"Mau main-main hm?" Kenzo kembali ke atas ranjang dan melakukan sesuatu pada istrinya yang jahil ini. Setelah selesai, ia meletakkan lipstik itu kembali di atas ranjang dan berjalan keluar dari dalam kamar. Setengah jam kemudian, Nora bangun dari tidurnya yang lumayan lama. Ia mengucek-ucek matanya seraya melirik sekitar. "Dimana Ken?" gumamnya saat tak mendapati keberadaan Kenzo di sampingnya. Ia pun beringsut duduk. Pandangannya tertuju pada lipstik miliknya yang semalam ia gunakan untuk melakukan sesuatu pada Kenzo. Senyumnya langsung terbit saat teringat wajah dingin Kenzo yang telah ia poles. Dengan tak sabar, ia turun dari ranjang, lalu keluar dari dalam kamar guna mencari keberadaan suaminya ini. "Itu dia," ucapnya saat melihat punggung suaminya. Ia telah duduk di meja makan yang dapat di lihat dari tangga tempat Nora berdiri saat ini. "Semuanya telah berkumpul, pasti seru," ia tersenyum geli dan melanjutkan langkahnya menuju meja makan. Tetapi sesaat ia merasa heran sa
"Ini dia," Wanita hamil itu menatap sebuah botol kecil berisi sebuah bubuk berwarna putih dengan senyuman lebar. "Aku akan membuatkan makanan kesukaan Kakakku tercinta, tak lupa, ini sebagai bumbu tambahan nya," Reyna tertawa senang. Dengan cepat ia memasukkan botol kecil tersebut ke dalam saku bajunya. Tanganya bergerak menutup pintu lemari dan segera keluar dari ruang kerja milik Gian. Sebelum keluar, ia melongokkan kepalanya dan menoleh ke kanan dan ke kiri. Setelah memastikan keadaan aman, ia langsung keluar dan menutup kembali pintunya. Lalu berjalan seolah tak terjadi apa-apa. Dengan senandung senangnya, ia pergi ke dapur. di dalam rumah yang sangat luas ini, hanya Gian seorang yang menempatkan. Ia akan memanggil seseorang untuk membersihkan rumah di hari tertentu. "Senangnya hidup berdua hanya dengan suami, terima kasih telah hadir sayang ku," ucap Reyna sambil mengelus perutnya. Wanita itu membuka kulkas dan memperhatikan isi di dalamnya. Semuanya bahan makanan hampir a
"Menjijikkan!" Nora menoleh cepat pada sang suami yang berkata demikian. Ia mendapati Kenzo tengah menatap pada sesuatu dan Nora langsung mengikuti arah pandangnya. Sontak Nora pun mengernyitkan dahinya saat melihat seseorang yang yang tengah memakan sesuatu. Orang itu bukan memakan makanan dari warung ini, melainkan di atas mejanya terdapat seekor daging kucing yang di letakkan di atas sebuah nampan. Daging itu sepertinya telah di masak dengan menggunakan banyak bumbu. Orang itu duduk di teras depan. Di sana memang di sediakan kursi jika ada pelanggan yang ingin makan di luar warung. "Astaga," gumam Nora tak percaya. Pasalnya ia melihat orang itu makan dengan rakus daging tersebut. Nora sangat menyayangkan hewan terlucu itu yang menjadi santapan orang rakus sepertinya. Pandangannya beralih pada Kenzo yang masih menatap orang itu dengan tajam. "Apa sebaiknya kita pergi saja Ken?" tanyanya. Kenzo menatap padanya. "Tak apa," jawabnya. Ia mengambil tangan Nora dan menari
"Kenzo!" Dor!Nora berteriak keras saat melihat melalui celah pintu lemari ada seseorang yang mengarahkan tembakan pada suaminya itu. Ia refleks berteriak keras dan untungnya, Kenzo bisa langsung menghindar dari tembakan tersebut. Suaminya itu menoleh menatap padanya dengan tatapan tajam. "Sstt! Diam di situ!" perintahnya mutlak. Seketika Nora menutup mulutnya. Ia kembali mengamati sang suami melalui celah pintu lemari tersebut. Terlihat Kenzo yang berjalan melewati tempat persembunyian Nora saat ini. Setelahnya, Nora sudah tak bisa melihat siluet tubuh Kenzo sama sekali. "Semoga dia baik-baik saja," dengan Hati yang kembali gelisah dan cemas, Nora memanjatkan doa dengan penuh harap. Tetapi sesaat kemudian, ia kembali memainkan ponselnya dengan anteng. Kenzo berjalan dengan langkah penuh kewaspadaan. Matanya yang tajam menatap bak seekor elang yang siap memangsa jika melihat musuh yang muncul di hadapannya. Di tangannya telah terdapat sebuah senapan canggih dimana jika menem
