Share

Bab 2

Bag 2

Pov Lastri

Sungguh aku tak menyangka jika Adam berani menamparku dengan begitu kerasnya. Rasa panas dan perih di pipi ini, tak sebanding dengan luka hati yang aku rasakan. Sulit dimengerti, mengapa Adam begitu mencintai Karisma? Padahal jelas-jelas aku lebih segala-galanya di bandingkan dengan Risma. 

"Kamu jahat, Dam! Demi seorang Karisma, kamu sampai tega menyakitiku. Apa kurangnya aku, Dam? Apa!?" racauku di depan meja rias sambil memandangi pantulan wajah pada cermin.

Sementara diluar, hujan turun begitu deras. Suata petir menggelegar menggetarkan kaca jendela kamarku, cahaya kilatnya menembus ventilasi memantulkan cahaya menembus cermin.

Pandanganku teralih pada sebuah figura yang terpampang foto kami bertiga, tanganku terulur untuk meraihnya. Membawa benda persegi Itu lalu memindahkan tubuh ini ke sudut tempat tidur. 

"Ris, maafkan aku. Tak seharusnya aku mengatakan itu semua kepada Adam, tapi sungguh aku sudah tak tahan lagi. Bertahun-tahun memendam rasa yang sejak lama ingin kuungkapkan, berpura-pura ikut bahagia saat melihatmu begitu bahagia hidup bersama orang yang aku cintai. Jujur, aku iri padamu. Semoga kamu tenang ya disana," ucapku panjang lebar. 

Tiba-tiba, atmosfir di dalam kamar berubah. Yang tadinya biasa saja kini menjadi lembab dan mencekam. Bulu-bulu halus seketika berdiri, kuusap tengkuk yang tiba-tiba saja terasa merinding. 

"Kenapa kamar ini tiba-tiba jadi horor begini, sih?" aku bergumam sendiri. 

Kurasakan embusan napas di area telinga sebelah kiri. Memaksakan diri untuk menoleh, alangkah kagetnya aku mendapati sosok Karisma sudah berada tepat di sampingku. Wajahnya pucat pasi dengan tali yang masih mengikat di lehernya. Memakai baju berwarna putih lusuh serta rambut panjangnya tergerai acak-acakan. 

"Ka--Karisma!? Mau apa kamu kesini!?" badanku beringsut mundur. 

Sosok itu hanya diam tak menjawab, melainkan menatapku sendu kemudian terdengar suara isak tangis dari bibirnya. Sementara badanku gemetaran hebat, seluruh sendi-sendi terasa lemas. Kini baju yang kukenakan telah basah oleh keringat. Aku benar-benar sangat ketakutan. 

"Pergi! Jangan ganggu aku, kamu itu sudah mati, Risma. Kini alammu bukan disini," usirku seraya melemparkan benda apa saja yang dapat diraih.

Namun usahaku sepertinya sia-sia belaka karena semua yang aku lempar hanya menembus badannya saja. Sosok itu justru semakin mendekat padaku. Semakin dekat ... dekat ... dan dekat. Selanjutnya semuanya gelap. 

****

Ketika mata ini terbuka, aku sudah berada di ruangan serba putih dengan selang infus yang menancap di punggung tangan. Pakaian yang kukenakan pun kini sudah berganti menjadi pakaian khas untuk pasien di rumah sakit. 

Kriettt ....

Terdengar suara pintu berdecit, sosok laki-laki berpawakan tinggi mengenakan pakaian serba putih dengan sebuah stetoskop menggantung di leher terlihat mendekat kearahku. Sepertinya seorang dokter. Seulas senyum menghiasi wajah putihnya.

"Bagaimana keadaaan ibu? Apa masih ada yang dirasakan?" tanya pria itu lembut.

Bukannya menjawab, aku malah justru memandangnya dengan raut wajah penuh tanya. Seakan dapat menangkap kebingungan di wajahku, dokter itu pun berujar.

"Saya menemukan ibu tergeletak di depan gerbang rumah saya dalam keadaan tak sadarkan diri. Makanya saya membawa ibu kesini, jika saya boleh tahu. Ada keperluan apa ya ibu datang kerumah saya?"

Mendengar keterangan dari Dokter Adrian sesuai name tag yang ada di jaz kebangsaannya itu, seketika mataku terbelalak kaget. Bagaimana bisa aku di temukan pingsan di depan gerbang rumah orang yang bahkan aku tak mengenalnya sama sekali. 

***

Pov Author

Tak terasa, empat hari sudah Lastri di rawat di Klinik Dokter Adrian, dan selama itu pula Lastri masih kekeh tidak ingin memberi kepada keluarganya yang jauh di pulau sebrang. Keduanya pun semakin terlihat akrab.

"Hari ini, kamu sudah boleh pulang, Las," ucap Dokter Adrian yang kini telah selesai memeriksa Lastri. 

"Alhamdulilah!" serunya terdengar senang. 

"Kebetulan jadwal praktek saya juga sudah selesai. Biar saya yang antar kamu pulang, ya?" ujar Dokter Adrian menawarkan diri. 

