Share

Keraguan Dan Amarah Layung

Penulis: Falisha Ashia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-30 18:51:09

Ranjani panik, bercampur rasa malu yang kentara. Pipi yang semula hanya merona samar kini memerah padam, seolah panas membara.

Kirana terkikik geli, senyum usil tak lekang dari bibirnya. "Tentu saja! Aku melihatnya sebentar, saat kalian akan selesai. Tapi jangan khawatir, aku hanya melihat sekilas kok. Jujur saja, ekspresimu tadi... sungguh tak ternilai!"

Kirana menekan bibirnya, menahan tawa yang siap meledak.

"Ih, kamu kenapa lihat? Aku 'kan jadi malu!" kata Ranjani, wajahnya semakin merah padam. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, seolah itu bisa menyembunyikan rasa malunya dari Kirana.

"Kenapa harus malu, Ranjani? Kita sudah pernah melihat hal seperti itu sebelumnya, bahkan kita juga pernah bermain bersama, kan?" Kirana berusaha menggoda, mencoba mencairkan suasana.

"Sudahlah, jangan dibahas lagi!" Ranjani memekik, nadanya frustrasi bercampur malu. "aku ngantuk, mau tidur! Jangan ganggu aku lagi!"

Setelah itu, Ranjani langsung merebahkan tubuhnya di ranjang, memunggungi Kir
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Kedatangan Pasukan Raja Wicaksana

    Rajendra langsung menggelengkan kepala, sorot matanya tegas dan tidak bisa diganggu gugat."Tidak, Ranjani. Itu terlalu berbahaya. Ini bukan hanya masalah keberanian atau jumlah prajurit!” larang Rajendra dengan tegas.“Kamu mendengar apa yang Dipa katakan tentang Dekrit Darah itu? Jika kamu ikut bertarung, jika kamu terluka atau tertangkap, itu akan membahayakan dirimu dan keluargamu yang ada di kerajaan Bharaloka. Ini bukan medan perang biasa yang bisa diselesaikan dengan kekuatan fisik semata, atau dengan keberanian seorang prajurit. Taruhannya jauh lebih besar, Ranjani, jauh lebih besar dari sekadar nyawa individu,” lanjutnya, berharap dimengerti oleh sang istri.Ranjani menatapnya, raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam, namun ia tidak gentar sedikit pun. Tekadnya tetap membaja.“Tapi, Yang Mulia," ia berucap, suaranya dipenuhi keyakinan, "aku adalah satu-satunya pemanah yang terampil di pasukan kita yang ada sekarang. Yang Mulia tahu sendiri kemampuan memanahku tidak

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Apakah Kita Harus Diam?

    Raja Wicaksana bangun dan langsung bertanya kepada Ayana, “Ada apa, Istriku? Apakah kamu baik-baik saja?”“Ya, aku baik-baik saja,” jawab Ayana. “t–tadi … tadi ada yang masuk. Dia menyentuh tanganku dan aku terbangun. Mereka langsung kabur.”Raja Wicaksana menggenggam tangannya. Amarahnya membumbung tinggi. “Sialan! Akan kubakar hidup-hidup orang itu! Berani-beraninya menyentuh istriku!”Kemudian Raja Wicaksana keluar tenda. Dia meminta para prajuritnya mencari orang itu.“Kalian semua! Cepat cari orang itu! Sekarang!” pekik Raja Wicaksana. Matanya melotot. Urat di lehernya menyembul keluar.Anak buahnya itu segera bergerak. Mereka pergi ke arah di mana mereka terakhir kali melihat Dipa dan Layung melarikan diri.Di dalam tenda, Ayana menggenggam erat gulungan perkamen di tangannya, bibirnya bergetar. Sebuah takdir yang rumit telah mengikatnya, dan ia tidak ingin keluarganya dan Rajendra beserta pengikutnya menanggung akibatnya. Ia memeluk perkamen itu erat, seolah itu adalah jaminan

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Lari!

