Takdir begitu kejam terhadap dirinya. Bagaimana tidak? Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri suaminya tengah memadu kasih dengan adik kandungnya sendiri. Ia pikir semuanya akan kembali baik-baik saja ketika dirinya memutuskan untuk memaafkan kejadian itu. Namun, justru kebaikannya itulah yang menjerumuskannya dalam jurang kematian. Ellenora Arabelle Laurelyn merasa tak terima pada takdirnya. Namun, bagai mendapat anugerah, tiba-tiba dia terbangun saat hari kelulusannya sebagai Sarjana Desainer. Yang artinya, ia mengulang kembali kehidupannya melalui perjalanan Dimensi Waktu. Dirinya di masa lalu memanglah terlalu naif. Tetapi, ia takkan menyianyiakan kesempatan yang ia dapat. Ia akan membalas semua perlakuan jahat mereka. Akankah takdir yang dialami Ellenora akan berubah?
View More"Reyna sedang apa?" suara Reyna, adik kandungnya membuat langkah Nora terhenti.
"Ahh ... Kakak, pelan-pelan.""Ssttt, jangan terlalu keras, nanti kakakmu mendengar suara percintaan kita,"Deg!Jantung Nora berdetak kencang dan hatinya berdenyut ngilu saat mendengar suara suaminya, Gian, berada di dalam sana."Kakak nakal, sih." Suara Reyna terdengar manja, lalu terdengar pula suara cekikikan disertai dengan desahan dan erangan yang tak pantas dilakukan antara seorang kakak adik ipar."Kamu ini begitu cantik, Baby ... yahh ... seperti itu."Tak tahan, Nora mendekatkan diri ke arah pintu dan menarik nafas berusaha mengontrol emosi yang akan meluap. Dia tahu betul apa yang sedang terjadi diantara mereka.Brak!!Kaki Nora yang tengah terasa sakit menendang pintu dengan sekuat tenaga sehingga menyebabkan pintu itu terbuka lebar, menampakkan Gian dan Reyna sedang melakukan penyatuan tanpa busana di atas ranjang."Apa yang kalian lakukan?!" teriaknya nyalang dengan suara yang terdengar kering karena ia memang tengah sakit."Apa matamu buta?!" seru Gian dan berdecak tak suka saat kegiatannya terganggu. Mereka berdua saling melepaskan diri."Kau!" tunjuknya pada Reyna yang sudah menitikkan air mata dan menunduk."Wanita murahan!" ucapnya dengan menahan sesak di dada. Gian dan Reyna berselingkuh dibelakangnya. Bahkan, disaat kondisinya kian parah karena penyakit leukimia yang ia derita, mereka tetap bercinta tanpa mengenal situasi dan waktu."Jangan menghinanya, Nora!" bentak Gian.Suami Nora itu bangkit dari ranjang dan meraih celana boxer miliknya yang tergeletak di lantai, lalu memakainya."Kenapa? Kenyataannya begitu, kan?!" tantangnya"Aku tak menyangka kamu bisa melakukan hal menjijikkan di belakangku!" Nora benar-benar marah dan melangkah maju mendekati adiknya.Plak!Ia melayangkan satu tamparan pada pipi Reyna. Membuat wajah wanita itu menoleh ke samping. Rambutnya masih acak-acakan, tetapi ia tak melepaskan selimut yang membungkus tubuh polosnya."Dasar adik tak tahu malu! Di mana otakmu diletakkan, hah!? Apa kau sudah gila?!" serunya."Beraninya kau menampar orang yang kucintai!" seru Gian merasa tak terima dengan apa yang Nora lakukan.Nora menoleh pada suaminya. "Dia pantas mendapatkannya!""Dia sedang mengandung anakku! Tidak seperti dirimu yang mandul! Kita sudah menikah hampir 5 tahun, tetapi kau belum juga memberikanku keturunan!""Dan asal kau tahu, kami melakukannya atas dasar sama-sama suka! Camkan itu!"Bagai disambar petir yang dahsyat, ia begitu terkejut saat mendengar suaminya berkata demikian. "Sejak kapan, hah?! Sejak kapan kalian bermain api di belakangku?!" tanyanya."Apakah itu penting bagimu?" Gian balik bertanya dengan menatap Nora datar."Tentu saja! Kenapa aku begitu bodoh baru