Share

Bab 2

last update Last Updated: 2022-03-01 22:49:41

Bag 2

Pov Lastri

Sungguh aku tak menyangka jika Adam berani menamparku dengan begitu kerasnya. Rasa panas dan perih di pipi ini, tak sebanding dengan luka hati yang aku rasakan. Sulit dimengerti, mengapa Adam begitu mencintai Karisma? Padahal jelas-jelas aku lebih segala-galanya di bandingkan dengan Risma. 

"Kamu jahat, Dam! Demi seorang Karisma, kamu sampai tega menyakitiku. Apa kurangnya aku, Dam? Apa!?" racauku di depan meja rias sambil memandangi pantulan wajah pada cermin.

Sementara diluar, hujan turun begitu deras. Suata petir menggelegar menggetarkan kaca jendela kamarku, cahaya kilatnya menembus ventilasi memantulkan cahaya menembus cermin.

Pandanganku teralih pada sebuah figura yang terpampang foto kami bertiga, tanganku terulur untuk meraihnya. Membawa benda persegi Itu lalu memindahkan tubuh ini ke sudut tempat tidur. 

"Ris, maafkan aku. Tak seharusnya aku mengatakan itu semua kepada Adam, tapi sungguh aku sudah tak tahan lagi. Bertahun-tahun memendam rasa yang sejak lama ingin kuungkapkan, berpura-pura ikut bahagia saat melihatmu begitu bahagia hidup bersama orang yang aku cintai. Jujur, aku iri padamu. Semoga kamu tenang ya disana," ucapku panjang lebar. 

Tiba-tiba, atmosfir di dalam kamar berubah. Yang tadinya biasa saja kini menjadi lembab dan mencekam. Bulu-bulu halus seketika berdiri, kuusap tengkuk yang tiba-tiba saja terasa merinding. 

"Kenapa kamar ini tiba-tiba jadi horor begini, sih?" aku bergumam sendiri. 

Kurasakan embusan napas di area telinga sebelah kiri. Memaksakan diri untuk menoleh, alangkah kagetnya aku mendapati sosok Karisma sudah berada tepat di sampingku. Wajahnya pucat pasi dengan tali yang masih mengikat di lehernya. Memakai baju berwarna putih lusuh serta rambut panjangnya tergerai acak-acakan. 

"Ka--Karisma!? Mau apa kamu kesini!?" badanku beringsut mundur. 

Sosok itu hanya diam tak menjawab, melainkan menatapku sendu kemudian terdengar suara isak tangis dari bibirnya. Sementara badanku gemetaran hebat, seluruh sendi-sendi terasa lemas. Kini baju yang kukenakan telah basah oleh keringat. Aku benar-benar sangat ketakutan. 

"Pergi! Jangan ganggu aku, kamu itu sudah mati, Risma. Kini alammu bukan disini," usirku seraya melemparkan benda apa saja yang dapat diraih.

Namun usahaku sepertinya sia-sia belaka karena semua yang aku lempar hanya menembus badannya saja. Sosok itu justru semakin mendekat padaku. Semakin dekat ... dekat ... dan dekat. Selanjutnya semuanya gelap. 

****

Ketika mata ini terbuka, aku sudah berada di ruangan serba putih dengan selang infus yang menancap di punggung tangan. Pakaian yang kukenakan pun kini sudah berganti menjadi pakaian khas untuk pasien di rumah sakit. 

Kriettt ....

Terdengar suara pintu berdecit, sosok laki-laki berpawakan tinggi mengenakan pakaian serba putih dengan sebuah stetoskop menggantung di leher terlihat mendekat kearahku. Sepertinya seorang dokter. Seulas senyum menghiasi wajah putihnya.

"Bagaimana keadaaan ibu? Apa masih ada yang dirasakan?" tanya pria itu lembut.

Bukannya menjawab, aku malah justru memandangnya dengan raut wajah penuh tanya. Seakan dapat menangkap kebingungan di wajahku, dokter itu pun berujar.

"Saya menemukan ibu tergeletak di depan gerbang rumah saya dalam keadaan tak sadarkan diri. Makanya saya membawa ibu kesini, jika saya boleh tahu. Ada keperluan apa ya ibu datang kerumah saya?"

