Bab 1
Sinar mentari pagi terasa hangat menerpa tubuhku, yang tengah duduk santai di depan teras rumah, sembari melihat lalu lalang warga yang sedang beraktifitas. Ditemani secangkir kopi hitam kesukaanku dan sepiring pisang goreng buatan ibu. Tiba-tiba saja, suasana yang tadinya tenang mendadak riuh. Warga terlihat berbondong-bondong pergi ke arah kebun di samping rumah. Aku yang penasaran langsung mengikuti mereka. Dibawah pohon Akasia besar, terlihat sudah begitu banyak orang berkumpul. Aku bahkan sampai tidak bisa melihat dengan jelas apa yang sebenarnya tengah terjadi. "Pak, ada apa ini?" tanyaku kepada seorang pria paruhbaya berbadan gempal. "Ada yang gantung diri, tapi belum tau siapa," jawab sesebapak yang kutanyai tadi. "Lho, ini kan Karisma. Istrinya si Adam!" seru beberapa warga yang tengah berusaha menurunkan mayat tersebut. Aku yang mendengar nama istriku disebut, sontak merangsek masuk ke tengah kerumunan guna memastikan dengan jelas apakah benar itu Karisma istriku atau bukan. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, jazad yang tergeletak dengan seutas tali di leher itu ternyata memang benar istriku. "Ya Allah, Karisma!" Aku berteriak dan langsung menghambur memeluk tubuhnya yang sudah kaku dan dingin. "Ris, Bangun, Ris! Jangan tinggalin aku!" kuguncang-guncangkan tubuh kakunya. Tampak wajahnya pucat pasi dengan lidah terjulur panjang berwarna keunguan.Mendapati pemandangan yang menyakitkan di depan mata, kini tangisku pecah seketika. Air mata mengalir deras membasahi wajah hitamku. Sambil terus menerus memanggil namanya, terdengar bisik-bisik warga yang bagiku bagaikan dengung lebah menari-nari di telinga. "Innalilahi w* inna illaihi raji'un" ucap sebagian w*rga yang masih dapat ku dengar ditengah isak tangisku.Sungguh aku tidak peduli jika mungkin di dalam pemikiran para warga yang menyaksikan tangisku menjuluki dengan pria cengeng. ****Kini jasad Risma telah di bawa pulang kerumah, untuk dilakukan proses pemandian jenazah yang akan diikuti dengan proses-proses selanjutnya. Ketika proses pengguntingan pakaian yang dikenakan oleh Almarhumah istriku. Mata ini di buat terbelalak seketika saat mendapati begitu banyak luka lebam berwarna biru kehitam-hitaman yang mulai terlihat memudar pada hampir sekujur tubuhnya. Darimana semua luka itu ia dapat, sedangkan aku tak pernah sekalipun berbuat kasar padanya selama kami berumah tangga.Siapakah kiranya yang telah tega berbuat sekeji itu kepada istri tercintaku--Karisma? Mengingat di rumah ini hanya di huni oleh empat orang saja yakni, aku, Karisma, Ibu, dan juga Lisa adik perempuanku satu-satunya. Rasanya sangat tidak mungkin jika ibu dan adikku mampu berbuat serendah itu. ***Seketika, ingatanku menerawang pada beberapa hari lalu. Dimana aku baru saja pulang dari dinas di luar kota selama seminggu. Malam itu, Risma bilang ingin mengatakan sesuatu hal penting yang harus aku ketahui.Akan tetapi, karena tubuhku yang merasa sangat kelelahan sehabis menempuh perjalanan yang jauh. Membuat aku mengacuhkannya dan lebih memilih untuk tidur, hingga ahirnya akupun lupa untuk menanyakan hal itu lagi.Semenjak saat itu juga, Karisma berubah menjadi seorang yang