Share

Bab 17

Author: Matahariku
Winda merasakan hatinya berdenyut perih. Perasaan itu sulit dia jelaskan dengan kata-kata.

“Kenapa kamu masih nggak pergi?” tanya Yuna dengan nada ketus.

Winda menarik napas dalam-dalam dan melipat kedua tangannya sambil melirik sekilas ke arah Yuna, kemudian tatapannya berhenti pada diri Hengky sambil bertanya, “Kamu nggak mau kasih penjelasan?”

“Nggak ada yang harus dijelaskan,” kata Hengky dengan nada santai dan wajah datar. Ucapan lelaki itu membuat Yuna mencengkeram tas yang ada di tangannya dan tampak sangat terkejut. Ternyata mereka saling mengenal?!

Entah mengapa rasa waspada pada diri Yuna meningkat. Dia berpikir sesaat dan setelah itu dia menoleh ke arah Hengky sambil tertawa dan berkata, “Bagaimana kalau Pak Hengky pergi dulu? Saya cari Pak Hengky setelah selesai urus dia.”

Hengky melirik ke arah Winda sekilas dengan datar dan berkata, “Kita pergi saja.”

Diam-diam Yuna menghela napas lega. Seulas senyum tersungging di bibirnya dan langsung memeluk lengan lelaki itu sambil berkata dengan nada manja, “Oke!”

Lelaki itu tampak tidak nyaman. Matanya turun dan menatap tangan Yuna, tetapi dia tidak menolaknya. Sikap lelaki itu membuat Yuna merasa bahagia. Dia melirik Winda dan memasang wajah penuh kemenangan. Seakan-akan dia adalah kekasih resmi Hengky.

Winda akhirnya mengerti bagaimana perasaan Hengky ketika dia mengejar Jefri. Meski dia tidak pernah melakukan hal yang mengkhianati Hengky, keberadaan orang seperti Yuna sudah sangat mengganggu. Apalagi perempuan itu menggandeng lengan suaminya di depan matanya langsung.

Winda menggigit bibir bagian dalamnya dan maju untuk menghentikan kedua orang tersebut. Sebersit sorot terkejut melintas di mata Yuna. Dengan nada penuh penekanan dia berkata, “Bu Winda, jadi orang jangan terlalu nggak tahu malu. Nggak baik kalau sikap Ibu seperti ini.”

“Hengky, aku mau bicara baik-baik dengan kamu!” kata Winda dengan suara tertahan. Suaranya terdengar sedikit bergetar dan juga terisak. Melihat ekspresi sedih perempuan itu membuat Hengky berkata, “Nggak ada yang harus dibicarakan, aku nggak akan setuju.”

Mau memintanya untuk minta maaf pada Jefri? Tidak mungkin!

“Sebaiknya kamu enyahkan keinginan kamu itu,” tambah Hengky dengan nada yang semakin dingin.

Setiap teringat dengan sikap buruk Jefri pada Winda dan perasaan perempuan itu justru tidak pernah berubah membuat Hengky merasa konyol. Kalau Winda memang menginginkan kehidupan seperti itu, Hengky tidak akan pernah bersedia mengabulkannya.

Wajah Winda menggelap, dia tidak tahu kalau Hengky begitu peduli dengan Yuna. Dia mengepalkan telapak tangannya dan menunduk untuk menutup sorot kesedihannya sambil bergumam, “Oh, begitu ….”

Setelah diam sejenak, Winda menarik napas dalam-dalam dan memaksakan seulas senyum paksa dan berkata, “Aku nggak ganggu kalian lagi, aku pamit dulu.”

Winda langsung buru-buru balik dan pergi dari sana dengan langkah cepat. Dia menuruni tangga dengan lari kecil karena takut kalau satu detik lebih lama dia berada di sana, maka tangisnya akan tumpah di hadapan semua orang.

Melihat sosok punggung Winda yang tengah pergi dari sana membuat tatapan Hengky jatuh pada kaki perempuan itu yang keseleo. Langkah kakinya terlihat jelas sedikit pincang. Kakinya masih belum sembuh, tetapi kenapa dia menggunakan sepatu hak?!

Ekspresi Hengky kembali menggelap. Dia mengeluarkan ponsel dan mengirimkan pesan pada Santo.

“Tunggu di depan pintu masuk gedung Sentosa. Antar Bu Winda pulang.”

Sedari tadi Yuna terus memperhatikan Hengky. Pemandangan lelaki itu yang menatap punggung Winda dengan lekat tentu saja tidak luput dari pandangan perempuan itu. Lelaki itu juga mengeluarkan ponsel dan mengirimkan pesan pada seseorang. Semua sikap Hengky membuat perasaan Yuna tidak tenang.

“Pak Hengky, kita masih belum mau pergi?” tanya Yuna dengan suara lembut. Wajahnya memasang ekspresi sedikit manja. Hengky tersadar masih ada orang lain di sampingnya ketika mendengar suara tersebut.

“Kita pergi,” sahut Hengky dengan nada dingin. Dia langsung menarik tangannya dari pelukan Yuna dan merapikan jas miliknya. Dia melangkah pergi tanpa menunggu perempuan itu.

Yuna terdiam dan tampak sedikit tercenung. Dia sedikit tidak mengerti kenapa perubahan Hengky begitu cepat. Sikapnya sama seperti Yuna pertama kali bertemu dengan lelaki itu. Yuna pikir dengan Hengky tidak menolak dirinya memeluk lengan lelaki itu di hadapan Winda, maka artinya Hengky sudah menganggapnya sebagai pasangannya.

Detik selanjutnya Yuna seperti menangkap sesuatu. Dia melihat ke arah kepergian Winda tadi dan mulai tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ekspresi Winda tampak sedih ketika berjalan keluar dari dalam gedung. Di depannya terlihat sebuah mobil Porsche hitam berhenti di hadapan Winda.

Jendela mobil bergerak turun dan sosok Santo menyembulkan kepalanya dari balik kemudi.

“Bu,” sapa lelaki itu.

Winda tidak terkejut ketika melihat sosok Santo karena dia tadi baru bertemu dengan Hengky. Setelah berpikir sesaat, Winda memutuskan untuk membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.

“Bu, apakah Ibu mau pulang sekarang?” tanya Santo sambil tersenyum.

Winda duduk di kursi penumpang bagian belakang sambil melipat kedua tangannya dan melihat ke arah luar jendela. Dia tidak menjawab melainkan memberikan pertanyaan juga pada Santo, “Pak Santo, ada hal yang saya tanyakan.”

Santo terdiam sejenak dan bertanya, “Apa yang ingin Ibu tanyakan?”

“Hengky dan Yuna ….” Winda menggigit bibir dalamnya dan dengan nada sedikit gugup lanjut bertanya, “Sudah kenal sejak lama?”

Santo tampak terkejut karena tidak menyangka Winda akan menanyakan hal ini. Kalau dulu, kemungkinan besar Winda akan mengabaikannya dan tidak memikirkannya. Santo berpikir sejenak dan memilih jawaban aman.

“Pak Hengky diundang untuk menghadiri sebuah acara dan membutuhkan pasangan perempuan. Bu Yuna orang yang cocok.”

Cocok? Cocok dari mana? Jelas-jelas dia yang merupakan istri sah Hengky! Kalau memang Hengky butuh pasangan, bukankah seharusnya mengajak dia?

Winda meremas rok nya dan menahan sesak di hatinya. Untuk sesaat dia lupa kalau dirinya dulu pernah bilang pada Hengky kalau lelaki itu tidak perlu memberi tahunya jika ada acara seperti ini. Winda tidak akan bersedia menemani Hengky menghadirinya. Hengky selalu mengingat ucapan tersebut sehingga dia selalu mengajak orang lain jika membutuhkan pasangan untuk datang ke acara.

Dulu Winda tidak akan peduli meski keesokan harinya Hengky akan masuk dalam berita bersama dengan perempuan lain. Akan tetapi, sekarang hatinya merasa luar biasa sesak. Bahkan Winda sedikit memandang rendah dirinya.

“Malam ini mereka akan datang ke acara yang ada di mana?”

Santo tampak serba salah. Hengky sudah berpesan agar dia mengantarkan Winda pulang ke rumah. Lelaki itu tidak memintanya untuk berbicara apa pun. Santo merinding ketika dia membayangkan keributan yang akan terjadi kalau dia salah berbicara.

“Bu, Pak Hengky nggak ada titip pesan. Saya ….”

Winda menangkap sorot kebingungan Santo dan akhirnya berkata, “Sudahlah, kamu antar mereka saja, saya bisa pulang sendiri.”

Setelah mengatakan kalimat tersebut, dia membuka pintu dan turun dari mobil. Santo memanggilnya tetapi diabaikan oleh Winda. Julia yang melihat Winda turun dari mobil Porsche langsung membelalakkan matanya. Dia melihat plat mobil dan seketika keningnya berkerut.

Plat dari mobil tersebut menunjukkan pemiliknya bukan orang yang sembarangan. Tidak semua orang yang memiliki uang bisa mendapatkan plat nomor seperti itu. Julia ingat bahwa mobil itu adalah milik Hengky dari Pranoto Group.

Kenapa Winda bisa turun dari mobil lelaki itu?

“Kenapa kamu turun dari mobil itu?” tanya Julia dengan suara pelan.

“Kamu itu dikenal publik dan harus memperhatikan pengaruh dari sikapmu. Kalau sampai tersebar dan dijadikan bahan gosip, pekerjaanmu akan jadi taruhannya!”

Julia menyapukan pandangannya ke sekitar dan setelah memastikan tidak ada orang baru lanjut berkata, “Aku dengar katanya Yuna dekat dengan Pak Hengky. Julia bisa ada di posisi sekarang saat usia yang masih muda sudah pasti karena ada yang bantu.”

“Orang-orang menebak kalau salah satu yang membantu Yuna adalah seorang bos besar. Jangan-jangan dia adalah CEO Pranoto Group. Para petinggi juga pernah mencari tahu tentang Yuna. Tetapi perempuan itu cerdik, jawaban yang dia berikan selalu susah dibalas. Tapi semua ucapannya sengaja mengaitkannya ke Pak Hengky dan diam-diam memberi tahu orang lain kalau mereka ada hubungan.”

 
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 597

    Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 596

    Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 595

    “Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 594

    Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 593

    “Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 592

    “Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status