"Mommy!"
Kedatangan Ralin disambut antusias oleh Kenra, anak itu merentangkan tangannya.Awww"Jangan di angkat, tangan Kenra masih sakit." Ralin menegurnya lantas menghampiri putrinya, "tangannya di pasang gips saja ya!" bujuk Ralin."No Mommy, nanti tangan Kenra terlihat besar," tolaknya dengan wajah merengut."Tidak apa-apa sayang, itu supaya tangan Kenra tidak banyak bergerak," ucap Ralin memberi pengertian."Kenra akan terlihat jelek dan cacat."Ralin menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Kenra yang tampak ingin selalu tampil sempurna, dia benar-benar putri Kenzi.Ralin meraup kedua pipinya dengan lembut, "Kenra tetap cantik kok, gips itu hanya agar Kenra cepat sembuh lalu bisa menulis lagi dan belajar, hmmm, atau menyisir rambut mommy bagaimana?" Ralin menjelaskan dengan tersenyum, tidak mudah memang memberi pengertian pada anak yang kritis seperti Kenra."Kalau Kenra pakai gips, apa kita akan pulang kerumah?"Ralin mengangguk tersenyum, "Dan Kenra bisa main lagi." Ia menambahkan."Horeee!" soraknya, "Kenra mau dipasang gipsnya."Ralin pun pergi memanggil dokter, memberitahukan tentang Kenra yang siap untuk dipasang gipsnya."Kau sudah lama datang?" Petra baru saja kembali dari membeli makanan."Baru saja, bosku memberikan cuti untuk mengurus Kenra," kata Ralin. Mereka berdiri ikut menyaksikan dokter yang sedang mengobati tangan Kenra."Wow, luar biasa, bos yang baik.""Ya, aku lega akhirnya bisa menjaga Kenra." Ralin teringat dengan bosnya yang dikatakan oleh karyawan sangat dingin dan cuek, ternyata tidak padanya. Darren sangat peduli."Oh ya, pria yang menabrak Kenra datang meminta maaf." Petra baru ingat dengan Kenzi.Sontak Ralin terdiam, ekspresinya berubah antara takut dan tidak nyaman."Kenapa? Dia tidak jahat, justru dia datang memohon maaf pada Kenra, sayangnya Kau tidak di sini." Petra menambahkan. Ia berpikir kalau Ralin pasti takut akan dituntut balik."Aku tidak apa-apa," kata Ralin. Ia lalu ikut mengantar dokter yang sudah selesai memeriksa kondisi Kenra keluar."Dokter!" panggilnya. Dokter itu berbalik dan tersenyum menatap Ralin, "ap-apa pria yang menabrak putri saya sudah dokter hubungi?" Ralin tampak ragu, tetapi rasa ingin tahunya besar."Oh, maafkan saya Nyonya Ralin, Tuan Kenzi tetap ingin bertemu dengan Kenra dan Anda untuk meminta maaf secara langsung." Dokter sudah mengatakannya, namun Kenzi tetap ingin datang.Ralin tersenyum canggung, "Kalau begitu saya permisi, Dok!" Ralin ingin membalik badan kembali ke ruangan Kenra."Tunggu!" Dokter menahannya, "apa sebelumnya Anda mengenal Tuan Kenzi?" Pertanyaan dokter membuat Ralin terdiam, "maaf, kalau saya bertanya, melihat anda sepertinya sangat tidak nyaman dengan Tuan Kenzi.""Tidak ada, Dok, saya tidak mengenalnya, permisi!" Ralin pergi dengan cepat padahal tidak ada yang tahu dia pernah berhubungan dengan Kenzi, tetapi dia seolah takut dengan pertanyaan dokter tersebut."Aneh, seharusnya dia senang putrinya di beri tanggung jawab dan yang bersangkutan bersedia minta maaf." Dokter tersebut bergumah seraya menatap kepergisn Ralin.