pendiam dan pemurung. Bahkan, bukan sekali dua kali aku memergokinya tengah melamun. Namun, setiap aku tanyakan, dia selalu saja menghindar."Mas!" sebuah tepukan membuyarkan lamunanku seketika."Ini mau langsung dimandikan saja ya jenazahnya, biar gak kelamaan. Kasian," ujar Mak Kiyah salah satu pengurus jenazah. "Eh, iya, Bu. Silahkan!"sahutku mempersilahkan. Dengan telaten, Mak Kiyah melucuti satu persatu pakaian yang sudah digunting dari tubuh istriku yang telah kaku. "Mak, kenapa di tubuh istriku banyak sekali luka lebam seperti ini, ya?" sengaja aku memancing pertanyaan siapa tau Mak Kiyah mengetahui sesuatu terbukti dari tangannya yang tadi tiba-tiba berhenti sesaat. "Saya juga gak tau, Nak Adam, tapi jika dilihat dari bekas warnanya yang sudah agak sedikit memudar. Sepertinya luka ini dibuat sebelum Almarhumah meninggal dunia," bebernya yang membuat keningku seketika mengernyit.'Itu berarti memang ada sesuatu yang gak beres telah terjadi pada istriku! Sepertinya, aku memang harus menyelidiki serta mencari tahu yang sebenarnya' batinku.***Sudah menjadi tradisi di kampungku, jika memandikan jenazah. Wajib mengurut dan menekan bagian perutnya. Gunanya adalah, untuk mengeluarkan sisa kotoran yang masih bersarang di dalam perutnya.Begitu juga yang dilakukan oleh Mak Kiyah terhadap jenazah istriku. Namun, suatu hal mencengangkan tiba-tiba saja terjadi saat prosesi pengurutan berlangsung. Yakni, keluarnya janin dari jalan lahir istriku yang diperkirakan baru berumur sekitar tujuh minggu dan masih terbungkus seperti balon. "Astaghfirullah!" pekik Mak Kiyah terkejut yang membuat aku menoleh ke arahnya. Seketika mataku terbelalak mendapati fenomena mengerikan terpampang nyata di depan mata. Gegas aku menyuruh Mak Kiyah untuk cepat-cepat menyudahi prosesnya, lalu aku tinggalkan ia dan pergi mencari keberadaan ibu dan juga adikku. Namun nihil, tak kudapati keduanya dimana pun. Kini aku justru mendengar Gea, anak pertama kami yang tengah menangis meraung-raung memanggil-manggil mama-nya. Terlihat beberapa ibu-ibu tengah berusaha untuk membuatnya diam, akan tetapi nampaknya mereka gagal. Gea terus saya berontak dan tak mau bisa di tenangkan. Kuhampiri mereka, lalu mengambil Gea kedalam pelukan. Mengelus rambut serta punggungnya dengan lembut. Tak butuh waktu lama, ia pun tertidur dengan posisi kepala tengah berada di pundakku. Sepertinya purtiku kelelahan karena kebanyakan menangis. Kuayunkan kaki menuju kamar, berniat untuk menaruh Gea ke pembaringan. Menjauhkannya dari kehiruk pikukan yang sedang terjadi di rumah ini. Tujuannya agar ia dapat beristirhat walau sejenak. Saat aku keluar dari kamar dan menutup pintu, terdengar sebuah suara menyapaku."Dam!" ternyata suara itu milik Lastri, sahabat alamarhumah istriku. "Ada apa, Las?" "Eum, sebelumnya aku turut berduka cita atas kepergian Risma. Tapi sebenarnya ada hal lain yang ingin aku beritahu padamu,""Ada apa, Las? Bicaralah!" pintaku. "Jangan disini, kita bicara di samping rumahmu saja, Dam!" usulnya. Tanpa banyak bicara lagi, akupun mengekorinya dibelakang. Entah apa yang ingin Lastri bicarakan, hingga ia tak ingin ada orang lain yang mendengarnya."Apa yang ingin kamu beritahu