Share

Bab 15

Author: Matahariku
“Ternyata mengandalkan hubungan. Pantas saja sombong.”

“Jangan bicara lagi, nanti dia kedengaran.

“Memangnya kenapa kalau kedengaran?!”

Winda dapat mendengar bisik-bisik dari orang sekitar. Pandangannya tertuju pada Luna dan bibirnya mengulas senyum tipis. Hanya satu pandangan saja sudah bisa membuat Luna merasa tertindas. Hal itu membuat dia tidak berani membalas tatapan Winda.

“Karena kamu merasa nggak adil, kita buktikan saja dengan kemampuan. Seharusnya keputusannya belum diumumkan, kan?” kata Winda.

Para juri mengusap keringat dingin dan berkata, “Masih belum.”

“Kalau gitu berarti belum berakhir. Memangnya ada yang salah kalau saya ikut?”

“Tentu saja nggak,” sahut Pak Jason. Setelah itu dia berkata lagi, “Saya yang mengundang Bu Winda ke sini. Kalau nggak ada masalah lain, kita langsung mulai saja.”

Sikap Jason jelas sekali sedang membela Winda. Mendadak tidak ada yang berani berkata apa pun lagi. Di waktu yang sama semua orang mengarahkan fokus mereka dari ujung kepala hingga ujung kaki Winda. Ada yang bahkan tidak mengenali Winda sama sekali.

Luna meremas rok yang ada di atas lututnya dengan erat. Matanya menatap Winda dengan tajam dan lekat. Terlihat kebencian yang begitu besar terpancar di sana. Kenapa setiap kemunculan Winda pasti akan merebut sinar yang ada pada dirinya. Pemeran utama ini seharusnya sudah menjadi milik Luna!

Di atas panggung terletak piano hitam. Winda melangkah ke hadapan piano itu dan menggeser kursi piano. Setelah itu dia mulai memainkan jarinya di atas tuts piano putih tersebut. Jari-jari lentiknya bergerak dengan lincah dan menciptakan alunan nada yang membuat semua orang tenggelam ketika mendengarkannya.

Martin yang semula menyandarkan punggungnya tampak membelalak dan seluruh perhatiannya tersita pada sosok perempuan yang ada di panggung. Mata lelaki itu berbinar dan tampak kagum. Winda tenggelam dalam permainan musiknya sendiri dan tidak menyadari ada yang tengah menikmati dentingan pianonya.

Hengky melihat sosok Winda yang ada di panggung dengan sorot yang sulit dijelaskan. Hari ini perempuan itu mengenakan terusan berwarna biru muda. Rambut panjangnya diurai dan dibuat keriting bergelombang dan tampak bergerak mengikuti gerakannya.

Wajahnya terlihat cantik dengan bedak tipis serta tampak lebih beraura. Dipadukan dengan piano yang elegan membuat sosok Winda tampak semakin berbeda dengan perempuan lainnya.

Detik itu juga Hengky teringat lagi dengan kejadian malam itu yang begitu memabukkan. Mungkin sosok Winda memang diutus untuk menyiksanya.

Hengky tersenyum sejenak dan setelah itu senyumannya kembali lenyap. Wajahnya kembali dingin dan dia berbalik keluar dari ruang wawancara.

Semua orang yang ada di dalam ruang wawancara tengah tenggelam dalam permainan piano Winda.  Setelah selesai, mereka bahkan ada yang masih belum bisa tersadar dari kekaguman permainan Winda. Butuh waktu sekitar 20 detik lamanya baru terdengar tepuk tangan yang begitu heboh.

Dengan cepat Martin mengangkat papan nilai dengan tinggi. Di sana tertera angka 10! Wajah Luna terlihat semakin gelap. Setelah itu dia melihat keempat juri yang lain memberikan nilai sempurna untuk Winda. Luna mencakar kursi hingga terdengar suara kukunya yang patah!

“Terima kasih atas pengakuan para juri sekalian pada saya,” ujar Winda sambil tersenyum. Dia menatap Luna dengan mata sinis.

