Bastian baru saja kembali setelah berbincang dengan Aurel. Aurel langsung pergi setelah berbicara dengannya. Katanya, ada beberapa dokumen yang harus dipersiapkan sebelum berangkat ke Jerman. Bastian mengernyit melihat punggung seorang perempuan yang sedang memainkan ponselnya. “Kau curang!” Ernando menatap Eve dengan kesal. “Aku tidak curang. Aku memang lebih jago darimu!” balas Eve. Bastian berdehem pelan. Membuat keduanya menoleh. Namun, itu hanya sebentar. Bastian seakan tidak berarti apa-apa. mereka kembali memainkan ponsel dengan seru. Bastian yang kesal. akhirnya berdehem lagi. kali ini lebih keras. “Ehem!” Bastian mengambil duduk di samping Eve. Eve menoleh—meliriknya dengan sinis. “Kali ini aku akan menang!” ucap Ernando menggebu-gebu. Eve mengotak-atik ponselnya. “Aku tidak akan membiarkannya.” Bastian mendekat—melihat layar ponsel Eve yang menyala. Penasaran. Ia tidak begitu mahir bermain game sebenarnya. “Jangan dekat-dekat!” peringat Eve deng
“Setelah semuanya…” ucap Aurel. Berada di taman rumah sakit. Aurel duduk di samping Bastian. Bangku mereka menghadap sebuah lapangan golf yang luas nan hijau. “Aku sangat berterima kasih padamu. Kau banyak membantuku. Setelah ini, aku akan ke luar negeri. Aku akan melanjutkan hidupku di sana.” Bastian menoleh. “Kau akan ke luar negeri? Di mana? dengan siapa?” tanyanya. Aurel tertawa. Laki-laki ini begitu perhatian sampai membuatnya merasa salah paham. sampai membuatnya jatuh cinta. “Aku sendiri. Aku akan ke Jerman. Bu Yerin dan Kak Arsen membantuku agar aku bisa ke sana dan langsung bekerja.” Aurel tersenyum. “Aku akan memulai hidup baru di sana.” “Maaf. Selama ini aku banyak merepotkanmu.” Aurel menoleh. Bastian mengangguk. “Aku tidak merasa direpotkan. Aku senang membantumu.” Aurel tersenyum. “Sikapmu seperti ini yang bisa membuat banyak perempuan salah paham. Sikapmu juga bisa membuat banyak perempuan jatuh cinta.” Aurel menyipitkan mata. “Jangan sembarangan melakukann
Ernando berdecak. “Aku akan menebak sebentar. Karena aku ingin tahu. Kemungkinan besar, perempuan yang menyukaimu adalah Aurel. Kau tidak tega menolaknya karena kau kasihan.” Bastian mengerjap. “Ba-bagaimana kau—” Bastian terdiam. “Terlalu ketara.” Ernando mengangguk. “Hei!” Ernando mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Bastian. “Kalau kau tidak suka, kau harus menolaknya lebih awal. Jangan berpura-pura menyukainya juga. Atau kau membiarkannya begitu saja. Menolaknya dari awal akan lebih baik daripada berpura-pura.” “Aku memang sering dekat dengan perempuan, tapi aku tidak pernah mempermainkan mereka. kalau aku tidak suka, aku tidak akan merespon. Kalau aku suka, aku pasti langsung mengejarnya.” “Jadi—katakan padanya kau tidak memiliki perasaan padanya.” Bastian mengusap tengkuknya pelan. “Bukankah itu terlalu kejam?” Mendadak tidak tega. Bastian yang melihat Aurel seperti cerminan dirinya tidak tega menolak. Aurel mengatakan perasaan padanya sebelum Bastian
“Kenapa?” tanya Yerin begitu polos. “Kebencian mereka terlalu dalam.” Arsen menoleh. “Kau bisa mengubahku tapi tidak akan bisa mengubah mereka.” Yerin mengangguk pelan. “Baiklah…” lirihnya pelan. Takut dengan Arsen yang seperti ini. Terlihat sangat serius. Arsen menarik Yerin masuk ke dalam ruangan mereka. Mencium bibir Yerin tanpa aba-aba. “Sekarang?” “Hm.” Arsen mengangguk. Di sisi lain…. Di sebuah ruangan yang dihuni oleh dua orang. Ernando bersandar dengan nyaman. Orang tuanya sudah pergi. “Ke mana orang tuamu?” tanya Bastian. “Pergi. mereka kembali ke singapore,” balas Ernando. Menoleh ke samping. “Kau bertengkar dengan kakakmu?” “Kau sengaja pergi saat mendengar perdebatan kami?” tanya Bastian. “Tidak sepenuhnya.” Ernando mengedikkan bahu. “Mereka juga akan segera pergi. Jadi aku mengajak mereka keluar sekalian.” Bastian terdiam sebentar. “Aku berdebat sedikit dan berbaikan.” “Benarkah?” tanya Ernando seakan tidak percaya. “Wajahmu bengkak sepe
Matelda, nenek Arsen berlari dengan heboh. Segera memeluk cucunya yang paling ia sayang. “Bagaimana kabar kamu? kamu masih sakit?” tanyanya. Arsen tersenyum. melepaskan tangan neneknya perlahan. “Aku baik-baik saja, nek.” Arsen tersenyum. Yerin tersenyum. Pertama kali bertemu setelah sekian lama. Ia hanya bertemu dengan keluarga Arsen saat pernikahan mereka. Setelah itu, ia tidak pernah sekalipun bertemu ataupun komunikasi. Matelda menatap Yerin. “Kamu ini bagaimana? kamu membiarkan Arsen dalam bahaya? Aku dengar, kasus ini terkait dengan sekolah tempat kamu bekerja dan sekolah Bastian.”Arsen menarik Yerin ke belakang. Namun Yerin tidak mau dan tidak bergeser sedikitpun. Sehingga, Arsen menoleh—menatapnya tajam agar tidak membatahnya. Tap Yerin memanglah Yerin yang keras kepala. “Maaf, maafkan saya. Kedepannya, saya tidak akan membiarkan Arsen ke dalam bahaya lagi.” Yerin tersenyum. Matelda mengernyit. “Sebentar lagi ulang tahun perusahaan. jangan sampai cucuku sakit. It
Kembali ke ruangan mereka setelah memastikan Bastian istirahat. Kalau tidak dimarahi, Bastian akan lebih memilih bermain game daripada beristirahat. Yerin tidak bisa berhenti tersenyum. Memeluk lengan Arsen. Dengan sesekali mendusel ke lengan besar pria itu. Tidak bisa berhenti mendongak dan menatap wajah suaminya dari samping. Tentu saja dengan senyum yang selalu terpancar. “Kau sesenang itu hah?” tanya Arsen berdecak pelan. Yerin langsugn mengangguk. “Sangat-sangat… sangat senang!” Arsen berhenti. “Jangan bilang kau tadi menguping kita?” Yerin terkekeh pelan. tidak menampik tudingan itu. Ia langsung mengangguk. “Aku sudah lama selesai dari kamar mandi. Tapi aku tidak langsugn masuk karena mendengar pembicaraan kalian.” Arsen menyipitkan mata. Seperti marah… Yerin tersenyum lagi. “Aku tidak bisa mengganggu pembicaraan penting kalian. jadi, aku menunggu kalian sampai selesai saja.” “Ternyata kalian berbaikan. Senangnya….” Yerin memeluk lengan Arsen dengan gema