"ini gila!" kata Nora.
Dirinya belum sepenuhnya percaya pada apa yang ia alami. mengulang waktu?"Aku takkan mengulangi kebodohanku dimasa lalu! Sampai kapanpun aku takkan memaafkan perbuatan mereka!" Pungkasnya seraya menggenggam selimut.Tapi dirinya bersyukur. Mungkin saja dirinya diberikan kehidupan kedua ini agar dia tak merasakan sakit lagi. Dirinya juga akhirnya mengetahui jika Gian bukanlah sosok pria yang pantas ia hargai dan pertahankanJika ia kembali di waktu saat ia wisuda, maka artinya Reyna masih berada di Negeri seberang. Ia akan pulang saat aku menikah dan bertepatan dengan kelulusan sekolahnya."Nora! Bangun!" sebuah teriakan kembali terdengar dari luar kamar."Iya, Bunda! Nora sudah bangun!" jawabnya berteriak."Aku akan segera memutuskan hubungan dengan pria bajingan itu! Jangan sampai aku kembali menjadi istrinya!" putusnya.Kemudian Nora bergegas untuk bersiap-siap menghadiri prosesi wisudanya yang diadakan di kampusnya.Beberapa saat setelah berbagai prosesi acara wisuda, Nora meminta izin pergi ke kamar mandi kepada kedua orangtuanya, dan mulai meninggalkan ruang aula.Setelah selesai membuang hajatnya, ia bercermin. Memandangi dirinya yang tampak lebih muda dan sangat cantik. "Apakah penyakitku telah sembuh?"Keningnya berkerut memikirkan sesuatu. "Hm, tapi, jika aku melawan Gian sendirian, aku pasti kalah. Aku harus bekerja sama dengan musuh Gian yang lebih kuat." ujarnya. Setelah itu, ia meninggalkan area kamar mandi.Namun, saat di depan pintu masuk aula, Nora tak melihat ada seorang pria yang akan keluar, sehingga, ia menabrak orang tersebut. Refleks ia berpegangan pada kerah jaz yang pria itu kenakan.Sesaat netra Nora bertemu tatap dengan netra berwarna abu-abu miliknya. Pria dengan wajah dingin itu menatap Nora tajam. Dengan cepat, ia melepaskan diri."Sorry," ucap Nora."Hm," Gumam pria itu sembari membenarkan Jaznya. Kemudian berlalu pergi meninggalkan Nora yang terdiam."Bukankah ..., dia musuh Gian?" ucapnya teringat sesuatu.Nora telah sampai di dalam aula kembali."Selamat sayang! Bunda sangat bangga!" ucap seorang wanita paruh baya dengan girang. Wanita itu adalah Fatiya Sofia, ibunda Nora. Saat ini, rangkaian acara telah selesai."Terimakasih, Bunda! Ini semua berkat Bunda dan Ayah," balas Nora. Kini, ia sudah menjadi seorang Sarjana Desainer."Ayah juga sangat bangga, sebagai hadiah, ayah akan membangunkan sebuah butik sebagai usaha awal kamu," timpal seorang pria paruh baya yang tak lain adalah ayah dari Nora. Zafran Malvino.Nora menoleh dengan binar ceria dimatanya. "Benarkah!?" katanya memastikan.Zafran mengangguk sebagai jawaban. Tanganya bergerak mengelus kepala Nora. "Benar, apapun untuk putri ayah,""Terimakasih banyak ayah! Nora sayang ayah!" Nora sangat girang. Gadis itu maju kedepan untuk memeluk ayahnya."Ayah saja yang dipeluk?" tanya Fatiya membuat Nora dan Zafran terkekeh."Kemari bunda!" ajak Nora.Dengan senyum tulusnya, Fatiya masuk kedalam pelukan suami berserta anaknya. Membuat kehangatan dalam keluarga itu tercipta."Sayang sekali adikmu tak pulang," ucap Fatiya dalam pelukan mereka yang seketika membuat suasana hati Nora menjadi buruk."Ekhm! Permisi!" ujar seseorang membuat keluarga kecil itu menyudahi acara berpelukan mereka. Kemudian menoleh serentak untuk melihat orang yang berbicara.Mata Nora membulat sesaat setelah melihat orang