Share

Perjanjian Darah Keluarga Atmaja
Perjanjian Darah Keluarga Atmaja
Author: Bintangsenja89

Bab 1

Bab 1

Sinar mentari pagi terasa hangat menerpa tubuhku, yang tengah duduk santai di depan teras rumah, sembari melihat lalu lalang warga yang sedang beraktifitas. Ditemani secangkir kopi hitam kesukaanku dan sepiring pisang goreng buatan ibu. 

Tiba-tiba saja, suasana yang tadinya tenang mendadak riuh. Warga terlihat berbondong-bondong pergi ke arah kebun    di samping rumah. Aku yang penasaran langsung mengikuti mereka. 

Dibawah pohon Akasia besar, terlihat sudah begitu banyak orang berkumpul. Aku bahkan sampai tidak bisa melihat dengan jelas apa yang sebenarnya tengah terjadi. 

"Pak, ada apa ini?" tanyaku kepada seorang pria paruhbaya berbadan gempal. 

"Ada yang gantung diri, tapi belum tau siapa," jawab sesebapak yang kutanyai tadi. 

"Lho, ini kan Karisma. Istrinya si Adam!" seru beberapa warga yang tengah berusaha menurunkan mayat tersebut. 

Aku yang mendengar nama istriku disebut, sontak merangsek masuk ke tengah kerumunan guna memastikan dengan jelas apakah benar itu Karisma istriku atau bukan. 

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, jazad yang tergeletak dengan seutas tali di leher itu ternyata memang benar istriku. 

"Ya Allah, Karisma!" Aku berteriak dan langsung menghambur memeluk tubuhnya yang sudah kaku dan dingin. 

"Ris, Bangun, Ris! Jangan tinggalin aku!" kuguncang-guncangkan tubuh kakunya. Tampak wajahnya pucat pasi dengan lidah terjulur panjang berwarna keunguan.

Mendapati pemandangan yang menyakitkan di depan mata, kini tangisku pecah seketika. Air mata mengalir deras membasahi wajah hitamku. Sambil terus menerus memanggil namanya, terdengar bisik-bisik warga yang  bagiku bagaikan dengung lebah menari-nari di telinga. 

"Innalilahi w* inna illaihi raji'un" ucap sebagian w*rga yang masih dapat ku dengar ditengah isak tangisku.

Sungguh aku tidak peduli jika mungkin di dalam pemikiran para warga yang menyaksikan tangisku menjuluki dengan pria cengeng. 

****

Kini jasad Risma telah di bawa pulang kerumah, untuk dilakukan proses pemandian jenazah yang akan diikuti dengan proses-proses selanjutnya. 

Ketika proses pengguntingan pakaian yang dikenakan oleh Almarhumah istriku. Mata ini di buat terbelalak seketika saat mendapati begitu banyak luka lebam berwarna biru kehitam-hitaman yang mulai terlihat memudar pada hampir sekujur tubuhnya. 

Darimana semua luka itu ia dapat, sedangkan aku tak pernah sekalipun berbuat kasar padanya selama kami berumah tangga.

Siapakah kiranya yang telah tega berbuat sekeji itu kepada istri tercintaku--Karisma? Mengingat di rumah ini hanya di huni oleh empat orang saja yakni, aku, Karisma, Ibu, dan juga Lisa adik perempuanku satu-satunya. Rasanya sangat tidak mungkin jika ibu dan adikku mampu berbuat serendah itu. 

***

Seketika, ingatanku menerawang pada beberapa hari lalu. Dimana aku baru saja pulang dari dinas di luar kota selama seminggu. Malam itu, Risma bilang ingin mengatakan sesuatu hal penting yang harus aku ketahui.

Akan tetapi, karena tubuhku yang merasa sangat kelelahan sehabis menempuh perjalanan yang jauh. Membuat aku mengacuhkannya dan lebih memilih untuk tidur, hingga ahirnya akupun lupa untuk menanyakan hal itu lagi.

Semenjak saat itu juga, Karisma berubah menjadi seorang yang pendiam dan pemurung. Bahkan, bukan sekali dua kali aku memergokinya tengah melamun. Namun, setiap aku tanyakan, dia selalu saja menghindar.

"Mas!" sebuah tepukan membuyarkan lamunanku seketika.

"Ini mau langsung dimandikan saja ya jenazahnya, biar gak kelamaan. Kasian," ujar Mak Kiyah salah satu pengurus jenazah. 

"Eh, iya, Bu. Silahkan!"sahutku mempersilahkan. 

Dengan telaten, Mak Kiyah melucuti satu persatu pakaian yang sudah digunting dari tubuh istriku yang telah kaku. 

"Mak, kenapa di tubuh istriku banyak sekali luka lebam seperti ini, ya?" sengaja aku memancing pertanyaan siapa tau Mak Kiyah mengetahui sesuatu terbukti dari tangannya yang tadi tiba-tiba berhenti sesaat. 

"Saya juga gak tau, Nak Adam, tapi jika dilihat dari bekas warnanya yang sudah agak sedikit memudar. Sepertinya luka ini dibuat sebelum Almarhumah meninggal dunia," bebernya yang membuat keningku seketika mengernyit.

'Itu berarti memang ada sesuatu yang gak beres telah terjadi pada istriku! Sepertinya, aku memang harus menyelidiki serta mencari tahu yang sebenarnya' batinku.