mengetahui hal menjijikkan yang kalian lakukan di belakangku! Aku tak menyangka suami dan adikku melakukan hal yang benar-benar menjijikkan! Seperti binatang!""Jaga ucapanmu!" sentaknya."Bukankah yang aku katakan itu benar? Adikku itu seorang wanita yang amat menjijikkan! Pelacur! Jalang!""Jangan menghina wanita yang kucintai lagi! Atau kurobek mulutmu!"Plak!Brengsek!Kepalanya tertoleh ke samping. Tangannya memegangi pipi yang terasa panas. Sudut bibir sebelah kanan juga sobek akibat tamparan keras yang dilayangkan oleh Gian. Ia menatap jijik pada dua manusia itu."Apa tidak ada wanita lain selain adikku itu? Lebih baik aku melihatmu berselingkuh dengan para pelacur hina di luaran sana dari pada melihatmu berselingkuh dengan adikku sendiri, Gian!"Gian tak bergeming. Dirinya justru mengelus bahu Reyna dan saling berpelukan."Kau pria paling brengsek yang takkan kumaafkan seumur hidupku!"Plak!Nora menampar suaminya dengan dada yang terasa sangat sakit. Lalu, ia memaksakan diri keluar....."Kau!?" teriak Nora saat melihat Reyna tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Namun, dia justru tersenyum. Di tanganya juga membawakan sebuah mangkuk berisikan bubur yang asapnya masih mengepul."Kakak sedang apa?," ucapnya lembut."Diam kau! Mau apa kau kemari! hah!?" seru Nora dari atas tempat tidur. Ia sudah tak memiliki tenaga lagi. Sakitnya kian bertambah parah saat melihat apa yang dilakukan dua orang tadi.Dia berjalan mendekat dan mendudukkan tubuhnya di samping Nora. Ia hanya bisa menatap tajam karena tubuhnya sangat lemas."Em, maafkan aku kakak, sungguh, aku tak bermaksud mengkhianatimu. Aku, aku telah melakukan kesalahan besar, aku menyesal kak," ucapnya seraya menundukkan kepala. Terlihat, ada air mata juga yang mengalir di pipinya.Nora tersenyum mengejek. "Setelah kau bercinta dengan suamiku? Aku tak percaya!""Aku benar-benar menyesal kak, maka dari itu, aku ingin meminta maaf padamu. Ini, aku buatkan bubur spesial untukmu. Meskipun kau tahu aku tak pandai memasak, tetapi, aku telah belajar membuatnya demi dirimu,"Benarkah itu? Nora melirik mangkuk berisi bubur di tangannya yang terlihat enak. Aromanya pun cukup menggoda. Nora tak melihat kebohongan di wajahnya Reyna. Bolehkah ia mempercayainya sekali lagi? Tetapi, hatinya terasa berat."Sungguh kak, aku menyesal ...." air mata yang mengalir di pipi Reyna membuat Nora merasa gundah."Ayo kakak makan dulu, meskipun kakak membenciku, kakak tak boleh membenci makanan. Akan aku bantu," ucapnya, Kemudian Reyna membantu Nora makan dengan menyuapinya. Sementara Nora tak menolak akan hal itu tanpa sedikitpun merasa curiga."Kakak mau memaafkan aku kan?" tanya Reyna setelah buburnya habis.Nora mengangguk dengan berat hati."Terima kasih ..., kak Nora memang sangat baik," ucapnya. Lalu ia memeluk Nora."Dan karena kebaikanmu itu, kau menjadi bodoh," bisiknya membuat Nora sangat terkejut. Reyna melepaskan pelukannya dan tersenyum mengejek."Apa maksudmu?" tanya Nora. Reyna langsung pergi keluar tanpa menjawab.Tiba-tiba, sekujur tubuh Nora terasa panas seolah organ dalam tubuhnya terbakar. "Uhuk!" darah segar keluar dari mulut. Lalu, tubuhnya kejang-kejang dan bergetar hebat. Sial! Apakah ia telah diracuni? Kenapa ia begitu bodoh?Bubur itu! ia yakin racun telah dicampurkan di dalamnya! Nafasnya mulai tak beraturan dan terasa berat sekali."T-tolong," ucapnya dengan susah payah.Dari pintu muncul Gian dengan tatapan datarnya. Nora menatap memohon padanya dengan maksud meminta bantuan. Namun tak lama, muncul Reyna dengan seringai