tersebut. Dirinya sedikit terkejut. Perlahan, rasa benci muncul didalam hatinya tanpa ia hadirkan. Luka dikehidupan sebelumnya, menjadi terasa kembali."Gian?" bukan Nora yang bertanya. Melainkan Fatiya. Memang hubungan antara Nora dengan Gian sudah diketahui oleh kedua orang tua masing-masing. Mereka juga mengetahui bahwa Gian akan menikahi Nora setelah kelulusan gadis itu.Sosok yang dipanggil sedikit tersenyum. Di tangannya terdapat sebuah buket berupa uang berwarna merah dengan jumlah yang tak bisa Nora hitung. Ukuran buket tersebut juga besar."Selamat atas gelarnya baby, ini hadiah dariku untukmu," Kata Gian sembari menyerahkan buket ditangannya.Zafran dan Fatiya tersenyum melihatnya. Sedangkan Nora, tidak ada senyuman sama sekali yang terlihat. Melihat respon Nora, Gian menajamkan pandangannya."Kau tak suka?" tanyanya datar menusuk.Nora memaksakan dirinya untuk tersenyum. "Ah, seharusnya tidak perlu. Tapi, terimakasih," Jawabnya sembari menerima buket tersebut."Tak apa, ini bahkan bukan apa-apa. Setelah kau menjadi istriku, kau akan mendapatkan segalanya,"Dalam hati Nora mengumpat kepada Gian. Bagaimana bisa pria ini begitu percaya diri bahwa ia bersedia menjadi istrinya. Namun, Nora hanya tersenyum paksa menanggapinya."Ayo sebaiknya kita pulang, Nora butuh istirahat." celetuk Zafran. Entah mengapa setelah mendengar perkataan Gian, pria itu menjadi sedikit ragu akan keputusannya merestui Nora dengan Gian."Baiklah om. Biar Nora menaiki mobil saya, ada hal penting yang akan saya bicarakan setelah ini,"Nora tak bisa menolak saat tanganya sudah digenggam oleh Gian agar mengikutinya menaiki mobil pria itu....."Baiklah langsung saja. Om, tante, seperti ucapan saya waktu itu, setelah Nora lulus saya akan menikahinya. Ini adalah sebuah niat baik saya, nanti malam, saya akan datang bersama dengan kedua orang tua saya untuk meminang Nora menjadi istri saya," jelas Gian panjang lebar.Zafran dan Fatiya masih diam. Mereka berdua saling melirik lalu pandangan mereka berdua tertuju pada putri semata wayang mereka."Bagaimana sayang?" tanya Fatiya lembut.Nora yang duduk di sebelah Gian menatap kedua orangtuanya bergantian. Saat mulutnya sudah terbuka akan menjawab, tiba-tiba bayangan masa lalu saat dikehidupan sebelumnya muncul. Berbagai adegan yang membuat dadanya berdenyut sakit berputar silih berganti dalam ingatannya.Gadis itu menatap Gian yang juga sedang menatapnya. Lalu menatap Zafran dan Fatiya."Tidak!" Jawabnya sembari berdiri.Hal itu sontak membuat ketiga orang tersebut terkejut. Terlebih lagi Gian. Pria itu mengernyitkan keningnya tak suka."Kenapa?" tanyanya.Nora kembali menatap wajah tampan Gian. "Aku tak mau menjadi istrimu!" serunya."Tapi kita sudah memutuskan untuk menikah waktu itu!""Aku membatalkannya!"Orang tua Nora masih diam. Mereka terkejut sekaligus bingung dengan keputusan putri mereka yang tiba-tiba."Tenang sayang, katakan kenapa tiba-tiba kau tak mau menikah dengan Gian?" tanya Fatiya lembut.Nora menggelengkan kepalanya dengan raut ketakutan yang ketara. Bayangan saat dirinya meregang nyawa di hadapan pria yang berniat untuk menikahinya itu masih terekam jelas. Bahkan ia masih ingat bagaimana saat nyawanya ditarik paksa."Aku sudah punya pilihan." jawab Nora spontan."Apa!?" bentak Gian. Pria itu merasa tak terima."Ya! Aku sudah punya pilihan! Aku tak mau menikah denganmu!"Gian