Mendengar keterangan dari Dokter Adrian sesuai name tag yang ada di jaz kebangsaannya itu, seketika mataku terbelalak kaget. Bagaimana bisa aku di temukan pingsan di depan gerbang rumah orang yang bahkan aku tak mengenalnya sama sekali. 

***

Pov Author

Tak terasa, empat hari sudah Lastri di rawat di Klinik Dokter Adrian, dan selama itu pula Lastri masih kekeh tidak ingin memberi kepada keluarganya yang jauh di pulau sebrang. Keduanya pun semakin terlihat akrab.

"Hari ini, kamu sudah boleh pulang, Las," ucap Dokter Adrian yang kini telah selesai memeriksa Lastri. 

"Alhamdulilah!" serunya terdengar senang. 

"Kebetulan jadwal praktek saya juga sudah selesai. Biar saya yang antar kamu pulang, ya?" ujar Dokter Adrian menawarkan diri. 

"Tapi, apa gak merepotkan, Dok?" bukannya menjawab, Lastri justru balik bertanya. Ia merasa sungkan jika terus-terusan merepotkan orang lain. 

"Hhh ..., ya enggak lah. Justru kalau mau menolong itu jangan setengah-setengah, tapi harus sampai tuntas," ujar Dokter Adrian terkekeh, sementara Lastri tersipu malu. 

Sebenarnya, Lastri adalah sosok yang sangat pemalu dan juga pendiam. Terlebih lagi saat ia tahu, jika cintanya kepada Adam harus bertepuk sebelah tangan karena Adam lebih memilih untuk menikahi Karisma. 

****

Kini, keduanya sudah berada di dalam mobil yang tengah membelah jalan raya Kota Jogja yang padat merayap. Matahari sudah berada di ufuk barat dan nyaris tenggelam, menyisakan cahaya berwarna jingga di atas langit yang mulai menggelap. Kedua saling terdiam untuk beberapa saat lamanya. 

"Las ...." panggil Dokter Adrian yang sepertinya ingin memecah kebisuan diantara mereka.

"Hmmm,"

"Boleh saya tanya sesuatu?" ujar Dokter Adrian hati-hati.

"Boleh, tanyakan saja, Dok," Lastri mempersilahkan Dokter Adrian untuk bertanya, seketika senyum terbit di bibir keduanya.

"Maaf sebelumnya jika menurutmu aku terlalu kepo. Apa saya boleh tahu siapa itu Karisma?"

Deg! 

Seketika senyum di bibir Lastri lenyap. Wajahnya terlihat menegang. Bagaimana Dokter Adrian bisa tau nama Karisma? Mungkin begitu dalam benak Lastri.

Dokter Adrian yang menangkap perubahan pada mimik wajah lawan bicaranya itu tiba-tiba meralat ucapannya.

"Tapi kalau kamu tidak ingin menjawabnya, gak apa, kok. Kita cari pembahasan lain saja," ujar Dokter Adrian merasa tak enak hati. 

"Gak apa, Dok! Saya akan jawab," sahut Lastri cepat. Ia pikir, mungkin ini saatnya untuk berbagi cerita dengan orang lain tentang apa yang akhir-akhir ini tengah ia alami. Yakni keganjilan demi keganjilan yang terus saja menghampirinya.

"Jangan memaksakan diri, jika kau memang belum siap untuk mengatakannya, Las," timpal dokter tampan itu yang sepertinya tak di hiraukan oleh Lastri. 

"Karisma itu sahabat baik saya, tapi dia sudah meninggal seminggu yang lalu akibat gantung diri. Tak ada yang tahu apa penyebab ia nekat melakukan itu. Akan tetapi, banyak warga mengira jika itu akibat dari ulah pulung gantung," bebernya. 

"Pulung gantung? Apa itu?" tanya Dokter Adrian yang sepertinya baru pertama mendengar nama Pulung gantung karena ia memang bukanlah orang Asli Yogyakarta. 

"Pulung gantung itu mahluk sejenis bola api, namun mempunyai ekor. Menurut mitos, jika mahluk itu mendatangi salah satu rumah warga. Maka dapat dipastikan akan ada kabar duka dari salah satu anggota keluarga, yaitu meninggal dengan cara gantung diri." 

