Share

Bab 5 : Pertemuan

Alisa dan Frenska membaca pesan yang dikirimkan melalui cincin Angkenya. Ternyata benar tebakan mereka. Itu adalah pesan misi yang disampaikan pada keduanya.

Perintah kepada Alisa Garbareva dari Kelas 2-F dan Frenska Albertovia dari kelas 2-F agar segera berkumpul di aula sekolah. Tertanda Ny. Rumia Firlidina

Salah seorang guru telah memanggil mereka berdua untuk berkumpul di aula sekolah. Oleh karena itu, mereka pun harus menaati perintahnya. Keduanya lalu mengganti pakaian tidur mereka dan bergegas pergi ke aula.

Sesampainya di aula sekolah, terlihat ada enam orang siswi yang sudah berkumpul di tempat itu, dan tiga diantaranya adalah senior mereka dari kelas 3-E yang terkenal arogan itu, Sophie Alkatiri beserta dua temannya, Rinka Sukhova dan Jouiria Valderlia.

Melihat kedatangan Alisa dan Frenska, ketiganya menatap mereka dengan sinis, apalagi setelah peristiwa tadi siang.

“Cih, ngapain dua bocah itu kemari?” gumam Sophie dengan suara pelan.

Tak lama berselang, sang pengirim pesan yang juga merupakan guru mereka, Rumia Firlidina muncul di depan panggung layaknya angin. Kedelapan siswi tersebut langsung teralihkan perhatiannya pada sang guru.

“Selamat malam, anak-anakku.”

“Nyonya Rumia.” Ucap seorang siswi

“Sebelumnya saya ingin meminta maaf karena memanggil kalian pada malam yang sejuk ini, namun ada satu misi yang harus kalian laksanakan.” Ujar sang guru.

“Misi?”

Rumia kembali melanjutkan penjelasannya.

“Sebagaimana dari hasil pengawasan radar kami, ada sejumlah pergerakan mencurigakan di sekitar hutan Tovnik, 15 kilometer arah tenggara dari sini. Karena merupakan hal yang tak terlalu mendesak, saya hanya memerintahkan kalian saja untuk memeriksa daerah itu. Namun jika menemukan hal yang mencurigakan, segera laporkan kemari, dan kami akan mengirimkan bantuan. Mengerti?”

“Siap, Nyonya Rumia.”

“Oke. Kalau begitu bergegaslah. Saya harap kalian bisa pulang dengan baik-baik saja.”

Para gadis penyihir pun berangkat menuju tempat yang dituju.

Tiga puluh menit berlalu. Tak terasa Alisa dan Frenska sudah sampai di wilayah hutan Tovnik. Mereka berjalan di sebuah jalan tanah kecil yang memiliki dua persimpangan, satu jalan menuju perkampungan penduduk dan satu jalan lagi menuju reruntuhan bangunan kuno.

“Sejauh ini masih aman, tapi kita harus tetap waspada.” Ucap Alisa kepada Frenska.

“Yes.” Jawabnya sambil mengeluarkan senjata miliknya yang berupa sebuah tongkat hijau yang ia beri nama ‘Green Elder’.

Semuanya nampak biasa saja, tidak ada yang aneh. Suara jangkrik di malam hari dan angin dingin berhembus mewarnai misi mereka. Tapi hal itu tak bertahan lama sampai sebuah pergerakan terlihat di depan mereka, atau lebih tepatnya dari balik semak-semak persimpangan itu.

Keduanya lalu mempersiapkan senjata untuk bertarung, namun ternyata orang yang tak asing bagi mereka keluar dari semak-semak itu.

“Huh. Bagaimana kalau kita selesaikan disini saja? Alisa Garbareva.”

Tiga orang gadis keluar dari semak-semak itu yang tak lain adalah senior mereka, Sophie Alkatiri, Rinka Sukhova, dan Jouiria Valderlia. Ketiganya menatap Alisa dan Frenska dengan tatapan sinis.

“Kak Sophie?”

“Aku masih belum bisa memaafkanmu soal yang tadi siang. Dan sekaranglah saatnya bagi kami untuk memberimu pelajaran.”

Sophie mengarahkan pedang miliknya pada Alisa dan Frenska. Sementara itu Rinka mengeluarkan sebuah tombak abu-abu dan Jouiria memanggil sepucuk senjata api berjenis shotgun.

“Tunggu kak. Sekarang bukan saatnya kita bertarung.” Alisa berusaha menahan mereka.

“Dia benar. Tujuan kita disini kan hanya untuk memeriksa daerah ini saja.” Tambah Frenska.

“Diam kalian! Akan kuberi kalian pelajaran karena telah mencari masalah dengan kami.”

Tak mengindahkan perkataan mereka berdua, Sophie langsung berlari ke arah keduanya untuk menyerang. Mereka pun terpaksa mengambil posisi bertahan. Namun tanpa diduga, langkah kaki Sophie terhenti oleh hembusan angin yang aneh. Angin itu terasa lebih dingin dari biasanya.

“Cih, apa lagi ini?” Sophie terkejut.

“Angin yang aneh. Apa jangan-jangan...”

Belum sepenuhnya mereka sadar, angin dari arah selatan itu tiba-tiba bertiup kencang disertai kemunculan kabut asap yang sangat pekat. Ternyata kabut itu dihasilkan oleh sihir air. Jarak pandang pun terhalang olehnya.