menggeram marah. "Katakan siapa!?" Serunya sambil berdiri. Refleks Nora melangkah menjauhi Gian."Beraninya kau membentak putriku!" Seru Zafran sambil menggebrak meja. Pria itu ikut berdiri dan menatap tajam Gian.Pandangan Gian beralih pada Zafran. "Persetan! Aku tak terima! Aku telah bersabar menunggu hingga anakmu itu lulus. Tetapi dengan begitu mudahnya dia tak ingin aku nikahi!" sungutnya."Kau tak bisa memaksakan kehendakmu! Jika putriku tak mau, kau harus menerimanya!""Tidak! Aku akan tetap menikahinya!" Gian masih saja bersikeras."Aku tak mau!" Teriak Nora seraya berjalan mundur."Kau harus mau!""Tidak!" Nora membalikan tubuhnya lalu berlari keluar dari ruang tamu dirumahnya ini. Gadis itu berusaha melarikan diri. Ia pikir, daripada ia dinikahi secara paksa, lebih baik ia mencari tempat persembunyian saja."Nora!" teriak Zafran dan Fatiya."Sialan!" decak Gian. Tanganya bergerak mengambil ponselnya lalu menelepon salah satu anak buahnya."Kejar kekasihku! Dapatkan dia sekarang!" bentaknya pada seseorang dibalik telepon.Setelah menutup panggilan tersebut, tanpa menghiraukan kedua orang tua Nora yang masih berdiri di seberangnya, pria itu berlari keluar dari rumah untuk mengejar Nora.....Dengan nafas tersengal-sengal, Nora masih berlari keluar dari komplek perumahannya. Bagaimana ia akan menikah dengan orang yang akan menghancurkan kehidupannya?Setelah merasa cukup jauh dan merasa tidak ada yang mengejarnya, gadis itu berhenti sejenak guna mengatur nafas.Namun, baru beberapa detik berhenti, ia langsung kembali berlari dengan kencang saat melihat sebuah mobil yang ia ketahui adalah milik Gian sedang menuju kearahnya.Nora berlari dengan sesekali menoleh kebelakang. sayangnya, ia tak terlalu memperhatikan keadaan jalan didepannya. Hingga ia tak sadar sudah keluar jalur untuk pejalan kaki.TIN! TIN! TIN!Bunyi klakson mobil memekakkan telinga Nora sehingga membuatnya berhenti tepat dimana mobil itu akan melaju. Matanya membulat saat melihat mobil yang melaju kencang kearahnya."Aku akan mati dua kali?" lirihnya putus asa.BRAK!~BRAK! Tubuh Nora ambruk sesaat setelah ia ditabrak oleh sebuah mobil yang melaju. Tubuhnya terguling-guling di atas aspal. Sungguh, tubuhnya terasa remuk redam. Jantungnya berdetak tak karuan. Sebelum ia memejamkan matanya, ia melihat sesosok pria tak asing yang turun dari mobil dan mengangkat tubuhnya. Pria itu menatap tajam pada sosok dalam gendongannya. Sedikit merasa kesal karena ia sudah memberikan peringatan kepada seorang gadis yang ia tabrak ini. Namun saat ia melihat dari belakang gadis ini terdapat sebuah mobil yang mengejarnya, ia akhirnya tahu sebab gadis ini berlari dengan tergesa-gesa. Tanpa pikir panjang, pria itu memasukkan tubuh Nora kedalam mobilnya. Membawa Nora bersamanya. Setelah mobilnya melaju, pandangan pria itu bertambah tajam setelah melihat banyak mobil berwarna hitam mengejarnya dari belakang. "Sial!" umpatnya. Pria itu mengendarai mobilnya dengan cepat seiring dengan bertambahnya jumlah mobil yang mengejarnya. Sesekali matanya melirik Nora untuk meli