Sebagai orang yang tidak terlalu percaya akan tahayul, Dokter Adrian hanya manggut-manggut saja meskipun jauh di dalam hatinya ia merasa sedikit tidak percaya dengan adanya mitos-mitos yang menurutnya tak masuk akal. Namun demi menghormati Lastri, ia berpura-pura percaya. 

****

Saking asiknya mengobrol, tak terasa mobil yang mereka tumpangi sudah mulai memasuki gapura desa dimana tempat Lastri tinggal. 

Setelah memasuki gapura, akan disambut oleh makam yang berada di kanan kiri jalan lalu areal persawahan milik warga baru selanjutnya rumah penduduk. 

Pemakaman itu memang sengaja dibuat di area dekat gapura kampung karena memang khusus untuk kampung Lastri dan kampung sebelah dan merupakan satu-satunya makam yang di gunakan bersama-sama jika ada yang meninggal. Dimakam itu pulalah jasad Karisma terbaring. 

Di sepanjang jalan yang di penuhi oleh rumah-rumah warga. Lastri baru menyadari ada sesuatu hal yang aneh, yakni suasana yang lebih sunyi dari sebelumnya.

'Ada apa ini?' batin Lastri bertanya-tanya. 

Pasalnya, tidak seperti biasanya di jam segini para warga sudah menutup rumah mereka rapat-rapat bahkan ada beberapa rumah yang terlihat sudah mematikan lampu terasnya. 

Sampai-sampai, pos ronda yang berada di ujung jalan menuju rumah Lastri pun yang biasanya selalu ramai oleh para bapak-bapak mengobrol, kini tampak kosong melompong. 

Desa Damai mendadak menjadi seperti desa mati yang tak berpenghuni, padahal hanya baru empat hari saja Lastri tak pulang kesini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 22

    Bab 22Mirah tidak mau mendengar alasan apapun yang diucapkan oleh Sriningsih. Tujuannya sudah bulat, ia ingin mengambil apa yang memang sudah seharusnya menjadi haknya sejak dulu. "Mbiyen, awakku ijeh ngekni kesempatan ndok awakmu. Makakne, bapak mu ijeh tak kekni kesempatan urep nanging wujude koyok ngono. Njut awakmu ambek aku nggae perjanjian, lak awakmu ingkar ambek janjine awakke dewe. Aku teko, pan mateni bapakmu. Sak iki lha nyapo, kowe kok ngalang-ngali aku!?" bentak Mirah tampak begitu marah. (Dulu, aku masih memberikan kesempatan padamu. Maka dari itu, bapakmu masih aku biarkan hidup hingga detik ini. Bahkan, kita berdua sampai membuat sebuah perjanjian, bukan? Jika sampai kamu melanggarnya, aku akan datang ke sini untuk mengambil nyawa bapakmu. Tapi kenapa sekarang kamu malah justru menghalangiku untuk membunuhnya!?)Sriningsih menangis tergugu. Kedua tangannya memegang kaki bagian bawah milik Mirah. Memohon agar memberikannya w

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 21

    Bab 21"Karina!" pekik Karisma dan Dokter Adrian secara bersamaan. Keduanya berusaha untuk menahan tubuh Karina dengan menarik sebelah tangannya. Karina menjerit kesakitan sekaligus ketakutan. Sosok itu ternyata Mbah Bejo tetapi dengan versi wajah yang sangat mengerikan."Lepaskan adikku!" hardik Karisma sambil terus berusaha melepaskan cengkraman tangan Mbah Bejo di pergelangan tangan Karina. "Aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Sudah berpuluh tahun lamanya, aku menunggu saat-saat ini untuk menghabisi seluruh keturunan Kuncoro. Hahaha!" ujarnya menyeringai. Karisma memberi kode kepada Dokter Adrian untuk menarik kuat tangan Karina sementara dirinya mencoba mengalihkan perhatian Mbah Bejo. Karisma melompat ke belakang tubuh lelaki tua nan menjijikan itu. Menjambak rambut gondrongnya, serta menendang sebelah kakinya hingga tersungkur. Akibat hal itu, cengkramannya pada Karina terlepas dan saat itulah