***

Sudah menjadi tradisi di kampungku, jika memandikan jenazah. Wajib mengurut dan menekan bagian perutnya. Gunanya adalah, untuk mengeluarkan sisa kotoran yang masih bersarang di dalam perutnya.

Begitu juga yang dilakukan oleh Mak Kiyah terhadap jenazah istriku. Namun, suatu hal mencengangkan tiba-tiba saja terjadi saat prosesi pengurutan berlangsung. Yakni, keluarnya janin dari jalan lahir istriku yang diperkirakan baru berumur sekitar tujuh minggu dan masih terbungkus seperti balon. 

"Astaghfirullah!" pekik Mak Kiyah terkejut yang membuat aku menoleh ke arahnya. 

Seketika mataku terbelalak mendapati fenomena mengerikan terpampang nyata di depan mata. Gegas aku menyuruh Mak Kiyah untuk cepat-cepat menyudahi prosesnya, lalu aku tinggalkan ia dan pergi mencari keberadaan ibu dan juga adikku. 

Namun nihil, tak kudapati keduanya dimana pun. Kini aku justru mendengar Gea, anak pertama kami yang tengah menangis meraung-raung memanggil-manggil mama-nya. Terlihat beberapa ibu-ibu tengah berusaha untuk membuatnya diam, akan tetapi nampaknya mereka gagal. Gea terus saya berontak dan tak mau bisa di tenangkan. 

Kuhampiri mereka, lalu mengambil Gea kedalam pelukan. Mengelus rambut serta punggungnya dengan lembut. Tak butuh waktu lama, ia pun tertidur dengan posisi kepala tengah berada di pundakku. Sepertinya purtiku kelelahan karena kebanyakan menangis. 

Kuayunkan kaki menuju kamar, berniat untuk menaruh Gea ke pembaringan. Menjauhkannya dari kehiruk pikukan yang sedang terjadi di rumah ini. Tujuannya agar ia dapat beristirhat walau sejenak. Saat aku keluar dari kamar dan menutup pintu, terdengar sebuah suara menyapaku.

"Dam!" ternyata suara itu milik Lastri, sahabat alamarhumah istriku. 

"Ada apa, Las?" 

"Eum, sebelumnya aku turut berduka cita atas kepergian Risma. Tapi sebenarnya ada hal lain yang ingin aku beritahu padamu,"

"Ada apa, Las? Bicaralah!" pintaku. 

"Jangan disini, kita bicara di samping rumahmu saja, Dam!" usulnya. 

Tanpa banyak bicara lagi, akupun mengekorinya dibelakang. Entah apa yang ingin Lastri bicarakan, hingga ia tak ingin ada orang lain yang mendengarnya.

"Apa yang ingin kamu beritahu padaku?" kini kami berdua sudah berada di samping rumah yang berdekatan dengan kebun. Tak ada sesiapapun disini selain kami berdua. 

"Dam, sebenarnya aku gak enak mau ngomong ini sama kamu, tapi ...," kalimat Lastri terjeda. 

"Tapi apa, Las? Katakan saja semuanya, jangan ada yang kamu tutup-tutupi dariku!" ujarku tak sabar.

"Eum, apa kamu enggak pernah curiga dengan perubahan sikap istrimu?" tanya Lastri ambigu.

"Maksudnya?!"

"Tapi janji dulu kalau kamu gak akan marah setelah aku kasih tau!" 

"Langsung pada intinya saja, aku tak ingin berlama-lama mengobrol hanya berdua denganmu di tempat sepi seperti ini. Takutnya nanti jadi fitnah jika ada orang yang melihat kita. Jika apa yang akan kamu katakan adalah sebuah kebenaran, insya Allah aku tak akan marah," ucapku panjang lebar, kulihat Lastri menjadi sedikit salah tingkah. 

"Sebenarnya ... Karisma itu telah berselingkuh dibelakangmu, Dam!"

Duaarrr....!

Bagai disambar petir dua kali mendengar penuturan dari mulut Lastri, apakah mungkin seorang Karisma Anindita yang ku kenal sholeha dan selalu gandul bashor itu tega melakukan hal sehina ini di belakangku? Sungguh demi Allah aku tak dapat mempercayainya. 

"Bahkan, kini Karisma tengah hamil dari hasil hubungan gelapnya itu!" lanjut Lastri yang membuat dadaku seketika membara. 

"Apa kamu punya bukti jika Almarhumah istriku telah berselingkuh?" kuberikan tatapan menghunus tepat ke pupil matanya.

"Jadi, Kamu pikir aku berbohong? Buka matamu, Dam. Karisma itu tidak sebaik kelihatannya. Dia itu tak ubahnya seperti J4l4ng yang berkedok alim!" ujarnya menggebu.

Tanpa kusadari, tangan ini mengayun ke udara lalu mendarat di pipi kanan Lastri. Saking kerasnya, hingga menyisakan bekas telapak tangan di kulit putihnya. Nafasku memburu menahan amarah yang hampir memuncak.

"Kamu jahat, Dam!" ia menatapku nyalang, kemudian berlari  pergi meninggalkan aku yang tengah dilanda amarah dan kebingungan.

"Gak! Gak mungkin Karisma berselingkuh. Aku gak percaya! Apa yang di ucapkan Lastri, pasti semuanya bohong. Karisma gak mungkin tega menghianati pernikahan kami!" racauku seperti orang tak waras. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status