"Apa yang sedang kalian lakukan!?" teriak sebuah suara dari pintu utama. Membuat kedua manusia berbeda jenis itu saling menjauhkan diri. Nora menoleh ke arah pintu. Di sana, terdapat seorang pria paruh baya dengan setelan jaz kantornya sedang berjalan menuju ke arahnya. Setelah sampai, pria itu duduk di sofa seberang. Menatap mereka berdua dengan tatapan mengintimidasi. Lain dengan Nora yang merasa sedikit terintimidasi dengan pria di depannya ini, pria yang duduk di sampingnya justru terlihat jengah. "Dia kekasihmu?" tanya pria tersebut dengan pandangan menelisik saat sudah duduk dengan tegap. "Buk-" "Benar Daddy! Jadi, putra kita tak menyukai sesama jenis!" omongan pria yang bernama Kenzo itu terpotong oleh sang Mommy. "Benarkah? Itu sebuah kabar yang bagus!" Ejek pria paruh baya itu seraya menyilangkan satu kakinya. "Ah, gadis manis, perkenalkan. Aku Adenna Antarez. Mommy dari Kenzo." ucap wanita itu. Kemudian ia menghampiri suaminya dengan membawa sebuah stelan baju simple
"Aku sudah menjadi istri seorang Kenzo Albar Antarez?" gumam Nora. Kini, di sebuah ballroom hotel yang disewa oleh keluarga Nora dan Kenzo, tengah diadakan sebuah pesta besar-besaran setelah berlangsungnya prosesi pernikahan antara Kenzo dan Nora. Seminggu setelah kejadian di mana Nora melarikan diri, keduanya sepakat untuk menikah secepatnya. Dan tepat di hari ini, mereka berusaha telah resmi menjadi sepasang suami istri.Kenzo, pria itu tengah dikerumuni oleh para partner bisnisnya yang hadir. Begitu juga dengan Nora yang sedang asyik bercerita dengan teman-temannya. Suasana meriah sangat terasa saat diiringi oleh musik dari penyanyi ternama yang turut diundang hadir untuk memeriahkan pesta pernikahan ini. "Kau mengatakan tak ingin cepat menikah! Tapi lihat sekarang, kau justru mendahuluiku. Saat kau tinggal bersama suamimu, aku akan sendirian nanti. Hm, Tapi, apakah kau benar-benar yakin?" tanya Angel. Ia adalah teman dekat Nora semenjak masa SMA. "Tidak apa-apa, kurasa pilihan
"Kenapa kau begitu cantik baby," ucap Gian. Tangan pria itu bergerak untuk mengelus pipi mulus Nora. Dengan kuat Nora memalingkan wajahnya agar terhindar dari tangan Gian. "Lepaskan aku berengsek!" Tangan Nora yang diikat ke belakang dengan tambang tebal bergerak-gerak berusaha agar bisa terlepas. Gian tertawa mengejek seraya berjalan ke arah sofa di hadapan Nora. Lalu, ia duduk di sana dengan menyilangkan kakinya. "Berusahalah sekuat tenaga baby, paling tidak pergelangan tanganmu yang akan putus nanti," ucapnya. Gian menatap Nora yang di dudukan di atas ranjang king size miliknya di dalam kamar apartemen ini. "Salahmu sendiri meninggalkanku begitu saja," lanjut pria itu lagi. Nora manatap Gian penuh rasa benci. Bagaimana bisa di masa lalu Dirinya begitu mencintai pria gila penuh obsesi ini. Ia tak habis pikir. "Kenapa kau membawaku kemari sialan!" "Kenapa kata-katamu itu kasar sekali baby? Siapa yang mengajarimu?" "Ck! Tak penting!" Tangan Nora masih berusaha bergerak untuk
"Mau pergi kemana baby?" Nora tersentak kaget saat mendengar suara Gian di belakangnya. Ia berbalik dengan cepat dan benar saja. Terdapat mantan kekasihnya itu yang sedang berdiri seraya menatapnya tajam. "Pintar juga kau bisa terlepas." Gian terkekeh seraya mendekat pada Nora. Jantung Nora berdetak kencang. Ia menatap sengit pada Gian. "Dan kunci itu, kau begitu hati-hati saat mengambilnya baby," Kening Nora mengernyit. Bagaimana Gian bisa tahu? jangan-jangan pria itu telah terbangun saat ia mencoba mengambil kunci itu dari dalam kamar. "Saat aku tertidur, aku kira mendengar suara seekor tikus. Ternyata memang terdapat seekor tikus kecil sedang menyelinap untuk mencuri kunci," lanjut Gian. Nora merasa kesal akan ucapan Gian. Ia berdecak tak suka. "Jangan mendekat!" serunya. "Apakah kau takut hm?" "Cih! Hanya orang bodoh yang takut kepadamu!" "Benarkah? Meskipun aku akan menjadikanmu milikku seutuhnya sebentar lagi?" Gian menyeringai. Nora mendelik. "Jangan macam-macam!" "
