BRAK!
Tubuh Nora ambruk sesaat setelah ia ditabrak oleh sebuah mobil yang melaju. Tubuhnya terguling-guling di atas aspal.Sungguh, tubuhnya terasa remuk redam. Jantungnya berdetak tak karuan. Sebelum ia memejamkan matanya, ia melihat sesosok pria tak asing yang turun dari mobil dan mengangkat tubuhnya.Pria itu menatap tajam pada sosok dalam gendongannya. Sedikit merasa kesal karena ia sudah memberikan peringatan kepada seorang gadis yang ia tabrak ini. Namun saat ia melihat dari belakang gadis ini terdapat sebuah mobil yang mengejarnya, ia akhirnya tahu sebab gadis ini berlari dengan tergesa-gesa.Tanpa pikir panjang, pria itu memasukkan tubuh Nora kedalam mobilnya. Membawa Nora bersamanya. Setelah mobilnya melaju, pandangan pria itu bertambah tajam setelah melihat banyak mobil berwarna hitam mengejarnya dari belakang."Sial!" umpatnya.Pria itu mengendarai mobilnya dengan cepat seiring dengan bertambahnya jumlah mobil yang mengejarnya.Sesekali matanya melirik Nora untuk melihat kondisi gadis itu. Terdapat beberapa luka yang harus segera diobati. Gadis itu juga masih tak sadarkan diri.DOR!Kini terdengar sebuah suara tembakan dari arah belakang. Untung saja pria itu bisa menghindarinya dan seakan sudah biasa dengan hal seperti ini.DOR!PRAH!Kali ini peluru itu mengenai kaca belakang mobilnya yang membuat kaca itu pecah."Ck!" decaknya.Terjadilah aksi kejar-kejaran di sebuah jalan raya yang banyak kendaraan lain sedang melaju. Namun, itu tak membuat Gian yang sedang mengejar mobil yang membawa kekasihnya itu berhenti. Justru ia semakin gencar mengejarnya."Siapa gadis ini!?" tanyanya entah pada siapa.Bibirnya menyeringai saat melihat di depan sana terdapat sebuah belokan tajam yang di bawahnya ada sebuah jurang.Ia membawa mobilnya dengan kecepatan penuh dengan sesekali mengawasi mobil di belakangnya. Hingga tepat saat di belokan itu, dia memutar balik mobilnya berhenti."Sialan!" umpat Gian.CIITTT!BRAK!BRAK!Beberapa mobil yang dikendarai oleh anak buah Gian mengerem secara mendadak mengakibatkan mobil itu saling menabrak dan terjatuh ke dalam jurang.DUAR!Disusul sebuah suara ledakan yang terdengar dari arah jurang. Mobil anak buah Gian meledak beserta pengendaranya."Dia begitu licik!" kata Gian yang untungnya ia membawa mobilnya dibarisan paling belakang dan bisa mengerem mobilnya dengan benar.Sedangkan seorang pria yang membawa Nora hanya tersenyum miring melihatnya. Kemudian kembali melajukan mobilnya meninggalkan sebuah lakalantas yang ia ciptakan.Gian turun dari mobilnya diikuti anak buah yang selamat. Ia mulai melangkahkan kakinya guna melihat keadaan di bawah sana."Semuanya telah hangus tuan!" ujar salah satu anak buahnya."Ck! Tak berguna!" jawabnya membuat anak buah yang tadi berbicara seketika terdiam. Rekanya telah mengorbankan nyawanya tetapi justru dianggap tak berguna oleh tuannya ini. Sungguh ia tak habis pikir."Kalian! Bereskan kekacauan ini! Jangan sampai ada aparat yang tahu!" perintahnya. Setelah itu, Gian meninggalkan anak buahnya dan melajukan mobilnya menuju markas.....Sedangkan di lain tempat, Pria yang membawa Nora masih duduk di dalam mobilnya bersama dengan Nora. Ia bingung akan membawa gadis ini kemana.Kepalanya menoleh dan menatap wajah Nora yang terdapat sebuah luka di kening serta dagunya. Ia meneliti penampilan gadis ini dan baru menyadari gadis ini masih menggunakan dress wisuda dimana terdapat sebuah selempang bertuliskan gelar yang diperoleh."Sarjana Desainer?" gumamnya. Akhirnya ia ingat. Gadis ini adalah orang yang menabraknya tadi di depan aula.Ia melepaskan sabuk pengaman yang melekat di tubuhnya. Entah mengapa, tanganya terangkat untuk menyibakkan rambut yang menghalangi wajah cantik Nora. Dan menatapnya dari dekat."Tak buruk," ucapnya menilai wajah Nora.Entah setinggi apa seleranya sehingga wajah Nora yang sangat cantik bisa dikatakan seperti demikian.Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya pria itu memutuskan untuk membawa Nora pulang kerumahnya. Ia akan meminta bantuan sang Mommy yang merupakan seorang dokter. Apalagi ia juga sama sekali tak berpengalaman jika berurusan dengan yang namanya wanita....."Siapa yang kau bawa!?" histeris seorang wanita paruh baya yang melihat putranya menggendong seorang gadis.Wanita itu berjalan cepat mendekati putranya setelah ia melihat gadis itu direbahkan di atas sofa di ruang tamunya."Kau tak menculik seorang gadis kan!?" tuduh wanita itu.Sedangkan sang empu yang dituduh hanya menghela nafas kasar."Tidak," jawabnya datar. Kemudian pria itu duduk disofa seberang seraya menyenderkan punggungnya.Wanita yang masih dalam kebingungan itu perlahan mendekat pada seorang gadis yang terbaring tak sadarkan diri. Seketika matanya membulat terkejut."Kau apakan dia!? Kenapa dia terluka seperti ini!?"Wanita itu bergegas mengambil kotak P3K dan Peralatan medisnya. Ia mulai memeriksa dan mengobati luka Nora. Tak lupa ia memberikan minyak aromaterapi agar Nora cepat sadar."Lukanya tak ada yang serius, hanya beberapa bagian tubuh lecet sedikit," jelas wanita itu."Apakah dia kekasihmu?" tanyanya dengan senyum mencurigakan.Pria itu terkesiap sesaat dan langsung membuka mata. Ia menatap Wanita yang telah melahirkannya itu dengan wajah datar khasnya."Bukan." sangkalnya."Benarkah? Tapi dia terlihat sangat cantik dan manis. Sangat cocok jika bersanding denganmu yang seperti bongkahan es batu,"Netra abu-abu pria itu menatap lurus pada Nora."Aku menabraknya," ucapnya. "Tapi tidak keras," lanjutnya."Apa!?" wanita itu kembali histeris. "Kau harus bertanggung jawab Ken!""Haruskah?""Ya! Kau harus menikahinya!""Tap-apa!?" Pria itu menatap sang Mommy dengan pandangan tak percaya."Ya! Hallo, Daddy! Kenzo pulang membawa seorang gadis! Daddy cepatlah pulang!" Wanita itu tak menggubris putranya dan jutru menelepon suaminya.Tut!Panggilan diputuskan secara sepihak oleh wanita itu. Lalu ia menatap putranya yang sedang memasang raut wajah tak terima."Berani berbuat, berani bertanggung jawab!" ucapnya tegas."Enghh ...."Nora melenguh pelan. Hal itu membuat atensi kedua orang di dekatnya beralih menatapnya. Nora menatap bingung pada langit-langit ruangan."Kamu sudah sadar? Bagian mana yang terasa sakit?" tanyanya lembut.Seketika Nora menoleh pada wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik diusianya. Gadis itu menggelengkan kepalanya perlahan, lalu beranjak duduk. Dengan sigap, wanita itu membantunya.Pandangan Nora terkunci sesaat pada netra abu-abu milik pria yang duduk disofa seberangnya. Pria yang juga sedang menatapnya dengan pandangan sulit diartikan."Siapa namamu gadis manis?" tanya wanita itu lagi. Nora menoleh."N-nora, tante," entah mengapa Nora menjadi sedikit gugup."Baiklah, sebentar ya, tante ambilkan baju untukmu," Wanita itu tersenyum dan beranjak pergi meninggalkan ruang tamu.Kini, tinggallah Nora bersama dengan pria asing itu. Mengedarkan pandangannya sesaat, lalu ia menatap pria itu."Kau yang menabrak diriku tadi?" tanyanya memastikan.Pria itu mengangguk sekali. "Sorry," katanya.Nora ingat. Pria ini juga orang yang ia tabrak di depan aula. Jadi, dia adalah musuh Gian! Pikirnya."Kamu di rumah saya," lanjut pria itu menjawab kebingungan Nora."Oh, iya. Apakah