"Tapi, apa gak merepotkan, Dok?" bukannya menjawab, Lastri justru balik bertanya. Ia merasa sungkan jika terus-terusan merepotkan orang lain. 

"Hhh ..., ya enggak lah. Justru kalau mau menolong itu jangan setengah-setengah, tapi harus sampai tuntas," ujar Dokter Adrian terkekeh, sementara Lastri tersipu malu. 

Sebenarnya, Lastri adalah sosok yang sangat pemalu dan juga pendiam. Terlebih lagi saat ia tahu, jika cintanya kepada Adam harus bertepuk sebelah tangan karena Adam lebih memilih untuk menikahi Karisma. 

****

Kini, keduanya sudah berada di dalam mobil yang tengah membelah jalan raya Kota Jogja yang padat merayap. Matahari sudah berada di ufuk barat dan nyaris tenggelam, menyisakan cahaya berwarna jingga di atas langit yang mulai menggelap. Kedua saling terdiam untuk beberapa saat lamanya. 

"Las ...." panggil Dokter Adrian yang sepertinya ingin memecah kebisuan diantara mereka.

"Hmmm,"

"Boleh saya tanya sesuatu?" ujar Dokter Adrian hati-hati.

"Boleh, tanyakan saja, Dok," Lastri mempersilahkan Dokter Adrian untuk bertanya, seketika senyum terbit di bibir keduanya.

"Maaf sebelumnya jika menurutmu aku terlalu kepo. Apa saya boleh tahu siapa itu Karisma?"

Deg! 

Seketika senyum di bibir Lastri lenyap. Wajahnya terlihat menegang. Bagaimana Dokter Adrian bisa tau nama Karisma? Mungkin begitu dalam benak Lastri.

Dokter Adrian yang menangkap perubahan pada mimik wajah lawan bicaranya itu tiba-tiba meralat ucapannya.

"Tapi kalau kamu tidak ingin menjawabnya, gak apa, kok. Kita cari pembahasan lain saja," ujar Dokter Adrian merasa tak enak hati. 

"Gak apa, Dok! Saya akan jawab," sahut Lastri cepat. Ia pikir, mungkin ini saatnya untuk berbagi cerita dengan orang lain tentang apa yang akhir-akhir ini tengah ia alami. Yakni keganjilan demi keganjilan yang terus saja menghampirinya.

"Jangan memaksakan diri, jika kau memang belum siap untuk mengatakannya, Las," timpal dokter tampan itu yang sepertinya tak di hiraukan oleh Lastri. 

"Karisma itu sahabat baik saya, tapi dia sudah meninggal seminggu yang lalu akibat gantung diri. Tak ada yang tahu apa penyebab ia nekat melakukan itu. Akan tetapi, banyak warga mengira jika itu akibat dari ulah pulung gantung," bebernya. 

"Pulung gantung? Apa itu?" tanya Dokter Adrian yang sepertinya baru pertama mendengar nama Pulung gantung karena ia memang bukanlah orang Asli Yogyakarta. 

"Pulung gantung itu mahluk sejenis bola api, namun mempunyai ekor. Menurut mitos, jika mahluk itu mendatangi salah satu rumah warga. Maka dapat dipastikan akan ada kabar duka dari salah satu anggota keluarga, yaitu meninggal dengan cara gantung diri." 

Sebagai orang yang tidak terlalu percaya akan tahayul, Dokter Adrian hanya manggut-manggut saja meskipun jauh di dalam hatinya ia merasa sedikit tidak percaya dengan adanya mitos-mitos yang menurutnya tak masuk akal. Namun demi menghormati Lastri, ia berpura-pura percaya. 

****

Saking asiknya mengobrol, tak terasa mobil yang mereka tumpangi sudah mulai memasuki gapura desa dimana tempat Lastri tinggal. 

Setelah memasuki gapura, akan disambut oleh makam yang berada di kanan kiri jalan lalu areal persawahan milik warga baru selanjutnya rumah penduduk. 

Pemakaman itu memang sengaja dibuat di area dekat gapura kampung karena memang khusus untuk kampung Lastri dan kampung sebelah dan merupakan satu-satunya makam yang di gunakan bersama-sama jika ada yang meninggal. Dimakam itu pulalah jasad Karisma terbaring. 

Di sepanjang jalan yang di penuhi oleh rumah-rumah warga. Lastri baru menyadari ada sesuatu hal yang aneh, yakni suasana yang lebih sunyi dari sebelumnya.

'Ada apa ini?' batin Lastri bertanya-tanya. 

Pasalnya, tidak seperti biasanya di jam segini para warga sudah menutup rumah mereka rapat-rapat bahkan ada beberapa rumah yang terlihat sudah mematikan lampu terasnya. 

Sampai-sampai, pos ronda yang berada di ujung jalan menuju rumah Lastri pun yang biasanya selalu ramai oleh para bapak-bapak mengobrol, kini tampak kosong melompong. 

Desa Damai mendadak menjadi seperti desa mati yang tak berpenghuni, padahal hanya baru empat hari saja Lastri tak pulang kesini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status