"Sudah kukatakan kau takkan bisa terlepas dari baby," Tubuh Nora menegang. Suara Gian terdengar tepat dibelakangnya. Tangan Gian mendekap Nora dari belakang. Lalu dengan cepat mengeluarkan sebuah suntikan berisi sebuah cairan bius. Jlep! Jarum suntikan itu menancap di tengkuk Nora. Nora bisa merasakan sesuatu mulai mengalir dalam tubuhnya. Seketika ia ambruk tak sadarkan diri dan Gian langsung membawa Nora dalam gendongannya. "Kau hanya milikku baby," ucap Gian. Pria itu menatap wajah cantik Nora dengan jarak yang sangat dekat. "Pergi ke markas sekarang!" titahnya pada seluruh anak buah yang ada dan langsung dilaksanakan. Mereka semua dengan serempak mengendarai mobil sedan hitam mereka. Begitu pula dengan Gian, ia memasukkan Nora ke dalam mobilnya dan mendudukkan tubuhnya di kursi samping kemudi. Setelah memasangkan sabuk pengaman, tangan Gian terulur untuk menyibak rambut Nora yang menghalangi wajah gadis itu. Menatap setiap jengkal wajah Nora yang terpahat sempurna dengan s
"Awss, dimana aku?" ucap Nora. Ia baru saja terbangun dan mendapati kaki dan tanganya telah terikat sebuah rantai dengan posisi terlentang di atas ranjang. Tubuhnya tergeletak membentuk huruf X. Pandangannya menjelajah ke sekeliling ruangan yang ternyata adalah sebuah kamar bernuansa coklat keemasan. Kamar yang terlihat nyaman untuk dihuni namun memiliki kesan suram bagi Nora. "Kenapa aku bisa berada disini?" lirihnya. "Diikat lagi?" lanjutnya setelah menyadari bahwa kini ia disandera kembali oleh Gian. "Dasar obsesi gila!" sungutnya. Nora mencoba menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya namun percuma, tak ada yang berubah kecuali kulitnya yang terasa panas sekaligus perih karena tergesek oleh rantai besi. Nora tak menyerah. Ia terus saja menggerakkan tangan dan kakinya berharap setidaknya rantai yang membelenggu akan terputus. Gerakan yang dibuat olehnya menimbulkan suara gemerincing yang cukup nyaring dan luka di pergelangan tangan serta kakinya. Karena telah merasa kesal, N
"Apa katamu!?" Deg! Nora tersentak kaget. Tubuhnya menegang kaku. Dengan cepat ia menoleh ke arah pintu. Saat telah melihat siapa yang berada di dekat pintu, matanya membulat karena terkejut saat melihat orang yang memang ia kenali tengah berdiri di sana. Perlahan, Nora menetralkan nafasnya. Setelah itu, ia berjalan dengan pelan menuju ke arah pintu. "Apa yang kalian lakukan?" tanyanya. Saat mendengar suara Nora, sontak saja dua orang yang tengah asyik berdebat seketika terhenti. Mereka dengan serempak melihat pada Nora. "Nyonya!" seru mereka berdua. "Sstt!" Desis Nora seraya menempelkan jari telunjuknya pada bibir. Ia memberi kode agar mereka berdua diam dan masuk ke dalam kamarnya. Setelah menengok kesana kemari memastikan keadaan telah aman, dengan segera mereka mengikuti perintah Nora. Klek! Pintu kamar tertutup dan dikunci dari dalam oleh Nora. Setelah memasuki kamar, dua orang yang ikut masuk menghela nafas lega. Mereka juga melepaskan masker yang menutupi masing-masi