^^^^^^Di perusahaanKenzi baru saja datang akan tetapi Darren sudah bersiap untuk pergi."Kau tampak sedang bosan," kata Darren yang mengikuti Kenzi yang sudah duduk di sofa hitam ruangannya."Siapa yang tidak bosan, Kau tidak seperti dulu, membawaku menjelajahi tempat ini," ungkap Kenzi.Darren yang bersandar pun melipat tangannya didada, "Pekerjaanku sedang banyak." Lalu menghembuskan nafasnya pelan. ""Sejak kapan pekerjaan menjadi halanganmu? Kau bosnya, tinggal perintahkan saja pada bawahanmu." Kenzi merasa Darren berbeda kali ini."Kurang dari sebulan akan ada lauching produk baru, aku harus memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik." Darren sedang memikirkan konsep acara tersebut yang belum di putuskan seperti apa jadinya."Darren benar-benar serius kali ini, aku terpukau." Entah itu pujian atau ejekan Darren menanggapinya dengan terkekeh."Aku senang, akhirnya Kau tidak fokus mencari gadis itu lagi. Setidaknya bisa dikatakan Kau sudah move on, sobat." Siapa yang tidak tahu tentang Darren yang tidak pernah punya teman wanita yang spesial sejak dulu."Bukan move on lebih tepatnya aku sedang bahagia," potong Darren.Kenzi menegakkan tubuhnya yang semula bersandar, ia menjadi semakin antusias ingin mengetahuinya. Kenzi menebak sahabatnya ini pasti memiliki kekasih di lihat dari wajahnya yang terlihat ceria."Wanita yang ku sukai bekerja di perusahaan ini," ucapnya sambil memikirkan Ralin tentunya."Wow!" Kenzi berdecak ikut senang, "Di mana dia? Aku ingin melihatnya. Wanita seperti apa yang membuat seorang Darren tak pernah melirik wanita lain." Kenzi semakin penasaran, ia ingin di kenalkan dengan wanita itu."Dia pendesign baru, rancangannya yang akan menjadi produk utama di peluncuran nanti," ucap Darren. Perasaannya tengah senang, apa lagi setelah tahu status Ralin yang seorang ibu tunggal."Jangan menjelaskan apapun, aku hanya ingin melihatnya sekarang." Kenzi sangat tidak sabaran."Tidak, aku takut Kau akan menyukainya." Darren tidak mengizinkannya.Ck"Kau pikir selera kita sama. Violin sudah cukup bagiku, aku tidak akan menyukai orang lain apa lagi itu adalah wanita incaran sahabatku. Sekarang katakan saja di mana ruangannya?" Kenzi hendak berdiri ia hanya ingin melihat langsung wanita itu."Dia sedang di rumah sakit," ucap Darren."Kalau begitu ayo kita jenguk!" Kenzi mengajak Darren tanpa bertanya siapa yang sakit.Dia memang akan pergi, tapi tidak dengan Kenzi, namun sepertinya tidak mungki karena Kenzi sudah sangat penasaran.Mobil mereka meluncur membelah jalanan yang sedikit macet karena hari yang telah beranjak sore membuat aktifitas di jalan bertambah padat dua kali lipat.Tak lupa Kenzi menghentikan mobil di toko bunga, ia menatap mawar kesukaan Violin, Kenzi ingin mengambilnya, namun ia teringat semua wanita berbeda bisa jadi wanita pujaan Darren berbeda, ia mengambil bunga lily dan meminta penjaga toko membungkusnya.Darren yang menyaksikan itu hanya geleng-geleng kepala, namun tidak melarang Kenzi melakukannya. Tanpa diketahuinya yang sakit adalah putrinya bukan ibunya.Darren mengamati Kenzi yang berada di dalam toko. Ia kemudian berpikir, bagaimana kalau Kenzi tahu wanita itu telah memiliki seorang anak, akankah ia seantusias ini mendukung Darren.Lamunannya terhenti saat Kenzi masuk ke dalam mobil. Darren menyebutkan rumah sakitnya dan Kenzi sudah tahu, ia jadi teringat dengan Kenra.Mungkin sekalian saja dia menjenguk gadis kecil pencuri hatinya itu dan berharap bisa bertemu dengan orang tuanya lalu meminta