tadi itu Ibu kamu?" Pria itu mengangguk."Jadi, bisa jelaskan?" tanya pria itu menusuk. Nora langsung tahu kemana arah pembicaraannya.Gadis itu menghela nafasnya sejenak. Matanya menatap serius pada pria di depannya. "Setelah aku lulus, aku akan dinikahi oleh kekasihku. Aku tak sudi menikah dengannya! Tapi, dia merasa tak terima dan akan menikahiku dengan paksa. Oleh sebab itu, aku melarikan diri dari rumah. Dia pria yang kejam! dan dia, d-dia ..., seroang Mafia," jelas Nora dengan nada lirih diakhir kalimat. Lalu ia menunduk.Pria itu tertegun sesaat. "Namanya?"Nora mendongak. "Gian. Gian Skylar Mahavir." jawab Nora."Oh,""Oh?" Nora terperangah. Sungguh respon yang tak terduga. Ia menggaruk pelipisnya yang terasa gatal. Namun, ia baru menyadari ada sebuah perban di sana. Karena tak sengaja tertarik, perban itu pun terlepas."Ck!" Decak Pria itu sembari beranjak bangun dan mendekati Nora. Ia duduk di samping gadis itu dan mendekat guna memperbaiki perban tersebut.Dari jarak yang sangat dekat, Nora dapat melihat dengan jelas wajah rupawan dihadapannya. Bahkan, ia dapat merasakan hembusan nafasnya."Apa yang sedang kalian lakukan!?""Hahaha!" Nora tertawa terbahak-bahak dengan menatap Reyna tajam. Ekspresi bengis terpampang jelas di wajah cantiknya. "Aku bahkan tak tahu apakah aku bisa benar-benar memaafkanmu, Reyna,"Di depan Reyna, Nora berdiri tegak. Gadis itu mengambil sebuah botol berisi racun di dalam saku jaketnya. Sorot mata Nora tampak dingin, seperti cahaya remang yang memantul di permukaan cairan berbahaya itu. Dia terlihat tak berperasaan, wajahnya menyiratkan kekecewaan yang mendalam. "Minum ini, Reyna," perintahnya dengan suara datar, seolah mengabaikan rasa takut yang terpancar dari Reyna. "Jika kau memang menyesal, buktikan padaku."Reyna menatap botol itu, mulutnya terasa kering. "Kak, tolong… jangan lakukan ini!" ucapnya, suara penuh kepanikan. "Kita bisa menyelesaikannya dengan cara lain. Ingat Kak! Kita pernah menjadi saudara!"Nora mengangkat bahu, senyum sinis menghiasi wajahnya. "Saudara? Aakah kau benar-benar percaya bahwa kita masih bisa menjadi saudara lagi setelah semua yang kau lak
Nora menatap ke arah hutan yang gelap, napasnya teratur namun penuh semangat. "Waktunya telah tiba. Kita tidak akan mundur. Kita harus menghadapi ini, Kenzo." "Ayo kita lakukan. Jika Reyna ada di sini, kita akan menemukannya."Nora merasakan getaran di sakunya. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat nama Ayah di layar. Dengan sedikit keraguan, ia mengangkat telepon."Nora, kami semua mendukungmu," suara Ayahnya terdengar tenang namun tegas, "Reyna telah melampaui batas. Dia tidak hanya mengkhianati kita, tapi juga merusak kehormatan keluarga. Kau tahu apa yang harus dilakukan."Suara Bundanya kemudian terdengar, lembut namun penuh kepastian, "Kami percaya padamu, Nak. Ini bukan lagi soal pribadi, tapi soal keluarga. Jika kau ragu, ingatlah betapa Reyna telah membuat kita terluka."Nora menggenggam ponselnya lebih erat, menghirup napas dalam-dalam, dan menatap Kenzo. "Ayah dan Bunda telah berbicara. Semua mendukung kita," katanya, matanya berbinar dengan tekad yang baru.Kenzo mengangg
