Share

Menciptakan Garis Keturunan

Author: Falisha Ashia
last update Last Updated: 2025-05-26 10:03:48

Rajendra tersenyum lebar, menepuk pundak Tama dengan keras. "Dengar, Tama, kamu harus manfaatkan kesempatan emas ini! Jadikan dia istrimu! Lalu, kamu cepat-cepat punya anak laki-laki. Kita butuh banyak pasukan untuk membangun dan mempertahankan kerajaan ini di masa depan!"

Mendengar apa yang dikatakan oleh Pangeran, wajah Tama semakin memerah. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, pandangannya canggung.

"Yang Mulia," Tama berkata, suaranya pelan, "menikah itu tidak semudah itu. Belum tentu wanitanya mau, apalagi kalau saya belum punya apa-apa."

Rajendra tertawa renyah, menepis keraguan Tama dengan lambaian tangan. "Jangan merendahkan dirimu, Tama. Kamu adalah pria yang tangguh dan setia. Wanita di sini banyak, dan mereka cantik-cantik lagi. Kamu tinggal pilih saja. Sepertinya mereka semua juga akan tertarik padamu, melihat bagaimana kamu bekerja keras untuk desa ini."

Tama semakin malu, kepalanya menunduk dalam-dalam. Gumaman malu-malu terdengar dari mulutnya.

Kemudian, Rajendra me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Perdebatan Panas

    Semua prajurit yang hadir, termasuk Tama dan Guntur, menatap Asmaran dengan mata berbinar. Rencana itu terdengar berani, cerdik, dan memberikan harapan di tengah keputusasaan."Aku setuju dengan Asmaran!" seru Tama, suaranya dipenuhi semangat. "ini adalah rencana yang paling masuk akal! Kita tidak akan menghadapi mereka satu per satu, tapi kita akan menyerang mereka saat mereka tidak siap. Kita bisa menggunakan ranjau besi Asmaran untuk melumpuhkan mereka, lalu kita serang dari jarak jauh dengan repeating crossbow dan juga tombak!""Benar!" Guntur mengangguk setuju. "daripada menunggu mereka menyerang kita lagi, lebih baik kita yang menyerang duluan! Kita tunjukkan pada Raja Wicaksana bahwa kita bukan domba yang siap disembelih!"Namun, Surapati tidak setuju. Wajahnya tetap serius, matanya memancarkan keraguan. Ia telah menjalani hidup yang panjang, melihat banyak pertempuran, dan ia tahu betul risiko dari setiap tindakan."Itu sangat berbahaya," kata Surapati, suaranya tenang namun m

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Rencana Dari Asmaran

    Tama mendekat, menepuk bahu Kepala Desa dengan ramah. Lalu dia berkata, "Sudahlah, Kepala Desa. Lebih baik kita masuk saja. Nanti di dalam juga akan tahu apa yang akan dibahas."Tama kemudian beralih ke Asmaran. "Benar, Asmaran. Mari kita masuk. Semuanya sudah menunggu di dalam."Arwan menganggukkan kepalanya sambil berkata, "Ya, benar. Mari kita masuk. Aku juga sudah tidak sabar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi."Asmaran juga mengangguk setuju. "Baiklah. Mari kita masuk."Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah utama, diikuti oleh semua prajurit yang telah berkumpul.Suasana di dalam rumah terasa hening dan penuh ketegangan, seperti udara sebelum badai datang. Semua orang duduk mengelilingi sudut ruang tengah, membentuk sebuah lingkaran yang seolah menjadi benteng terakhir mereka. Rajendra duduk di tengah, di sebelahnya ada Surapati, wajah mereka berdua serius dan penuh kewaspadaan.Sementara Ranjani dan Kirana berada di dalam kamar, diperintahkan untuk tetap berada di sana.Raj

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Pergi Dengan Rasa Malu

    Dipa, yang menyadari tatapan tajam pria itu, mengangkat kepalanya dan menatapnya dengan raut wajah yang polos. Ia memaksakan sebuah senyum tipis di bibirnya, senyum seorang warga desa yang ramah."Ada apa? Apakah Anda butuh sesuatu? Apakah Anda mau beli roti? Maaf, kami belum buka. Roti-roti ini baru saja diolah. Kalau Anda mau, tunggu di depan saja. Nanti jika sudah matang, kami akan bawa ke depan,” kata Dipa dengan tenang.Prajurit itu menelan ludah, keraguannya semakin menjadi-jadi. Ketenangan Dipa, aroma lezat yang tercium, dan pemandangan Kirana yang begitu ramah membuatnya merasa bodoh. Ia tahu betapa terampilnya penyusup yang ia kejar semalam, dan orang di hadapannya ini tidak tampak seperti prajurit yang cekatan.Jati kemudian datang dari ruangan lain, membawa dua potong roti yang baru saja dikeluarkan dari oven. Aromanya lebih kuat dan lebih lezat, membuat perut prajurit itu bergejolak.Jati menyerahkan kedua roti itu kepada prajurit tersebut dengan senyum hangat. "Ambillah,

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Geledah!