maaf.Bukan hanya Darren saja yang senang, tetapi Kenzi juga. Memikirkan Kenra saja mampu mengukir senyum di bibirnya.Mobil telah terparkir rapi. Kedua pria tampan itu turun, tak lupa Darren membawa bunga pilihan Kenzi tadi.Mereka memasuki rumah sakit, "Darren, sepertinya aku harus ke toilet sekarang." Kenzi ingin mengempeskan kandung kemihnya, "Katakan saja di mana ruangannya, aku akan menyusul," katanya sepertinya sudah tidak tahan lagi."Ke ruang anak saja, aku duluan!" Darren meninggalkannya. Kenzipun berlalu mencari toilet terdekat.Setiap ke rumah sakit ini tubuhnya selalu meminta ke toilet, selesai sudah ia kembali ke jalan yang tadi lalu menuju ruang anak.Tentu saja Kenzi tahu di mana leyaknya, tetapi ia baru menyadari untuk apa Darren ke ruang anak.Apa jangan-jangan wanita itu sudah memiliki anak?Kenzi sedikit bergidik, seorang Darren pengusaha sukses kenapa harus jatuh kepada wanita yang sudah memiliki anak."Terimakasih!" Ralin menerima bunga lily pemberian bosnya. Ralin tersenyum karena dia memang menyukai bunga tersebut."Mommy, bunga itu untuk Kenra, bukan buat Mommy," protes gadis kecil itu.Darren terkejut mendengarnya, seperti orang yang sedang cemburu begitulah yang ia lihat."Mommy hanya menyimpannya, Sayang." Ralin dengan lembut menjelaskannya. Hal Itu membuat Darren semakin terpana padanya. Kelembutan serta caranya memperlakukan Kenra begitu menggambarkan bahwa dia adalah wanita yang sabar.Dia tidak peduli meski Ralin sudah memiliki seorang putri bagi Darren rasa sukanya tidak berkurang sedikitpun sejak dulu hingga sekarang.Darren jadi ingin secepatnya mengungkapkan perasaannya pada Ralin.Sampai satu suara mengalihkan tatapannya."Darren!"Tidak dengan Ralin yang mendadak jantungnya seolah berhenti berdetak, suara itu, suara itu. Ralin tidak melupakannya sedikitpun. Suara yang sering memaki, menghina dan mengatakannya wanita murahan."Paman Kenzi!"Kenra yang melihat Kenzi di pintu menyapanya dengan ramah hingga membuat Ralin mati kutu, tak tahu harus mengatakan apa.Begitu juga dengan Kenzi yang ingin membalas sapaan Kenra, perlahan senyumnya berubah menjadi dingin kerana ada wanita masa lalunya di dalam.Kenzi berpikir cepat. Mungkinkah yang di maksud oleh Darren adalah Ralin dan Kenra ada hubungan apa mereka?"Kenzi, kenalkan ini Ralin dan Kenra putrinya!" Darren memecah suasana yang sempat diam.Ralin menetralkan hatinya yang bergemuruh hebat di dalam, dia yang sangat menghindari Kenzi justru Darren yang membawanya ke sini.Kenzi berjalan menghampiri Ralin, ia menyodorkan tangannya bersikap biasa saja seperti baru kenal hari ini."Kenzi!" ucapnya.Tangan Ralin sedikit gemetar dan dia pun ragu untuk membalas, teringat perlakuan Kenzi di masa lalu yang dengan kasar menepis tangannya."Ralin, Kenzi adalah sepupuku sekaligus sahabat. Dia datang dari Amerika." Darren menjelaskannya, dia takut mungkin Ralin anti den