padaku?" kini kami berdua sudah berada di samping rumah yang berdekatan dengan kebun. Tak ada sesiapapun disini selain kami berdua. "Dam, sebenarnya aku gak enak mau ngomong ini sama kamu, tapi ...," kalimat Lastri terjeda. "Tapi apa, Las? Katakan saja semuanya, jangan ada yang kamu tutup-tutupi dariku!" ujarku tak sabar."Eum, apa kamu enggak pernah curiga dengan perubahan sikap istrimu?" tanya Lastri ambigu."Maksudnya?!""Tapi janji dulu kalau kamu gak akan marah setelah aku kasih tau!" "Langsung pada intinya saja, aku tak ingin berlama-lama mengobrol hanya berdua denganmu di tempat sepi seperti ini. Takutnya nanti jadi fitnah jika ada orang yang melihat kita. Jika apa yang akan kamu katakan adalah sebuah kebenaran, insya Allah aku tak akan marah," ucapku panjang lebar, kulihat Lastri menjadi sedikit salah tingkah. "Sebenarnya ... Karisma itu telah berselingkuh dibelakangmu, Dam!"Duaarrr....!Bagai disambar petir dua kali mendengar penuturan dari mulut Lastri, apakah mungkin seorang Karisma Anindita yang ku kenal sholeha dan selalu gandul bashor itu tega melakukan hal sehina ini di belakangku? Sungguh demi Allah aku tak dapat mempercayainya. "Bahkan, kini Karisma tengah hamil dari hasil hubungan gelapnya itu!" lanjut Lastri yang membuat dadaku seketika membara. "Apa kamu punya bukti jika Almarhumah istriku telah berselingkuh?" kuberikan tatapan menghunus tepat ke pupil matanya."Jadi, Kamu pikir aku berbohong? Buka matamu, Dam. Karisma itu tidak sebaik kelihatannya. Dia itu tak ubahnya seperti J4l4ng yang berkedok alim!" ujarnya menggebu.Tanpa kusadari, tangan ini mengayun ke udara lalu mendarat di pipi kanan Lastri. Saking kerasnya, hingga menyisakan bekas telapak tangan di kulit putihnya. Nafasku memburu menahan amarah yang hampir memuncak."Kamu jahat, Dam!" ia menatapku nyalang, kemudian berlari pergi meninggalkan aku yang tengah dilanda amarah dan kebingungan."Gak! Gak mungkin Karisma berselingkuh. Aku gak percaya! Apa yang di ucapkan Lastri, pasti semuanya bohong. Karisma gak mungkin tega menghianati pernikahan kami!" racauku seperti orang tak waras.Bag 2Pov LastriSungguh aku tak menyangka jika Adam berani menamparku dengan begitu kerasnya. Rasa panas dan perih di pipi ini, tak sebanding dengan luka hati yang aku rasakan. Sulit dimengerti, mengapa Adam begitu mencintai Karisma? Padahal jelas-jelas aku lebih segala-galanya di bandingkan dengan Risma. "Kamu jahat, Dam! Demi seorang Karisma, kamu sampai tega menyakitiku. Apa kurangnya aku, Dam? Apa!?" racauku di depan meja rias sambil memandangi pantulan wajah pada cermin.Sementara diluar, hujan turun begitu deras. Suata petir menggelegar menggetarkan kaca jendela kamarku, cahaya kilatnya menembus ventilasi memantulkan cahaya menembus cermin.Pandanganku teralih pada sebuah figura yang terpampang foto kami bertiga, tanganku terulur untuk meraihnya. Membawa benda persegi Itu lalu memindahkan tubuh ini ke sudut tempat tidur. "Ris, maafkan aku. Tak seharusnya aku mengatakan itu semua kepada Adam, tapi sungguh aku sudah tak ta