"Ken!" Nora menatap Kenzo yang juga tengah menatapnya saat ini. Gadis itu menyibak rambutnya yang berkeringat. Keheningan di dalam markas segera pecah menjadi sorakan kegembiraan. Para anggota mafia, yang sebelumnya tegang menyaksikan pertarungan, kini bersorak merayakan kemenangan Nora atas Gian. Suara tawa dan teriakan penuh semangat menggema di seluruh ruangan, menandakan bahwa mereka telah berhasil mengalahkan musuh yang selama ini menjadi ancaman bagi mereka."Untuk Nyonya Nora!" teriak salah satu anggota, mengangkat senjata dengan penuh semangat. Suara tepuk tangan dan sorakan lainnya menyusul, menyebar dengan cepat seperti api. "Dia telah menyelamatkan kita semua!"Kenzo berdiri di samping Nora, wajahnya menampakkan kepuasan dan kebanggaan. Ia mengamati sekeliling, menyaksikan bagaimana para anggotanya merayakan keberhasilan itu. "Kita tidak boleh berpuas diri!”" Kenzo mengangkat suaranya di atas keributan. "Kemenangan ini bukanlah akhir. Masih ada tugas penting yang menunggu
"Mulai sekarang, kita bergerak. Temukan Reyna, hidup atau mati."Para anggota mafia mulai bergerak cepat, mengambil posisi dan menjalankan perintah. Nora berdiri di samping Kenzo, matanya bersinar penuh ambisi dan kebencian. Dalam hatinya, ia tahu ini adalah akhir dari perseteruannya dengan Reyna. Tapi kali ini, ia tidak hanya akan menang—ia akan memastikan Reyna tak pernah kembali.Ketegangan di dalam markas Kenzo tiba-tiba memuncak ketika suara deru mesin mobil dan suara langkah kaki berat terdengar mendekat. Pintu masuk utama dibuka dengan paksa, dan rombongan mafia yang dipimpin oleh Gian melangkah masuk dengan agresif. Mereka mengenakan pakaian gelap, wajah tertutup oleh masker, menunjukkan bahwa mereka datang untuk bertarung. Gian, sosok tinggi besar dengan tatapan menakutkan, berdiri di depan kelompoknya. Senyumnya penuh tantangan saat ia melihat ke arah Kenzo dan anggota mafia yang berkumpul. "Kenzo," ia menyapa dengan nada mengejek. "Dengar, malam ini aku akan mengambil kemb
"Ck! Aku takkan membiarkan Nora hidup lebih lama! Besok. Yah, Besok. Aku akan mengakhiri semuanya. Aku akan melenyapkannya dan merebut Kak Kenzo!" .... Di sebuah ruang bawah tanah yang gelap dan lembap, markas mafia yang dipimpin oleh Kenzo dipenuhi dengan para anggotanya yang berkumpul di tengah malam. Lampu-lampu redup memancarkan cahaya kekuningan, menerangi wajah-wajah tegang dan bersiap. Meja kayu panjang di tengah ruangan dipenuhi peta, dokumen, dan foto-foto Reyna. Suara berisik dari para anggota mafia yang berbicara dan mengasah senjata memenuhi ruangan, menciptakan suasana tegang yang tak terelakkan. Kenzo berdiri di depan semua orang, tubuhnya tegak, mata tajamnya memandang serius pada anak buahnya yang berjumlah puluhan. Ia mengenakan setelan hitam yang rapi, wajahnya dingin, penuh ketegasan. Rambut hitamnya tersisir rapi, namun aura di sekelilingnya memancarkan bahaya yang tak bisa disangkal. Di tangannya, sebuah pistol berlapis perak tergenggam erat. "Reyna tidak bis
Nora berhenti sejenak di depan pintu, memandang Sam dengan senyum tipis di wajahnya. "Kamu baik-baik saja, Sam?"Sontak, Sam mengangukkan kepalanya sebagai jawaban. "Aku baik-baik saja, Nyonya," jawabnya. "Sebaiknya kita beristirahat sekarang. Besok pagi, kita akan melakukan pencarian untuk menemukan jalang itu. Kita akhiri saja semuanya. Aku yakin. Semua anggota keluarga kita akan merasa tenang jika benalu itu lenyap." Kenzo menajamkan matanya. .... Dalam kegelapan malam, Reyna berlari tanpa henti, menerobos ranting-ranting kasar dan daun-daun lebat di hutan yang seolah mencoba menahannya. Tubuhnya menggigil, bukan hanya karena dinginnya malam, tapi karena gemetar perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Tangan kirinya masih berlumuran darah Hercules, pria yang pernah begitu mencintainya. Nafasnya berat, namun ia terus berlari, seolah mencoba melarikan diri dari bayang-bayang perbuatan yang baru saja dilakukannya."Tidak ada jalan kembali," gumamnya dalam hati, matanya membara