Ralin memaksakan diri untuk tersenyum meski pun hatinya saat ini ketar-ketir setelah mendengar ucapan pria yang masih berstatus suaminya tersebut."Kau terlalu percaya diri Tuan Kenzi! Kenra putriku dan tidak ada hubungannya denganmu." Ralin tidak membenarkan ucapan Kenzi. Saat ini dia harus kuat dan melawan."Sayangnya aku tidak percaya," balas Kenzi dengan santai.Dalam hati Ralin menggeram, tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan Kenzi ia pun berniat ingin mengusirnya."Aku rasa di antara kita tidak ada urusan, pergilah dari sini dan jangan pernah datang lagi!"Ingin rasanya Kenzi tertawa mendengar kalimat pengusiran itu."Kau lupa kalau Kau masih barstatus istriku?" matanya memelototi Ralin, "yah, meskipun aku tidak pernah menyukaimu."Lagi harga diri Ralin sukses tercabik oleh kata tidak menyukai dari mulut Kenzi. Tidak menyukai tetapi kenapa harus menyentuhnya dulu dan Kenzi tidak hanya sekali melakukannya."Tidak setelah aku memutuskan untuk pergi," sangkal Ralin. Ia membera
Fisik Kenra sudah bisa dibilang kuat, tinggal tangannya saja yang belum sembuh total, ia sebenarnya sudah meminta gipsnya dilepas, namun Ralin tidak mau karena takut Kenra tidak bisa menjagakannya.Setelah sarapan dan beberes rumah, Ralin menemani putrinya belajar, Ralin meminta materi pelajaran selama Kenra libur karena putrinya itu tidak mau ketinggalan pelajaran."Lima di tambah lima sama dengan?""Sepuluh, Mom," jawab Kenra.Ralin yang menuliskannya karena tangan tangan Kenra masih belum bisa di gerakkan.Begitu seterusnya hingga pelajaran menggambar, Ralin diminta untuk mewarnai sebuah rumah yang di halamannya terdiri dari tiga anggota keluarga.Ralin mewarnainya dengan senang hati sekaligus mengulang kenangan masa kecilnya yang suka menggambar, itulah sebabnya ia mengambil jurusan design perhiasan karena hobinya yang menggambar.Rumah berwarna coklat serta halaman dengan rumput beludru dan bunga-bunga bermekaran di dalam pot, membuat rumah itu seolah nyata, tidak jauh dari halam
Ralin akhirnya menyetujui dan menandatangani kontrak tersebut di hadapan Darren dan Victoria."Hanya kerja satu hari, Kau mendapatkan upah setara tiga bulan gaji," ucap Victoria seraya tersenyum."Satu lagi," ucap Darren menginterupsi, "kalau perhiasan yang Kau gunakan di acara pameran memenuhi target penjualan dalam waktu satu bulan, maka akan ada bonus tambahan.""Benarkah! Astaga! Aku senang sekali!" Ralin sangat antusias sampai tidak menyadari ada mata yang menyoroti dengan merendahkan."Paman Kenzi, lihat ini mommy yang menggambar." Suara Kenra mengalihkan tatapannya."Oh i-iya, dad... Pa-man ingin melihatnya." Hampir saja Kenzi menyebut dirinya daddy.Kenra tertawa dengan menutupi mulutnya dengan tangan kiri. Kenzi tidak jadi melihat gambar melainkan mengeryit karena Kenra seperti menertawakannya.Hi hi"Kau menertawakan paman?"Kenra yang mengangguk, "Kenra dengar, paman hampir saja mengatakan daddy. Apa paman mau menjadi gambar ini?"Kenzi menatap gambar yang di tunjuk oleh K
Wanita itu berdiri gelisah, lebih tepatnya marah karena baru saja menyaksikan wanita yang paling ingin dilenyapkannya pergi.Kenzi sudah menenangkannya dengan berbagai bujukan kata, tetapi Violin masih tidak tenang juga."Ada apa?" Darren yang sudah lama memperhatikan itu akhirnya mendekat dan bertanya pada Kenzi.Kenzi tidak menanggapi, tidak mungkin dia mengatakan kalau Ralin adalah istrinya dan Violin kesal karena itu. Tidak, Kenzi tidak ingin Darren tahu karena belum saatnya."Kalau ada masalah, apa tidak bisa dibicarakan di luar? Lihatlah orang-orangku terganggu dengan keributan tadi."Kenzi menatap sepupunya itu, tidak pernah Darren sekasar ini sebelumnya. Ia pun menatap kesekeliling, orang-orang yang mengatur acara malam itu langsung mengalihkan pandangan.Kenzi berdiri dan menarik tangan tunangannya, "Kita pergi dari sini!" ucapnya.Violin menyentak tangannya sehingga terlepas dari pegangan Kenzi. Matanya menyorot tajam, "Tidak, sebelum aku menemui ja*ang itu," tegasnya hingga