    Wasita menyilangkan tangannya di dada, senyum mengejek tersungging di bibirnya. "Omong kosong! Aku tidak percaya padamu! Kau pikir aku bodoh, Rajendra? Aku sudah tahu betapa liciknya dirimu. Kemarin kau menantangku bertarung, hari ini kau berani menyusup ke tenda Raja kami? Jangan coba-coba membohongiku!"Rajendra mengangkat alisnya, nada suaranya berubah menjadi sedikit menantang, namun tetap tenang."Jika Tuan Senapati tidak percaya padaku, itu hakmu. Tapi sebagai seorang prajurit dan pemimpin yang terhormat, bukankah Tuan Senapati harusnya mencari kebenaran dengan bertanya kepada saksi mata? Bukankah itu yang harusnya dilakukan? Jangan hanya berdasarkan asumsi dan amarah belaka sehingga bisa menuduh sembarangan,” kata Rajendra dengan suara yang mulai tegas.Wasita melirik ke samping, lalu memanggil salah satu prajuritnya yang berdiri di belakangnya. "Kau! Kemarilah! Katakan pada pangeran bodoh ini apa yang kau lihat semalam!"Seorang prajurit berbadan besar dan berjanggut lebat, ya

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Hadapi Dengan Tenang

    "Pasukan besar yang menyebut mereka adalah pasukan dari Raja Wicaksana..." Jaya berhasil mengeluarkan kata-kata itu di antara napasnya yang putus-putus, "mereka datang! Mereka ingin bertemu dengan Anda, Yang Mulia. Dan mereka … mereka tampak dipenuhi amarah."Wajah Rajendra menegang. Amarah Raja Wicaksana begitu cepat tiba. Ini jelas terkait dengan insiden Dipa dan Layung tadi malam. Ia harus bertindak cepat, menjaga ketenangan di tengah badai."Dipa! Layung!" seru Rajendra, suaranya tetap tenang namun penuh otoritas.Ia menatap kedua prajurit yang masih terengah-engah itu. "Kalian berdua, segera masuk ke dalam rumah. Bantu Jati, Kirana dan Ranjani menyiapkan roti, dan jangan lupa ganti pakaian kalian. Hilangkan semua jejak dari perjalanan semalam. Dan yang terpenting, jangan panik. Apapun yang terjadi, kalian harus bersikap normal. Seolah tidak terjadi apa-apa."Dipa dan Layung saling berpandangan sejenak, mengerti maksud Rajendra. Perintah itu bukan hanya untuk bersembunyi, tapi jug

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Kedatangan Pasukan Raja Wicaksana

    Rajendra langsung menggelengkan kepala, sorot matanya tegas dan tidak bisa diganggu gugat."Tidak, Ranjani. Itu terlalu berbahaya. Ini bukan hanya masalah keberanian atau jumlah prajurit!” larang Rajendra dengan tegas.“Kamu mendengar apa yang Dipa katakan tentang Dekrit Darah itu? Jika kamu ikut bertarung, jika kamu terluka atau tertangkap, itu akan membahayakan dirimu dan keluargamu yang ada di kerajaan Bharaloka. Ini bukan medan perang biasa yang bisa diselesaikan dengan kekuatan fisik semata, atau dengan keberanian seorang prajurit. Taruhannya jauh lebih besar, Ranjani, jauh lebih besar dari sekadar nyawa individu,” lanjutnya, berharap dimengerti oleh sang istri.Ranjani menatapnya, raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam, namun ia tidak gentar sedikit pun. Tekadnya tetap membaja.“Tapi, Yang Mulia," ia berucap, suaranya dipenuhi keyakinan, "aku adalah satu-satunya pemanah yang terampil di pasukan kita yang ada sekarang. Yang Mulia tahu sendiri kemampuan memanahku tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status