Share

Tarif Tinggi

Author: Falisha Ashia
last update Last Updated: 2025-06-28 23:43:15
Giriprana menyeringai, matanya menyiratkan ancaman. "Sebuah perkembangan yang sangat menarik, namun juga memunculkan beberapa pertanyaan. Terutama mengenai kewajiban desa ini terhadap kerajaan."

Saat percakapan sedang berlangsung dan belum menemukan titik terang apa yang sebenarnya diinginkan oleh Amukti Muda, langkah kaki tergesa-gesa terdengar dari luar.

Kepala Desa Arwan datang dengan napas terengah-engah. Wajahnya menunjukkan kebingungan dan sedikit kepanikan saat melihat rombongan Giriprana yang berpakaian mewah dan bersenjata.

Ia baru saja menerima kabar mendadak dari anak buah Surapati tentang kedatangan pejabat Kerajaan Angkara dari anak buahnya Rajendra.

"Maafkan saya atas keterlambatan ini, Amukti Muda Giriprana," ucap Kepala Desa, membungkuk dalam-dalam dengan rasa hormat yang tulus. Keringat membasahi dahinya. "saya baru saja menerima kabar kedatangan Anda. Jadi, saya langsung bergegas ke sini.”

Giriprana menatap Kepala Desa dengan nada meremehkan, mengabaikan per
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Geledah!

    Wasita menyilangkan tangannya di dada, senyum mengejek tersungging di bibirnya. "Omong kosong! Aku tidak percaya padamu! Kau pikir aku bodoh, Rajendra? Aku sudah tahu betapa liciknya dirimu. Kemarin kau menantangku bertarung, hari ini kau berani menyusup ke tenda Raja kami? Jangan coba-coba membohongiku!"Rajendra mengangkat alisnya, nada suaranya berubah menjadi sedikit menantang, namun tetap tenang."Jika Tuan Senapati tidak percaya padaku, itu hakmu. Tapi sebagai seorang prajurit dan pemimpin yang terhormat, bukankah Tuan Senapati harusnya mencari kebenaran dengan bertanya kepada saksi mata? Bukankah itu yang harusnya dilakukan? Jangan hanya berdasarkan asumsi dan amarah belaka sehingga bisa menuduh sembarangan,” kata Rajendra dengan suara yang mulai tegas.Wasita melirik ke samping, lalu memanggil salah satu prajuritnya yang berdiri di belakangnya. "Kau! Kemarilah! Katakan pada pangeran bodoh ini apa yang kau lihat semalam!"Seorang prajurit berbadan besar dan berjanggut lebat, ya

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Hadapi Dengan Tenang

    "Pasukan besar yang menyebut mereka adalah pasukan dari Raja Wicaksana..." Jaya berhasil mengeluarkan kata-kata itu di antara napasnya yang putus-putus, "mereka datang! Mereka ingin bertemu dengan Anda, Yang Mulia. Dan mereka … mereka tampak dipenuhi amarah."Wajah Rajendra menegang. Amarah Raja Wicaksana begitu cepat tiba. Ini jelas terkait dengan insiden Dipa dan Layung tadi malam. Ia harus bertindak cepat, menjaga ketenangan di tengah badai."Dipa! Layung!" seru Rajendra, suaranya tetap tenang namun penuh otoritas.Ia menatap kedua prajurit yang masih terengah-engah itu. "Kalian berdua, segera masuk ke dalam rumah. Bantu Jati, Kirana dan Ranjani menyiapkan roti, dan jangan lupa ganti pakaian kalian. Hilangkan semua jejak dari perjalanan semalam. Dan yang terpenting, jangan panik. Apapun yang terjadi, kalian harus bersikap normal. Seolah tidak terjadi apa-apa."Dipa dan Layung saling berpandangan sejenak, mengerti maksud Rajendra. Perintah itu bukan hanya untuk bersembunyi, tapi jug

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Kedatangan Pasukan Raja Wicaksana