    "Cepat! Penjaga itu sudah mulai sadar!" bisik Layung, menarik Dipa yang masih terhenyak oleh kata-kata Ayana.Mereka bergerak secepat kilat, menyelinap di antara bayangan pepohonan, menjauh dari perkemahan Raja Wicaksana yang kini terasa seperti sarang lebah yang siap menyengat. Namun, keberuntungan tidak sepenuhnya berpihak pada mereka.Tiba-tiba, suara bentakan keras memecah keheningan malam. "Siapa di sana?! Jangan bergerak!"Dipa dan Layung membeku. Sebuah obor menyala di kejauhan, menyorot tajam ke arah mereka. Beberapa prajurit Widyaloka yang tadinya terlelap kini terbangun, mungkin karena suara Ayana yang meninggi atau karena insting mereka sebagai penjaga."Sial! Kita ketahuan!" desis Layung. "Lari, Dipa! Ke arah sungai!"Layung membuang obor yang dipegangnya agar tidak terdeteksi arah kabur mereka. Meskipun tahu akan kesulitan berlari di malam gelap tanpa penerangan, namun ini satu-satunya cara yang bisa dilakukan.Mereka melesat, membelah semak-semak lebat, suara langkah kak

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Berhasil Menemui Putri Ayana

    Waktu terus merangkak. Satu jam berlalu. Dua jam. Akhirnya, efek alkohol dan kelelahan mulai menjangkiti rombongan Raja Wicaksana. Suara tawa dan jeritan cabul mulai mereda, digantikan oleh dengkuran kasar dan keheningan yang perlahan merayap.Tubuh-tubuh tergeletak tak berdaya di tenda-tenda maupun di rerumputan terbuka. Hanya beberapa penjaga yang masih terjaga, namun mata mereka tampak berat, sesekali menguap lebar."Sekarang!" bisik Dipa, matanya menyala dalam kegelapan.Layung mengangguk sambil berkata, “Baik! Ayo kita bergerak!”Dipa dan Layung merayap perlahan, bagai bayangan yang tak terlihat. Setiap gerakan mereka diperhitungkan, setiap dahan kering dihindari. Jantung mereka berdebar kencang, namun tekad mereka lebih kuat.Mereka bergerak mengelilingi perkemahan, mengidentifikasi tenda-tenda prajurit dan, yang terpenting, tenda utama Raja Wicaksana."Tenda itu," Layung menunjuk dengan dagunya, matanya menunjuk pada tenda berwarna ungu gelap yang paling mewah, terletak agak te

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Keraguan Dan Amarah Layung

    Ranjani panik, bercampur rasa malu yang kentara. Pipi yang semula hanya merona samar kini memerah padam, seolah panas membara.Kirana terkikik geli, senyum usil tak lekang dari bibirnya. "Tentu saja! Aku melihatnya sebentar, saat kalian akan selesai. Tapi jangan khawatir, aku hanya melihat sekilas kok. Jujur saja, ekspresimu tadi... sungguh tak ternilai!"Kirana menekan bibirnya, menahan tawa yang siap meledak."Ih, kamu kenapa lihat? Aku 'kan jadi malu!" kata Ranjani, wajahnya semakin merah padam. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, seolah itu bisa menyembunyikan rasa malunya dari Kirana."Kenapa harus malu, Ranjani? Kita sudah pernah melihat hal seperti itu sebelumnya, bahkan kita juga pernah bermain bersama, kan?" Kirana berusaha menggoda, mencoba mencairkan suasana."Sudahlah, jangan dibahas lagi!" Ranjani memekik, nadanya frustrasi bercampur malu. "aku ngantuk, mau tidur! Jangan ganggu aku lagi!"Setelah itu, Ranjani langsung merebahkan tubuhnya di ranjang, memunggungi Kir

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Pikiran Nakal

    Rajendra menatap Layung dan Dipa, sorot matanya penuh harapan dan kepercayaan. Lalu dia berkata, suaranya tulus, "Aku minta tolong, ya. Kalian adalah mata dan telingaku. Kehidupan Ayana, dan mungkin juga masa depan kerajaan kita, ada di tangan kalian."Kedua pria itu, yang tadinya menerima perintah dengan ikhlas seperti memang seharusnya, kini malah bertambah senang. Permintaan tolong yang diucapkan oleh sang pangeran, seorang pemimpin yang mereka hormati dan kagumi, membuat mereka merasa spesial dan dihargai. Sebuah kehormatan tak terkira bagi mereka, dan mereka ingin melakukan yang terbaik bagi sang pangeran."Jangan khawatir, Yang Mulia!" ucap Layung, dadanya membusung. "kami akan menjalankan tugas ini dengan sebaik-baiknya! Bahkan jika harus mempertaruhkan nyawa, kami tidak akan gentar!"Dipa mengangguk mantap, tekad membara di matanya. "Benar, Yang Mulia! Kami akan membawa informasi akurat, dan menemukan celah sekecil apa pun. Demi Putri Ayana dan demi Yang Mulia!"Setelah itu, k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status