Bag 3Pov Author🌻 flash back, beberapa hari sebelum kepulangan Lastri.Mbok Darsih adalah pemilik warung angkringan yang berada di samping pos kamling ujung jalan menuju ke arah rumah Lastri. Sedang rumah Mbok Darsih sendiri berjarak tiga rumah dari rumah Almarhumah Karisma atau dalam kata lain mereka ini bertetangga. Semasa hidupnya, Karisma merupakan salah satu langganan setianya. Setelah acara tahlilan yang di gelar di rumah Almarhumah yang dilaksanakan sehabis isya itu, seperti biasa ia akan membuka lapaknya guna mencari nafkah. Maklum, Mbok Darsih ini seorang janda, sementara ia harus mencukupi kebutuhan kedua anaknya yang masih sekolah. Sementara suami Mbok Darsih sudah lama meninggal juga di Karenakan gantung diri. Malam ini ia merasakan suasana yang lain. Jika biasanya, tak berselang lama ia membuka lapak. Para bapak-bapak yang biasanya berkumpul di pos kampling akan bermunculan satu persatu lalu mereka mengobrol bersama sambil mem
Bab 4Malam semakin merangkak naik, sementara Dokter Adrian tadi langsung pamit pulang dan menyisakanLastri sendiri. Lastri melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan sudah pukul satu malam. Entah Kenapa, ia tak kunjung bisa tidur hanya asik bergulang-guling kesana kemari. Diraihnya benda pipih di atas nakas. Sambil menunggu kantuk datang, Lastri memutuskan untuk berselancar di sosial media. Entah sejak kapan ia mulai tertidur, hingga tiba-tiba Terdengar suara cekikikan yang berasal dari luar kamarnya berhasil membuat Lastri terbangun. Dengan pelan, Lastri melangkah mendekati pintu dan keluar dari kamarnya untuk memeriksa. Baru saja Lastri membuka pintu, terlihat sebuah bayangan di ruang tamu. Seperti seorang perempuan yang tengah menimang bayi sambil berjalan wira-wiri. Kakinya berjalan mengendap-endap mendekati sosok tersebut. Untuk sesaat, tubuh Lastri terpaku di antara sekat lorong rumah dan ruang tamu. Sosok itu bertelanja
Bab 5Flash back. *Asal mula kerajaan pulung gantung*Hujan lebat disertai guntur dan angin kencang seolah-olah menyambut kehadiran tiga bayi perempuan dari keluarga Kuncoro melihat dunia.Namun, karena keluarga Kuncoro penganut ilmu kejawen yang sangat kental, ia pun menyuruh untuk memisahkan ketiga putrinya itu. Karena menurut mitos, jika bayi lahir kembar tiga perempuan itu dinamakan "gotong mayit". Selain itu juga sebenarnya keluarga Kuncoro telah melakukan perjanjian terkutuk dengan bangsa lelembut guna mendapatkan kekayaan. Akhirnya, malam itu juga Pak Kuncoro menyuruh ajudan sekaligus orang kepercayaannya bernama Karsa untuk mengungsikan salah satu putrinya di sebuah desa yang sangat terpencil dan jauh dari kediaman keluarga Kuncoro. Ia juga menyuruh salah satu Asisten rumah tanganya bernama Mbok Asih yang tak lain adalah istri dari Karsa untuk ikut menemani dan juga merawat putrinya tersebut disana
Bag 6Pak Karsa tidak bisa berlama-lama di Jogja. Setelah ia mengantarkan istri dan juga bayi majikannya, ia langsung kembali lagi ke rumah Keluarga Kuncoro. Waktu sudah menjelang dini hari ketika Pak Karsa sampai di Desa Wingit. Mobil yang ia kendarai mulai memasuki gapura desa. Pak karsa melihat warga berjalan berbondong-bondong ke arah Barat. Laju mobilnya sengaja ia pelankan dan kacanya sedikit dibuka. "Ayo kita usir mereka!" terdengar orasi dari beberapa warga yang terlihat memimpin barisan paling belakang. 'Usir? Siapa yang akan mereka usir?' ujar Pak Karsa membatin namun sungguh ia tak berani untuk bertanya. Semakin Pak Karsa melajukan mobilnya semakin terlihat panjang barisan para warga. Jumlah mereka semakin banyak, hingga sampai pada ujung depan. Alangkah terkejutnya, ternyata mereka menuju ke sebuah rumah mewah bercat putih dengan temboknya yang menjulang tinggi, terlihat kontras dibandingkan dengan
