, aku merasa seperti melihat diriku. Karena itulah aku b
Rencana satu minggu di London, akhirnya menjadi dua minggu. Pekerjaan Noah yang begitu banyak membuatnya harus mengundur kepulangan mereka. Cia sebenarnya bosan di rumah karena sulit untuk ke mana-mana saat musim salju. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saja. Mengingat cuaca terkadang tidak bisa diprediksi. Hingga tidak mau mengambil risiko untuk membawa Lora keluar. Kepulangan Cia dan Noah yang diundur membuat Papa Felix dan Mama Chika begitu merindukan Lora. Mereka tidak sabar untuk bertemu dengan Lora. Cia pun hanya bisa meminta kedua orang tuanya untuk bersabar karena Noah belum menyelesaikan pekerjaanya. Tepat dua minggu, akhirnya Noah dan Cia memutuskan untuk pulang. Pekerjaan Noah sudah semakin berkurang dan bisa dikerjakan jarak jauh. “Hari ini aku akan selesaikan pekerjaanku terlebih dahulu.” Noah mengecup kening sang istri sebelum berangkat. Malam ini mereka bertiga akan kembali ke Indone
Cia dan Noah bersiap untuk menghadiri acara di hotel milik Al. Akan ada chef yang beradu keahlian masak di sana. Acara pasti akan sangat meriah. Karena chef tidak hanya berasal dari Indonesia. Namun, dari berbagai negara. Sebenarnya acara sudah diadakan sejak seminggu yang lalu, dan kali ini adalah final untuk acara tersebut. Cia dan Noah diundang untuk acara final. Menikmati menu-menu yang akan tersaji. Selain orang tua yang tampil cantik dan tampan, ada Lora yang tak kalah cantik. Bayi kecil itu memakai gaun lucu membuat semua orang di sekeliling sangat gemas. Terutama orang tuanya. “Apa kamu sudah siap?” tanya Noah yang menghampiri istri dan anaknya. “Sudah.” Noah langsung menggendong Lora. Mereka bersama-sama menuju ke tempat parkir. Bayi kecil itu pun duduk manis di car seat di belakang. Cia pun ikut duduk menjaga Lora. Lora yang belum genap setahun harus menghadap ke belakang ketika duduk di car seat. M
Cia menatap lekat wajah Noah dari kejauhan. Sesekali dia melihat Lora yang berada di gendongannya. Tak pernah Cia sadari jika keduanya begitu mirip. Bola mata biru yang begitu indah dari keduanya menjadi hal yang paling menonjol yang membuat mereka begitu mirip. Senyum Noah dan Lora pun tak kalah mirip. Keduanya bak pinang dibelah dua. Memang seolah tak bisa dielakkan jika orang akan mengira jika Noah adalah ayah dari Lora. Ke mana selama ini dirinya? Itulah yang menjadi pertanyaan Cia selama ini. Dia tak menyadari sama sekali kemiripan itu, dan justru percaya dengan Noah yang mengatakan jika bisa saja mereka mirip karena banyak yang mengalaminya pada anak adopsi. Tampak dari kejauhan Noah melambaikan tangan Lora. Menyapa mommy-nya yang berada jauh di sana. Senyum keduanya pun mengembang sempurna di wajah keduanya. “Sayang,” ucap Noah ketika berhenti tepat di depan Cia. Tepat saat Noah memanggil Cia, seorang pria yang
Semalaman Noah tidak bisa tidur. Dia memilih merokok dan menikmati kopi untuk mengusir penatnya. Sudah sejak lama Noah tidak merokok, terutama ketika anaknya lahir. Tak mau bawa nikotin yang menempel di tubuhnya terhirup oleh anaknya. Noah terus merutuki kesalahannya. Dia begitu menyesal karena telah melakukan banyak kesalahan dalam hidupnya. Termasuk dengan menyakiti orang yang begitu dicintainya. Andai waktu bisa diputar kembali Noah ingin memperbaikinya. Sayangnya, waktu terus saja berputar dan tak akan pernah kembali. “Bagaimana caranya aku menyakinkanmu jika aku benar-benar mencintaimu?” Noah menyandarkan tubuhnya pada sofa berbahan kulit yang terdapat di kamarnya. Melihat tempat tidur yang begitu sepi membuat Noah begitu sedih ketika hanya tinggal dirinya seorang saja yang ada di apartemen. Noah sadar, tumpukan kesalahan yang dilakukannya tak akan bisa dimaafkan begitu saja. Terlebih lagi ada hati yang begitu terluka denga
Freya berusaha menenangkan Cia. Isak tangis yang terdengar begitu menyesakkan, membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Cia. Dia mengerti bagaimana luka yang dirasakan adiknya. “Kenapa harus dia?” tanya Cia yang masih tidak terima dengan kenyataan yang ada. Rasanya begitu sakit ketika mengetahui jika ternyata Noahlah yang melakukan semua itu. Saat Lora lahir, Freya sempat terkejut ketika melihat bola mata biru milik anaknya. Dia memang sudah yakin jika Ken bukan ayah dari Lora. Namun, yang tak pernah Cia duga adalah jika Noah adalah ayah dari Lora.Freya tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia hanya bisa menenangkan adiknya yang begitu terluka. “Kenapa mereka yang begitu dekat dengan kita, yang harus menyakiti? Apakah mereka tidak sadar, jika mereka akan menyakiti lebih dalam dibanding orang lain.”Apa yang dilakukan Noah memang membuat Cia begitu terluka. Noah yang melakukan hal keji itu, bak penolong ketika menawarkan diri b
Cia berlalu ke kamarnya. Sekuat tenaga dia menahan tangisnya. Tak mau anaknya kembali melihatnya menangis. Cia menyusui Lora. Menemani anaknya itu sampai tertidur. Melupakan sejenak kesedihan yang dirasakannya. Dengan lembut tangannya membelai rambut Lora. Mendaratkan kecupan di sana. Sekali pun membenci ayah dari Lora, tetapi tetap saja cintanya untuk Lora tidak dihilangkan. Baginya, Lora adalah hasil perjuangannya yang harus dihargainya. Lora adalah alasannya bertahan hidup kala itu. Jadi kini Lora pula yang jadi alasannya bertahan juga dari kesedihan.Sekarang memang jam tidur Lora. Jadi wajar jika bayi kecil itu langsung tertidur pulas ketika sang mommy menidurkannya. Suara ketukan pintu terdengar. Cia hanya memutar kepalanya untuk melihat siapa yang ke kamarnya. Ternyata papa dan mamanyalah yang berada di balik pintu. “Sayang,” panggil Mama Chika pada Cia. Cia mengembuskan napasnya. Berusaha menahan sakit