"Aku menikah karena perjodohan." Ralin mulai bercerita. Mereka masih berada di gedung tempat berlangsungnya acara, "kesepakatan itu terjadi antara kedua orang tua kami, tetapi sebelum perjodohan itu di laksanakan, kedua orang tuaku meninggal. Hiks hiks hiks!"Tubuh Ralin kembali berguncang seiring dengan air mata yang kembali menetes. Victoria membiarkan saja temannya itu menangis, dia mengambilkan tissue sebanyak-banyaknya untuk Ralin."Aku, aku bahkan tidak tahu apa-apa waktu itu. Orang tuaku pergi karena tidak tahan dengan kebangkrutan kami, mereka malu dan memilih untuk pergi." Ralin mengatur nafasnya seiring dengan tangis yang enggan untuk berhenti."Saat aku lulus kuliah, orang tuanya datang menemuiku dan menyampaikan tentang perjodohan itu. Sungguh saat itu aku tidak tahu apa-apa, yang aku pikirkan saat itu menerima perjodohan karena itu permintaan kedua orang tuaku.Tenyata Kenzi menikahiku juga karena terpaksa, dia memiliki kekasih saat itu. Dia benci karena aku menerimanya.
Alhasil pagi itu Kenra minta di dandani seperti mommynya."Kenra juga ingin jadi peri seperti Mommy!" katanya."Nanti setelah Kenra dewasa, ok!" Ralin memberi pengertian. Anak itu cemberut karena tidak dituruti.Ralin tersenyum melihat ke iri-an putri tersayangnya itu, Kenra memang selalu ingin meniru dirinya.Hal seperti ini saja sudah mampu membuatnya melupakan sejenak kejadian tadi malam. Tingkah Kenra selalu bisa membuat Ralin tersenyum dan menghangatkan hatinya.Kenra sudah di jemput lebih dulu oleh bis sekolah, sedangkan Ralin, taksinya belum juga tiba."Taksimu belum datang?" Nenek Rose keluar dari rumahnya. "Iya, Nek. Padahal aku hampir terlambat," kata Ralin yang mulai cemas. Ia melirik jam di ponselnya, bersamaan dengan itu alat komunikasi itu berbunyi, Ralin segera mengangkatnya."Halo!""Nona, maaf saya, membatalkan pesanan anda, mobil saya tiba-tiba mogok." Terdengar suara sopir meminta maaf."Tidak apa-apa, saya bisa pesan yang lain." Ralin menghela nafasnya. Jam terus
Nafas Ralin memburu, ia berdiri dari tempatnya lalu menghampiri Kenzi, "Sampai kapanpun Kenra tidak akan pernah kuberikan padamu," desisnya tajam dengan mata melotot.Kenzi tertawa setelah memalingkan wajahnya, "Kau harus bersiap dengan kemungkinan yang terjadi." Ralin tahu itu kalimat ancaman. "Apa maksudmu?"Kenzi mendudukkan dirinya di atas sofa lalu menggedikkan kedua bahunya."Kenzi, aku mohon jangan mempersulit hidupku!" Ralin tidak tahu lagi harus bagaimana membuat Kenzi menyerah."Aku tidak mempersulit, yang kulakukan hanya mempermudah, dengan Kenra ikut denganku, Kau bisa bebas bukan? Memilih laki-laki kaya yang bisa Kau manfaatkan."Rasanya percuma Ralin memohon, pria di hadapannya ini benar-benar sudah tidak waras."Kau seolah menuduhku suka memanfaatkan orang. Sayang sekali kepintaranmu itu bila menilai istrimu saja tidak bisa. Seharusnya Kau malu menganggapku murahan tanpa ada bukti sama sekali, tak kusangka seorang Ceo pintar sepertimu punya penilaian yang buruk terhada