"Biarkan mereka membusuk di penjara," Kenzo berucap dingin. Para aparat keamanan itu langsung menunduk padanya. Mereka langsung membawa para perampok itu dan di tarik paksa untuk di masukkan ke dalam mobil tahanan. "Teria kasih, tuan," salah aparat itu menunduk hormat pada Kenzo sesaat. "Kami akan membawa para perampok ini, dan membawa serta para korban," lanjutnya. Kenzo mengangguk sebagai jawaban. "Jangan bunuh mereka," katanya membuat aparat itu kebingungan. "Mereka akan membusuk," lanjutnya. Lalu ia berlalu menuju tempat dimana Nora berada dengan masih menggendong anak kecil laki-laki yang telah tertidur karena kelelahan menangis. "Tu-tuan tunggu, anak itu?" Kenzo menghentikan langkahnya saat aparat itu kembali bersuara. "Ini urusan ku," jawabnya mutlak tanpa membalikkan tubuh. Lalu ia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Aparat itu tak bisa berbuat lebih lanjut saat Kenzo telah mengatakan hal itu. "Astaga, lihat! Kaki mereka mulai membusuk!" seru salah
"Ling mau tembak Om itu," Semuanya terdiam mendengar perkataan anak kecil yang di luar ekspetasi mereka. Jika yang lain merasa heran, Kenzo justru menyeringai mendengar ucapan Ling. "Benarkah?" tanyanya. Anak kecil itu mengangguk dengan antusias. Terlihat wajahnya pun sangatlah serius menatap Kenzo. "Ling ingin melakukan sepelti yang meleka lakukan sama Mama dan Papa. Meleka menembak kepala meleka beldua," jelasnya. Adenna dan Nora saling pandang mendengar perkataan Ling. "Ling, Ling tidak boleh seperti itu," nasihat Nora. Ia menghadapkan wajah anak kecil itu agar menatapnya. "Ling masih kecil, biar itu jadi urusan Om yah, Nah, perkenalkan, itu namanya Om Kenzo, dan Tante namanya Tante Nora, Ling mengerti?" Anak kecil itu mengangguk tanda mengerti. "Dan ini?" Tanyanya menunjuk pada Adenna dan Radhika. "Panggil saja Grandma, dan itu Grandpa, Ling sekarang adalah bagian dari keluarga kita," jawab Adenna. "Ling tahu sekarang sudah berapa tahun?" tanya Radhika. Dia menoleh mena
Ceklek! "Om! Tante!" Mereka berdua menoleh cepat ke arah pintu. Terlihatlah di sana Ling dengan Adenna yang berdiri di ambang pintu. "Astaga, Ling ayo main sama Grandma, kalian lanjutkan saja!" Brak! Pintu di tutup kembali setelah Adenna membopong Ling dan membawanya pergi. "Sepertinya aku akan segera memiliki cucu," Adenna tersenyum senang sekaligus geli. Ling mengerjapkan matanya polos menatap Adenna. "Om dan tante sedang apa?" Adenna menatap anak kecil itu dengan senyuman yang belum hilang. "Mereka akan membuatkan Ling adik," "Adik?" ulangnya. Adenna menganggukkan kepalanya antusias. Kakinya mulai berjalan menjauh dari area kamar Kenzo. "Calanya bagaimana Glanma?" anak kecil itu menunjukkan raut wajah berpikir yang menggemaskan. Seketika Adenna tersadar dengan apa yang baru saja ia katakan pada anak dalam gendongan ini. "Ling mau main apa?" tanyanya berusaha mengalihkan perhatian. Untungnya, bocah ini langsung tergiur dengan pertanyaan Adenna dan melupakan rasa penas
"Siapa yang akan kau buang hah!?" Reyna tersentak kaget saat mendengar suara yang sangat ia kenali. Kepalanya menoleh cepat dimana tepat di ambang pintu sudah ada Gian dengan stelan Jaz nya berdiri di sana. Wanita itu berdiri dengan wajah pias menatap Gian yang terlihat marah. "Siapa yang akan kau buang sayang?" tanya Gian tajam. Tubuhnya perlahan mendekat pada sang istri hingga punggung Reyna menabrak dinding di belakangnya. "E-em, tidak ada," jawab Reyna gugup. Ia bahkan tak berani walaupun hanya untuk sekedar menatap mata Gian. "Lalu, siapa yang akan kau buang tadi hm?" Wajah Gian semakin mendekat pada wajah Reyna hingga membuat Reyna semakin memundurkan kepalanya. "Hei, kenapa dirimu sepertinya takut padaku? Kau kenapa sayang? Bukankah setelah suamimu ini pulang bekerja, kau harus melayani nya?" Gian menciumi area bawah telinga Reyna hingga leher belakangnya. Reyna memejamkan matanya merasakan sensasi yang di berikan oleh Gian. Ia menggigit bibirnya menahan hasrat yang ti