Bab 7Pak karsa beserta rombongan pergi meninggalkan desa. Meskipun jujur hatinya mereka merasa tak tenang karena memikirkan kelanjutan nasib Juragan Kuncoro. Semua yang ada di dalam mobil itu diam membisu, hanya terdengar suara sesenggukan dari Bu Wening yang terus memikirkan suaminya. Tiga jam telah berlalu, mobil yang mereka tumpangi kini melewati jalur yang berkelok-kelok dan menanjak. Semakin melaju, mobil yang di kemudikan oleh Pak Karsa semakin masuk ke dalam hutan belantara.Tujuan mereka tentu saja rumah yang kemarin sempat Mbok Asih dan Pak Karsa datangi. Karena hanya rumah itulah satu-satunya rumah tersisa yang di miliki oleh Keluarga Kuncoro, disamping itu juga tak akan ada yang tahu letak rumah tersebut terkecuali Pak Karsa, Mbok Asih dan juga Juragan Kuncoro itu sendiri. Awalnya, jalan yang mereka lewati berupa cor-coran, namun semakin masuk kedalam jalur itu semakin sempit dan hanya bisa dilalui oleh satu mobil saja.
Bab 8Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari, manun Pak Karsa masih belum bisa memejamkan matanya. Entah kenapa perasaannya begitu gelisah memikirkan majikan laki-lakinya. Pak Karsa memutuskan keluar dari kamarnya untuk sekedar merokok di depan teras. Selain itu juga untuk berjaga-jaga kalau ada seseorang yang datang, Juragan Kuncoro misalnya. Setelah sampai di teras rumah, ia duduk sambil memandangi area sekitar yang tampak sepi dan gelap. Tiba-tiba, netranya menangkap sesuatu dari balik pohon. Seperti siluet seseorang yang tengah mengintai. Pak Karsa yang menyadari itu langsung berteriak."Sopo ndok kono? Metuo, ojo dadi pengecut!" { Siapa disitu? Keluarlah, jangan jadi pengecut! }Lalu sosok itu pun melesat dengan kecepatan kilat, dalam sekejap saja. Sosok tersebut kini sudah berada persis di hadapannya. "Mbah Bejo?" gumam Pak Karsa lirih."Iyo, Ngger. Iki aku, Bejo. Hehehe ...," ucapn
Bab 9Ditengah pekatnya malam, Lastri dan Nunik berlari tunggang langgang. Mereka menyusuri hutan jati yang gelap gulita. Beruntung tengah padang bulan, cukup membantu mereka yang sedikit kesulitan melihat jalan. Bayi bernama Lastri itupun sangat anteng dalam gendongan Resti."Sek, Res. Nafasku koyok wes arak kendat iki," kata Nunik ngos-ngosan. { sebentar, Res. nafasku sudah seperti mau putus ini rasanya.}"Lah, mbok kiro gor awakmu thok. Aku loh iyo, podo," sahut Resti tak kalah ngos-ngosan dari Nunik. { Emangnya kamu pikir cuma kamu sendiri, aku juga.}"Seandainya awak'e dewe nduwe ilmu ngilang, beuh sakti tenan yo," ujar Nunik berkelakar.{ Coba aja kalau kita punya ilmu menghilang, pasti enak itu.}Bisa-bisanya di saat tengah genting begini, Nunik masih saja berkelakar. Anak itu memang ajaib."Ho'oh.""Tapi, Res. Nek tenan diijabah Ambek gusti Allah. Awakmu pengen ngilang ndok ndi?"