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 20

    Bab 20Sriningsih dan Mbah Tejo menyalami wanita itu dengan takzim. Dia adalah Mirah Atmojo, bos dari Sriningsih dan juga Mbah Tejo. "Ngapunten, Ndoro ibu. Lapo kok mboten sanjang rumiyen nek sampun dugi mriki?," tanya Mbah Tejo halus tanpa berani menatap wanita tua itu. {Maaf, Juragan Ibu. Kenapa enggak bilang-bilang kalau sudah sampai di sini?} "Opo nek aku ngabari kowe iso jamin nek cah iki enggak bakalane mlayu ngindari awakku?" jari telunjuk Mirah menunjuk ke arah Sriningsih, tatapannya begitu dingin dan mematikan.{Apakah kamu bisa menjamin kalau orang ini tidak akan kabur demi menghindariku?}Mbah Tejo terdiam mendengar pertanyaan Mirah. Sementara Sriningsih terus tertunduk menatap lantai yang masih beralaskan tanah itu. "Ket mbiyen, awakmu wes tak kandani tho Nduk. Nek tugas iki abot, ora kabeh uwong iso nyonggo. King nyatane, sak iki omonganku kebukti, tho?" Suara Mirah begitu halus tapi terdengar sangat mengerikan ji

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 19

    Bab 19"Mas, coba sampean sekarang cerita sama aku. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Lastri pada lelaki yang ada dihadapannya. Terlihat Dokter Adrian seperti bingung harus menjelaskannya mulai dari mana. Semua terjadi secara tiba-tiba. "Aku bingung, Las. Entah kenapa, semenjak menginjak rumah itu. Mata batinku menjadi lebih sensitif, padahal sebelumnya enggak, lho." Lastri menundukkan wajah dalam, hati dan pikirannya bingung dengan keadaan yang tengah mereka alami. Tujuan datang ke sini untuk menyelamatkan adiknya, malah harus berakhir seperti ini. Bahkan, sekarang adiknya malah justru semakin dalam bahaya. Baik Lastri maupun Dokter Adrian sama-sama membisu, pikirannya menerawang ke alam bawah sadar masing-masing. Sebenarnya, Dokter Adrian ingin sekali berkata jujur pada Lastri. Namun, ia belum memiliki keberanian. Disamping itu juga, waktunya dirasa belum tepat. "Aku minta maaf ya, Las," ucap Dokter Adrian disela-sela ke

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 18

    Bag 18Tubuh Lastri yang gemetaran melihat parang yang dipegang oleh Sriningsih dihunuskan kepada Adrian itu pun tak mampu berbuat apa-apa. Namun rupanya, Sriningsih hanya menggorok rambut Adrian saja. Seketika tubuh  Adrian terjerembab ketanah dan berhenti muntah darah. Lastri dan Adam mendekati tubuh Adrian yang terkulai sambil memandang sengit ke arah Sriningsih. "Katakan pada teman kalian, ilmunya di sini tidak ada apa-apanya. Nanti kalau sudah sadar, lekas bawa dia ke rumah Mbah Tejo!" "Baik, Mbak," jawab Pak Singgih, sementara Lastri dan Adam diam saja. Ketiganya menatap Sriningsih yang berjalan menjauh menuju rumah besar dengan tangan yang masih menggenggam rambut Adrian. Tak lama kemudian, Adrian pun tersadar. Pak Singgih dan Adam memapah tubuh Adrian menuju kerumah Mbah Tejo, Lastri membuntuti mereka dibelakang. Wajah Adrian begitu pucat, sejak tadi. Adam dan Pak Singgih mencoba mengaja