“Ternyata dia hebat sekali! Aku pikir dia masuk lewat ‘jalur belakang’ saja!”

“Kemampuan dia ini bisa masuk Konservatorium Musik Pusat!”

“Wajah dia dan kemampuan permainan piano dia sudah bisa menjadi satu-satunya orang yang paling pantas untuk menjadi pemeran utama di lagu ‘Halusinasi Mawar’.”

“Halusinasi Mawar” merupakan lagu baru milik Martin yang dibuat oleh Yanwar untuk mengenang cinta pertamanya. Di bagian pertengahan lagu terdapat alunan piano yang cukup panjang. Seingatnya, butuh orang yang memiliki kemampuan piano cukup tinggi baru bisa menghasilkan nada yang sempurna.

Dulu ketika Luna terpilih di sini, tiba-tiba entah karena apa, Yanwar meminta Golden Artemis mengganti perempuan itu. Jika tidak, maka lelaki itu akan memutuskan kerja samanya. Winda yang datang dan menemui Yanwar secara langsung dan membuat Luna mendapatkan kesempatan terakhir.

Saat itu juga Winda tahu kalau lagu “Halusinasi Mawar” dibuat khusus untuk ibunya.

Di meja juri ada seorang lelaki paruh baya yang menatap Winda cukup lama. Wajahnya tampak tidak yakin dan kemudian dia berbisik dengan orang yang di sampingnya. Sesaat kemudian orang yang lainnya juga menatap ke arah Winda cukup lama.

Winda hanya berdiri diam di tempat dengan senyuman yang tetap menghiasi bibirnya. Lelaki paruh baya itu tersenyum bersahabat dan berkata, “Winda, maaf saya lancang bertanya. Mama kamu siapa?”

Semua orang tampak bingung.

Winda tersenyum datar dan berkata, “Sinta Hanjaya.”

Ada orang yang menahan napas mereka seketika. Juri perempuan yang sedari tadi diam saja mendadak tersenyum antusias dan berkata, “Ternyata putrinya dia. Pantas saja permainan pianonya begitu hebat. Saya ini pengagum berat mama kamu! Dulu aku dengar konser dia! Tapi sayangnya dia sudah pensiuns etelah menikah.”

“Setidaknya kamu pernah dengar langsung. Aku nggak ada kesempatan sama sekali!”

“Sayang sekali ….”

Hatinya perih ketika mendengar semua orang memuji dan menyayangkan hal tersebut. Ternyata di dunia ini ada yang masih mengingat ibunya. Dia tidak dilupakan sama sekali. Sebagai putrinya, Winda merasa sangat bangga.

Melihat situasi tersebut membuat Jason maju dan menjelaskan, “Di sini mungkin nggak banyak yang tahu kalau Sinta Hanjaya ini siapa. Dia merupakan satu-satunya pianis dari negara kita yang ada di panggung musik dunia. Di luar negeri sosok tersebut sangat dikagumi sekali.”

“Saya melihat di diri Winda ada bayangan mamanya ketika muda dulu. Peran ini sudah pasti menjadi miliknya.”

Hal ini juga saran dari Yanwar. Lelaki itu memintanya agar putrinya Sinta yang menjadi pemeran utama video klip. Awalnya dia khawatir Winda tidak sehebat ibunya, ternyata kemampuan perempuan itu sangat hebat!

Semua pandangan tertuju pada sosok Winda. Ada yang kagum dan ada juga yang iri dan benci. Di sisi tempat menunggu tampak Luna yang menatap Winda dengan tajam. Bahkan rok yang ada di atas lututnya sudah kusut tidak berbentuk.

Lagi-lagi terjadi lagi. Winda dengan mudah mendapatkan sesuatu yang dia inginkan. Kenapa semua hal yang baik didapatkan oleh Winda saja? Bagian mana dari diri Luna yang tidak bisa dibandingkan dengan Winda?!

Tidak adil!
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 597

    Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 596

    Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 595

    “Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 594

    Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 593

    “Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 592

    “Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status