jahatnya."Kalian ak-kan menyesal! Aku tak terima! A-aku akan mem-membalas kalian! De-dengan leh-lebih kejam!" Nora memaksakan diri untuk berbicara. Rasa dendam dan rasa tak terima sangat besar dalam hatinya.Ia berharap masih bisa bertahan hidup untuk membalaskan perbuatan mereka berdua. Tetapi, sepertinya sudah tak bisa.Tubuhnya semakin bergetar hebat disertai dengan nafas yang mulai tersendat-sendat. Mulutnya mengeluarkan busa. Lalu, ia merasakan dingin mulai menjalar dari ujung kaki dan berjalan sampai di tenggorokan. Nafasnya terhenti.Seketika, semuanya gelap."Hahh!"Seorang gadis terbangun dari tidurnya dengan nafas tersengal-sengal. Keringat dingin mengucur deras. Pandangannya mengedar melihat area kamar.Gadis itu menghela nafas panjang."Bukan! Tadi itu bukan mimpi!"Masih teringat jelas saat racun itu bereaksi dan bagaimana sakitnya meregang nyawa."Nora! Bangun! Hari ini kamu wisuda!"Gadis itu dengan cepat mencari ponselnya saat mendengar suara milik sang bunda. Ia menahan nafasnya sesaat.~"Hahaha!" Nora tertawa terbahak-bahak dengan menatap Reyna tajam. Ekspresi bengis terpampang jelas di wajah cantiknya. "Aku bahkan tak tahu apakah aku bisa benar-benar memaafkanmu, Reyna,"Di depan Reyna, Nora berdiri tegak. Gadis itu mengambil sebuah botol berisi racun di dalam saku jaketnya. Sorot mata Nora tampak dingin, seperti cahaya remang yang memantul di permukaan cairan berbahaya itu. Dia terlihat tak berperasaan, wajahnya menyiratkan kekecewaan yang mendalam. "Minum ini, Reyna," perintahnya dengan suara datar, seolah mengabaikan rasa takut yang terpancar dari Reyna. "Jika kau memang menyesal, buktikan padaku."Reyna menatap botol itu, mulutnya terasa kering. "Kak, tolong… jangan lakukan ini!" ucapnya, suara penuh kepanikan. "Kita bisa menyelesaikannya dengan cara lain. Ingat Kak! Kita pernah menjadi saudara!"Nora mengangkat bahu, senyum sinis menghiasi wajahnya. "Saudara? Aakah kau benar-benar percaya bahwa kita masih bisa menjadi saudara lagi setelah semua yang kau lak
Nora menatap ke arah hutan yang gelap, napasnya teratur namun penuh semangat. "Waktunya telah tiba. Kita tidak akan mundur. Kita harus menghadapi ini, Kenzo." "Ayo kita lakukan. Jika Reyna ada di sini, kita akan menemukannya."Nora merasakan getaran di sakunya. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat nama Ayah di layar. Dengan sedikit keraguan, ia mengangkat telepon."Nora, kami semua mendukungmu," suara Ayahnya terdengar tenang namun tegas, "Reyna telah melampaui batas. Dia tidak hanya mengkhianati kita, tapi juga merusak kehormatan keluarga. Kau tahu apa yang harus dilakukan."Suara Bundanya kemudian terdengar, lembut namun penuh kepastian, "Kami percaya padamu, Nak. Ini bukan lagi soal pribadi, tapi soal keluarga. Jika kau ragu, ingatlah betapa Reyna telah membuat kita terluka."Nora menggenggam ponselnya lebih erat, menghirup napas dalam-dalam, dan menatap Kenzo. "Ayah dan Bunda telah berbicara. Semua mendukung kita," katanya, matanya berbinar dengan tekad yang baru.Kenzo mengangg
"Ken!" Nora menatap Kenzo yang juga tengah menatapnya saat ini. Gadis itu menyibak rambutnya yang berkeringat. Keheningan di dalam markas segera pecah menjadi sorakan kegembiraan. Para anggota mafia, yang sebelumnya tegang menyaksikan pertarungan, kini bersorak merayakan kemenangan Nora atas Gian. Suara tawa dan teriakan penuh semangat menggema di seluruh ruangan, menandakan bahwa mereka telah berhasil mengalahkan musuh yang selama ini menjadi ancaman bagi mereka."Untuk Nyonya Nora!" teriak salah satu anggota, mengangkat senjata dengan penuh semangat. Suara tepuk tangan dan sorakan lainnya menyusul, menyebar dengan cepat seperti api. "Dia telah menyelamatkan kita semua!"Kenzo berdiri di samping Nora, wajahnya menampakkan kepuasan dan kebanggaan. Ia mengamati sekeliling, menyaksikan bagaimana para anggotanya merayakan keberhasilan itu. "Kita tidak boleh berpuas diri!”" Kenzo mengangkat suaranya di atas keributan. "Kemenangan ini bukanlah akhir. Masih ada tugas penting yang menunggu