Dalam suasana yang mengejutkan tersebut, Alisa langsung melompat ke atas dahan pohon yang tinggi di belakangnya dan menutup kepalanya untuk menghindari kabut itu, khawatir kabut sihir tersebut mengandung racun berbahaya.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Alisa dalam hati.

Pandangannya terfokus pada kabut tebal itu sebelum akhirnya dia menyadari sesuatu.

“Oh iya. Frenska?”

Kabut sihir itu perlahan menghilang dari permukaan tanah, namun Frenska beserta tiga seniornya itu menghilang entah kemana.

“Hah? Hilang? Kemana mereka?”

Alisa nampak kebingungan mencari rekannya. Dalam kondisi tersebut, kemampuan sensor sihirnya mendeteksi aura musuh yang siap menyerangnya. Ia pun menengok ke berbagai arah.

“Dimana dia? Depan, kiri, kanan, belakang, bawah...”

Alisa mencari keberadaan musuh sebelum akhirnya menyadarinya.

“Atas!!!”

Tepat saat dirinya menengadah ke langit, terlihat sesosok bayangan manusia yang menutupi sebagian purnama.

“Musuh!!!”

Alisa sontak melompat dengan cepat dari dahan pohon itu sebelum sosok misterius tersebut menghantamnya hingga patah. Alisa bersiap melawan dengan belatinya. Diterangi cahaya bulan Folmane, wujud nyata dari sosok tersebut akhirnya terlihat.

Dia adalah seorang gadis dengan wajah tertutup jubah yang hampir sama seperti yang dipakai Alisa. Tangannya memegang sebuah pedang berukuran cukup besar menyerupai pisau daging dengan dua lubang kotak di bagian matanya. Kilatannya terlihat dari sinar rembulan. Dari penampilannya sudah dapat dipastikan bahwa dia merupakan seorang gadis penyihir Vitania.

“Siapa kau? Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Alisa dengan kondisi wajah yang tertutup jubah.

Gadis misterius itu sempat terkejut karena mendengar suara Alisa, seakan mendengar suara yang tak asing baginya. Tetapi dia tak terlalu menghiraukannya dan malah menyerang Alisa dengan pedang yang ia genggam. Adu senjata pun tak terhindarkan.

TRING TRING

Disaat ada peluang bagi Alisa untuk menyerang kakinya, dengan reflek gadis misterius itu melompat salto ke belakang. Posisi kedua tangannya terlihat seperti burung yang sedang terbang. Tidak salah lagi, itu adalah ‘Teknik Angsa Langit Timur’, salah satu gaya ‘Dancing Art’ paling dikenal di Vitania.

"Apa?"

Gadis misterius itu bertumpu pada batang pohon sebelum melesat untuk menyerang balik Alisa. Untungnya ia dengan cepat menyadari hal itu dan langsung menggunakan teknik bertarung tangan kosong istimewanya, ‘Tarian Angin Puyuh Musim Dingin’.

WUSHH

‘Dancing Art’ ini memanfaatkan angin yang dihasilkan dari serangan lawan untuk membuatnya berputar dan melancarkan serangan balik.

BRUKK

Alisa pun berhasil menghindari serangannya dan menendang bagian punggung atas gadis itu hingga membuatnya terpental cukup jauh. Namun gaya bela dirinya tersebut belum sempurna sehingga Alisa sempat kehilangan keseimbangan.

“Huff...”

Seakan tak menyerah, gadis misterius itu pun bersiap untuk melancarkan serangan kembali. Namun kali ini dia menundukkan tubuhnya, mengambil ancang-ancang dengan kedua tangan memegang pedang di sebelah kirinya.

Tubuhnya terlihat berada di atas genangan air. Dirinya lalu merapalkan sebuah mantra sebelum terdengar suara tetesan air. Sepertinya dia akan menggunakan teknik sihir.

RYST SILKA

Benar saja perkiraannya. Gadis misterius itu langsung melesat dengan cepat ke arah Alisa dengan memanfaatkan genangan air tersebut sebagai pegas.

Alisa yang terkejut melihatnya langsung memutar belatinya dan mengarahkannya ke depan dengan telapak tangan kiri yang terbuka, sebelum dirinya merapalkan mantra penahan serangan.

VAIA

Sebuah tameng sihir yang terbuat dari pusaran angin sempat terbentuk sebelum gadis misterius itu menghantamnya. Karena serangannya cukup kuat, keduanya terpental jauh sampai penutup jubah mereka terlepas.

“Aghh...”

Alisa terhempas ke belakang dan menghantam pohon di belakangnya. Untungnya hantaman tersebut tak terlalu berarti baginya. Ia masih bisa berdiri meskipun dengan sedikit terpapah-papah, mendekati gadis misterius tersebut yang terhalang oleh debu akibat serangan tadi.

Gadis misterius itu tertunduk lelah akibat serangan itu. Terlihat sedikit luka di pipinya. Debu pun perlahan menghilang tertiup angin dan membuat kepala sang gadis itu semakin terlihat jelas.

“Kau?”

Alisa terkejut setelah ia melihat wujud aslinya. Gadis itu lalu menoleh ke arah Alisa. Wajahnya yang cantik nan dingin itu pun akhirnya terlihat dengan jelas. Mereka pun saling bertatap muka. Alisa terpaku melihat wajahnya. Mulutnya terbuka lebar dan hampir tak bisa berkata apa-apa.

“Flo?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status