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 17

    Bab 17Pak Singgih dan Adam menoleh, mereka melihat lelaki tua dengan sak berisikian rumput bertengger di punggungnya sedang menatap mereka berdua. Adam ingat dengan lelaki tua tersebut. Beliau sering mencari rumput di hutam jati dekat dengan gubuk yang mereka tempati. Tapi, kenapa malam-malam begini mencari rumput? Pikir Adam. Namun pikiran itu buru-buru ia tepis mengingat keadaan sedang genting. "Selamat malam, Mbah," seru Pak Singgih memberi salam lalu mencium tangan lelaki tua itu, Adam pun melakukan hal yang sama. Pak  Singgih menceritakan semuanya tanpa ada yang dikurangi atau ditambahi sedikitpun. Lelaki tua itu hanya berdiri diambang pintu sambil mengintip ke arah jendela. "Pirang ngatus pocong iki seng ngejar awakmu, Le?"{Berapa ratus pocong ini yang ngejar kamu, Nak?}Adam dan Pak Singgih ikut menatap keluar. Namun Adam tak dapat melihat apapun kecuali Pak Singgih. "Kalian pulang saja,

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 16

    Bab 16 "Bukaken lawange!" teriak perempuan misterius itu. Mau tak mau, Pak Singgih pun beranjak dan membuka pintu. Terlihat perempuan itu tengah membawa parang. "Minggir, ben tak pedote sikile!" ujar perempuan aneh itu. {Minggir, biar saya saja potong kakinya!}Ia mendorong tubuh Pak Singgih kesamping agar memberinya jalan lalu dengan cepat ia mencengkram baju Adrian dan berujar. "Opo awakmu piker, bar reti sekabehane arak sak mudah iku lungo teko kene, Mas?" tatapannya tajam menghunus bak pedang dan nadanya begitu dingin. {Apa kamu pikit akan semudah itu bisa pergi dari sini setelah mengetahui semuanya, Mas?}"Mati aku!" batin AdamTadinya mereka semua kecuali Pak Singgih berfikir jika perempuan itu akan menghabisi Adrian dengan menggunakan parang yang ia bawa. Akan tetapi dugaan itu meleset terbukti dengan gerakan si wanita aneh itu yang kini melepaskan  cengkramannya pada pakaian Adrian. 

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 15

    Bab 15"Ada apa ini sebenarnya, Adrian?" Adam mulai memberanikan diri untuk bertanya saat mereka berdua telah sampai di dalam gubuk.Lastri dan Pak Singgih menatap Adam dan Adrian secara bergantian dengan tatapan penuh kebingungan. Ketika Pak Singgih memperhatikan Adrian lebih seksama. Seketika ia tahu jika ada sesuatu yang tidak beres tengah menguasai tubuh Adrian hingga membuat pemuda itu seperti orang linglung. Pak Singgih kemudian menyuruh Adam untuk mengambil segelas air, lepas itu Pak Singgih membacakan entah apa lalu meniupkan kedalam gelas tersebut. Menyipratkan air keseluruhan tubuh Adrian dan terakhir mengusapkan kebagian wajah putihnya. Detik berikutnya, Adrian seperti baru tersadar. "Kita harus pergi dari sini secepatnya. Bahaya tengah mengintai kita semua. Tanah ini adalah tanah tumbal kerajaan pulung gantung!" tegas Adrian yang bergegas masuk kedalam kamar dan memasukkan semua barang-barang mereka kedalam t

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 14

    Bab 14"Wes bengi, sak iki turuo ndok omah kene wae," pinta Pak Singgih. { Sudah malam, sekarang kita tidur di rumah ini dulu saja}Mau tak mau mereka pun mengangguk meski sejujurnya merasa takut juga. Akan tetapi sudah tidak ada pilihan lain. "Berarti, trae omah iki gak beres," gumam Adam setelah mereka berada dikamar. { Berarti memang ada yang gak beres sama rumah ini}Dokter Adrian hanya terkekeh ringan. "Guduk omahe seng gak beres, tapi lemahe iki lho seng gak beres," sahut Dokter Adrian. {Bukan rumahnya yang gak beres, tapi tanahnya yang gak beres}"Awakmu kan dokter, kok iso eroh barang ngunu ki piye ceritane? Jajal cerito mbek aku sak iki, penasaran tenan awak ku!"{Kamu kan dokter, kok bisa melihat hal-hal tak kasat mata, itu gimana ceritanya? Coba cerita sama aku, penasaran soalnya}"Aku dewe yo gak eroh lho, padahal aku ki ra tau ngelmu. Mboh nyapo kok tiba-tib

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status