"Mulai sekarang, kita bergerak. Temukan Reyna, hidup atau mati."Para anggota mafia mulai bergerak cepat, mengambil posisi dan menjalankan perintah. Nora berdiri di samping Kenzo, matanya bersinar penuh ambisi dan kebencian. Dalam hatinya, ia tahu ini adalah akhir dari perseteruannya dengan Reyna. Tapi kali ini, ia tidak hanya akan menang—ia akan memastikan Reyna tak pernah kembali.Ketegangan di dalam markas Kenzo tiba-tiba memuncak ketika suara deru mesin mobil dan suara langkah kaki berat terdengar mendekat. Pintu masuk utama dibuka dengan paksa, dan rombongan mafia yang dipimpin oleh Gian melangkah masuk dengan agresif. Mereka mengenakan pakaian gelap, wajah tertutup oleh masker, menunjukkan bahwa mereka datang untuk bertarung. Gian, sosok tinggi besar dengan tatapan menakutkan, berdiri di depan kelompoknya. Senyumnya penuh tantangan saat ia melihat ke arah Kenzo dan anggota mafia yang berkumpul. "Kenzo," ia menyapa dengan nada mengejek. "Dengar, malam ini aku akan mengambil kemb
"Ck! Aku takkan membiarkan Nora hidup lebih lama! Besok. Yah, Besok. Aku akan mengakhiri semuanya. Aku akan melenyapkannya dan merebut Kak Kenzo!" .... Di sebuah ruang bawah tanah yang gelap dan lembap, markas mafia yang dipimpin oleh Kenzo dipenuhi dengan para anggotanya yang berkumpul di tengah malam. Lampu-lampu redup memancarkan cahaya kekuningan, menerangi wajah-wajah tegang dan bersiap. Meja kayu panjang di tengah ruangan dipenuhi peta, dokumen, dan foto-foto Reyna. Suara berisik dari para anggota mafia yang berbicara dan mengasah senjata memenuhi ruangan, menciptakan suasana tegang yang tak terelakkan. Kenzo berdiri di depan semua orang, tubuhnya tegak, mata tajamnya memandang serius pada anak buahnya yang berjumlah puluhan. Ia mengenakan setelan hitam yang rapi, wajahnya dingin, penuh ketegasan. Rambut hitamnya tersisir rapi, namun aura di sekelilingnya memancarkan bahaya yang tak bisa disangkal. Di tangannya, sebuah pistol berlapis perak tergenggam erat. "Reyna tidak bis
Nora berhenti sejenak di depan pintu, memandang Sam dengan senyum tipis di wajahnya. "Kamu baik-baik saja, Sam?"Sontak, Sam mengangukkan kepalanya sebagai jawaban. "Aku baik-baik saja, Nyonya," jawabnya. "Sebaiknya kita beristirahat sekarang. Besok pagi, kita akan melakukan pencarian untuk menemukan jalang itu. Kita akhiri saja semuanya. Aku yakin. Semua anggota keluarga kita akan merasa tenang jika benalu itu lenyap." Kenzo menajamkan matanya. .... Dalam kegelapan malam, Reyna berlari tanpa henti, menerobos ranting-ranting kasar dan daun-daun lebat di hutan yang seolah mencoba menahannya. Tubuhnya menggigil, bukan hanya karena dinginnya malam, tapi karena gemetar perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Tangan kirinya masih berlumuran darah Hercules, pria yang pernah begitu mencintainya. Nafasnya berat, namun ia terus berlari, seolah mencoba melarikan diri dari bayang-bayang perbuatan yang baru saja dilakukannya."Tidak ada jalan kembali," gumamnya dalam hati, matanya membara
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments