Share

Bab 19

Penulis: Matahariku
“Kenapa ada dia lagi?” gumam Yuna. Dia sengaja mendekatkan dirinya pada Hengky dan berbisik di samping telinga lelaki itu. Kemudian dia berjalan ke arah Winda.

Hengky hanya menatap punggung Yuna, tetapi dia tidak menghentikan perempuan itu.

“Bu Winda,” panggil Yuna. Wajahnya yang putih mulus menyunggingkan seulas senyum miring.

“Kebetulan sekali kita bertemu lagi.”

Teringat bahwa Yuna sudah mendekati suaminya, dalam hati Winda merasa kesal. Dengan suara dingin dia bertanya, “Ada urusan apa, Bu Yuna?”

Yuna juga merasakan sedikit rasa persaingan yang ditujukan Winda padanya. Dia memainkan rambutnya dan mengikuti arah pandangan Winda yang menatap Hengky sambil berkata, “Hengky memang lelaki sempurna, oleh karena itu aku mengerti akan ada banyak perempuan yang berusaha mendekatinya setiap hari,”

“Tapi dengan identitas yang dimiliki oleh Hengky, sudah pasti dia sering bertemu dengan perempuan dengan karakter berbagai jenis. Bagaimana mungkin dia bisa jatuh hati pada orang seperti itu? Benar bukan yang aku katakan, Bu Winda?”

Mata Winda memicing dan membalas, “Kalau ada yang mau kamu katakan, katakan saja secara langsung. Nggak perlu basa-basi.”

Mendengar ucapan Winda membuat sorot mata Yuna berubah dingin. Dia meluruskan punggungnya dan mengangkat dagunya angkuh sambil berkata, “Karena Bu Winda sudah berkata demikian, kalau gitu aku akan mengatakannya terus terang.”

“Aku ingin minta Bu Winda jaga sikap. Jangan kejar-kejar seorang lelaki dengan begitu tidak tahu malunya! Hengky sudah menunjukkan sikap dia nggak mau bertemu dengan kamu ketika di depan gedung Sentosa tadi. Tapi ternyata kamu kejar ke sini! Benar-benar nggak tahu malu!”

Sorot mata Winda ikut berubah dingin. Dia menarik pandangannya dari sosok Hengky dan berpindah ke wajah Yuna. Winda memandangi perempuan itu dengan tatapan penuh penilaian.

“Aku mau bertanya, atas dasar apa Bu Yuna mengatakan kalimat tadi padaku? Apa status kamu? Apakah kamu kekasih Hengky?” tanya Winda dengan sinis.

Yuna dibuat tidak nyaman dengan tatapan perempuan di depannya ini. Akan tetapi, keberaniannya meningkat ketika beberapa saat lalu Hengky tidak menghalanginya. Dia mengangkat dagunya lagi dan memandang Winda lurus-lurus.

Dengan raut penuh kemenangan Yuna mengangguk dan menjawab, “Karena Bu Winda sudah tahu, jadi jangan mempermalukan diri sendiri lagi.”

Mendengarkan pengakuan dari Yuna membuat ekspresi Winda sedikit berubah. Sebersit rasa sesak dan perih membuncah di hati Winda. Rasanya seperti di pukul di tempat paling rapuh tersebut. Winda mengusap telapak tangannya dan membuang napas dengan pelan. Setelah itu dia memaksakan seulas senyum dan berkata,

“Bu Yuna nggak tahu, ya? Setahu aku, Hengky sudah menikah. Kamu yang dibilang kekasih ini ….” Winda menghentikan ucapannya sambil menyunggingkan senyuman miring. Dia melirik Yuna dengan pandangan merendahkan.

Wajah Yuna memucat seketika. Dia mencengkeram tas tangannya dengan erat. Ternyata gosip itu memang benar! Ternyata Hengky sudah menikah!

Karena berita tersebut selalu dianggap sebagai gosip dan belum pernah dikonfirmasi, Yuna masih merasa aman. Baginya berita mengenai status Hengky hanya sebuah gosip tidak penting saja. Belum ada orang yang melihat istri Hengky sebelumnya, sehingga kebenarannya belum bisa terjamin.

Namun ucapan Winda yang begitu penuh keyakinan menunjukkan bahwa berita tersebut memang sebuah fakta. Kedua mata Yuna memicing dan dengan nada dingin dia berkata, “Jangan-jangan Bu Yuna berpikir kalau aku percaya dengan gosip nggak jelas seperti itu, bukan?”

Kalau bukan karena buku nikah mereka disobek olehnya, rasanya Winda ingin sekali melempar buku nikahnya ke hadapan Yuna.  Melihat Winda yang berbicara sambil menunduk membuat Yuna merasa Winda hanya mendengarkan gosip-gosip yang tengah beredar saja. Dia menghela napas lega dalam hati.

Yuna melayangkan tatapan jengah pada Winda dan berkata, “Aku sarankan sebaiknya Bu Winda sadar diri dan tahu diri. Jangan harapkan sesuatu yang nggak sepantasnya dimiliki oleh diri sendiri.”

“Di sini bukan tempat yang bisa didatangi oleh sembarangan orang. Orang yang ada niat nggak baik nggak diperbolehkan masuk ke sini satu langkah pun! Daripada nanti timbul niat buruk lainnya,” ujar Yuna pada seorang perempuan petugas acara dengan nada tidak senang.

“Maaf Bu Yuna, saya akan segera bereskan!” jawab perempuan itu sambil mengucapkan permintaan maaf dengan santun. Kemudian ekspresi petugas tersebut berubah seketika saat menatap ke arah Winda.

“Ibu, dimohon untuk segera meninggalkan tempat ini! Kalau nggak, maka saya akan panggilkan petugas.”

Yuna menarik sudut bibirnya ke atas yang membentuk seulas senyum penuh kemenangan. Sorot matanya menatap Winda dengan angkuh dan berkata sambil terkekeh, “Bu Winda, sudah dengar belum? Mau tunggu sekuriti datang baru mau pergi?”

Petugas perempuan tadi mendekat dan dengan tegas berkata, “Silakan keluar!”

“Dia pasanganku, ada hak apa kamu minta dia pergi?”

Martin melangkah dengan cepat dan berdiri di depan Winda untuk menjadikan dirinya sebagai tameng. Senyuman di wajahnya lenyap dan matanya menyapu kedua perempuan di depannya itu dengan tajam. Dengan nada tidak senang dia berkata,

“Aku minta kalian untuk minta maaf dengan dia sekarang juga! Kalau nggak ….”

Petugas perempuan itu teringat sesuatu ketika melihat mata Martin. Dengan cepat dia menundukkan tubuhnya dan meminta maaf pada Winda, “Maaf, saya nggak tahu Ibu adalah pasangannya Pak Martin di acara ini. Saya minta maaf.”

Winda mendongak dan menatap Martin sekilas dan dalam hati dia mulai berpikir. Yuna juga tampak terkejut. Dia melihat ke arah Winda dan juga Martin secara bergantian. Dengan nada menggeram Yuna berkata, “Ini urusan aku dengan dia, untuk apa kamu ikut campur?!”

Seluruh tubuh Martin memancarkan aura dingin. Dengan datar dia menjawab, “Dia orang yang aku undang. Kalau kamu cari masalah dengan dia, berarti artinya kamu berhadapan denganku. Minta maaf dengan dia!”

Ucapan penuh penekanan lelaki itu membuat Yuna merasa tidak terima. “Martin, aku sarankan sebaiknya kamu buka matamu! Dia orang yang licik!”

Yuna menegakkan tubuhnya dan mendekat ke arah Winda. Dia berbisik di samping telinga Winda, “Aku lumayan kagum denganmu. Kamu bisa mendapatkan Martin dalam waktu yang begitu singkat. Tapi kamu nggak boleh terlalu serakah, kamu harus tahu kalau Hengky bukan orang yang bisa kamu gapai.”

Setelah mengatakan kalimat tersebut, Yuna mendengus dan melangkah melewati Winda.

“Tunggu,” tahan Winda. Setelah itu dia kembali melanjutkan ucapannya, “Aku kembalikan kalimat tadi padamu. Hengky bukan orang yang bisa kamu gapai!”

Yuna tercengang kemudian dia mendengus dan membalas, “Kita lihat saja nanti!”

Baru saja dia membalikkan tubuhnya, sudah terdengar suara dingin Martin yang berkata, “Aku sudah minta kamu pergi?”

“Apa yang sebenarnya ingin kamu lakukan?” tanya Yuna sambil memutar kembali tubuhnya. Keningnya tampak berlipat dan dia menatap Martin dengan sorot jengah.

“Minta maaf sama dia!” ujar Martin dengan suara sedikit meninggi. Nada bicara lelaki itu sukses membuat para tamu yang ada di dalam terkejut. Banyak yang menoleh ke arah mereka dengan sorot penasaran. Yuna mendelik ke arah Winda dengan penuh kebencian, dia tidak rela menundukkan kepalanya demi perempuan itu.

Suasana di sekitar mereka berubah menjadi menegangkan. Terdengar langkah kaki yang mendekat ke arah mereka. Detik selanjutnya suara dingin milik Hengky muncul dari balik kerumunan. “Apa yang terjadi?”

Mata gelap lelaki itu tertuju pada sosok Winda. Sebersit emosi tampak timbul di kedua mata lelaki itu. Yuna menghela napas lega ketika mendengar suara milik Hengky. Dia maju sambil tersenyum dan memeluk lengan Hengky sambil berkata dengan lembut,

“Aku dan Bu Winda ada sedikit kesalahpahaman, bukan masalah besar. Tapi pasangannya Bu Winda sepertinya marah sekali, jadi-“

“Iya kah?” potong Hengky dengan suara semakin dingin. Mata hitam gelapnya menatap Winda dengan dalam dan lekat. Ternyata Winda hebat sekali membuat rencana. Perempuan itu enggan menemaninya hadir ke acara publik, tetapi dia bersedia datang dengan lelaki yang dikenalnya tidak sampai 24 jam.

Winda semakin bisa menantang titik kesabarannya!

 
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 597

    Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 596

    Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 595

    “Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 594

    Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 593

    “Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 592

    “Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status