    Rajendra langsung menggelengkan kepala, sorot matanya tegas dan tidak bisa diganggu gugat."Tidak, Ranjani. Itu terlalu berbahaya. Ini bukan hanya masalah keberanian atau jumlah prajurit!” larang Rajendra dengan tegas.“Kamu mendengar apa yang Dipa katakan tentang Dekrit Darah itu? Jika kamu ikut bertarung, jika kamu terluka atau tertangkap, itu akan membahayakan dirimu dan keluargamu yang ada di kerajaan Bharaloka. Ini bukan medan perang biasa yang bisa diselesaikan dengan kekuatan fisik semata, atau dengan keberanian seorang prajurit. Taruhannya jauh lebih besar, Ranjani, jauh lebih besar dari sekadar nyawa individu,” lanjutnya, berharap dimengerti oleh sang istri.Ranjani menatapnya, raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam, namun ia tidak gentar sedikit pun. Tekadnya tetap membaja.“Tapi, Yang Mulia," ia berucap, suaranya dipenuhi keyakinan, "aku adalah satu-satunya pemanah yang terampil di pasukan kita yang ada sekarang. Yang Mulia tahu sendiri kemampuan memanahku tidak

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Apakah Kita Harus Diam?

    Raja Wicaksana bangun dan langsung bertanya kepada Ayana, “Ada apa, Istriku? Apakah kamu baik-baik saja?”“Ya, aku baik-baik saja,” jawab Ayana. “t–tadi … tadi ada yang masuk. Dia menyentuh tanganku dan aku terbangun. Mereka langsung kabur.”Raja Wicaksana menggenggam tangannya. Amarahnya membumbung tinggi. “Sialan! Akan kubakar hidup-hidup orang itu! Berani-beraninya menyentuh istriku!”Kemudian Raja Wicaksana keluar tenda. Dia meminta para prajuritnya mencari orang itu.“Kalian semua! Cepat cari orang itu! Sekarang!” pekik Raja Wicaksana. Matanya melotot. Urat di lehernya menyembul keluar.Anak buahnya itu segera bergerak. Mereka pergi ke arah di mana mereka terakhir kali melihat Dipa dan Layung melarikan diri.Di dalam tenda, Ayana menggenggam erat gulungan perkamen di tangannya, bibirnya bergetar. Sebuah takdir yang rumit telah mengikatnya, dan ia tidak ingin keluarganya dan Rajendra beserta pengikutnya menanggung akibatnya. Ia memeluk perkamen itu erat, seolah itu adalah jaminan

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Lari!

    "Cepat! Penjaga itu sudah mulai sadar!" bisik Layung, menarik Dipa yang masih terhenyak oleh kata-kata Ayana.Mereka bergerak secepat kilat, menyelinap di antara bayangan pepohonan, menjauh dari perkemahan Raja Wicaksana yang kini terasa seperti sarang lebah yang siap menyengat. Namun, keberuntungan tidak sepenuhnya berpihak pada mereka.Tiba-tiba, suara bentakan keras memecah keheningan malam. "Siapa di sana?! Jangan bergerak!"Dipa dan Layung membeku. Sebuah obor menyala di kejauhan, menyorot tajam ke arah mereka. Beberapa prajurit Widyaloka yang tadinya terlelap kini terbangun, mungkin karena suara Ayana yang meninggi atau karena insting mereka sebagai penjaga."Sial! Kita ketahuan!" desis Layung. "Lari, Dipa! Ke arah sungai!"Layung membuang obor yang dipegangnya agar tidak terdeteksi arah kabur mereka. Meskipun tahu akan kesulitan berlari di malam gelap tanpa penerangan, namun ini satu-satunya cara yang bisa dilakukan.Mereka melesat, membelah semak-semak lebat, suara langkah kak

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Berhasil Menemui Putri Ayana

    Waktu terus merangkak. Satu jam berlalu. Dua jam. Akhirnya, efek alkohol dan kelelahan mulai menjangkiti rombongan Raja Wicaksana. Suara tawa dan jeritan cabul mulai mereda, digantikan oleh dengkuran kasar dan keheningan yang perlahan merayap.Tubuh-tubuh tergeletak tak berdaya di tenda-tenda maupun di rerumputan terbuka. Hanya beberapa penjaga yang masih terjaga, namun mata mereka tampak berat, sesekali menguap lebar."Sekarang!" bisik Dipa, matanya menyala dalam kegelapan.Layung mengangguk sambil berkata, “Baik! Ayo kita bergerak!”Dipa dan Layung merayap perlahan, bagai bayangan yang tak terlihat. Setiap gerakan mereka diperhitungkan, setiap dahan kering dihindari. Jantung mereka berdebar kencang, namun tekad mereka lebih kuat.Mereka bergerak mengelilingi perkemahan, mengidentifikasi tenda-tenda prajurit dan, yang terpenting, tenda utama Raja Wicaksana."Tenda itu," Layung menunjuk dengan dagunya, matanya menunjuk pada tenda berwarna ungu gelap yang paling mewah, terletak agak te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status