“Apa Roger tidak mengingatkanmu untuk tidak melakukan apa pun, selain beristirahat?” tanya Moreau persis setelah menginjakkan kaki ke dalam ruangan.
Abihirt tampak mengenyakkan punggung di sandaran ranjang, dengan dugaannya yang tepat bahwa robot kencan pria itu sedang diletakkan diam di atas pangkuan. Dia sedikit meringis saat melangkah lebih dekat. Bertanya – tanya apakah Abihirt tidak merasakan sakit terhadap luka cambuk semalam? “Di mana si kembar? Aku sudah merindukan mereka.”Namun, alih – alih menjawab. Pria itu malah berbalik tanya diliputi mata kelabu yang tampak berpendar ke pelbagai arah. Mungkin Abihirt mengira dia akan membawa Lore dan Arias masuk ke dalam kamar.“Kau lupa kalau aku tidak mengizinkanmu bertemu anak – anak selama kau demam?”Mereka nyaris tak berjarak; Abihirt masih dengan posisi yang sama, sementara Moreau sudah berdiri persis di samping pria itu.“Aku sudah“Kau dari mana saja!”Moreau sudah sekhawatir ini; menunggu tanpa jawaban; melihat sendiri bagaimana ponselnya tidak mendapat balasan. Memang, mereka sudah saling menukar nomor telepon, tetapi semua percuma ... karena Abihirt bahkan sedari awal seperti sengaja menggantungkannya.Sekarang, pria itu menjulang tinggi diliputi ekspresi tidak bersalah. Pakaian yang kumuh nyaris tidak seperti terakhir kali Moreau mendapati Abihirt berpamitan pergi, seolah pria itu baru saja melakukan perjalanan ekstrim dan hal tersebut merupakan satu bentuk alasan paling nyata ... mengapa pengabaian mengikatnya sampai ke dasar. Dia sangat ingat bahwa Emma mengatakan sudah menyetrika kemeja kerja sang majikan.Kernyitan dalam segera bertaut. Moreau menatap Abihirt skeptis, tetapi juga menuntut pelbagai prospek untuk menelusuri pria itu. Abihirt jelas telah melakukan satu tindakan yang sangat membutuhkan pergerakan lebih banyak dari seharusnya, dan kenyataan belum berusaha m
“Kau menangis setelah kami meninggalkan-mu sendiri.”Baiklah, Moreau tertangkap basah. Suara serak dan dalam Abihirt terdengar cenderung bergumam. Mungkin tak ingin anak – anak menanggapi, tetapi pria itu telah memastikan bahwa dia masih bisa menangkap setiap detil kata yang terucap dari bibir yang bahkan terlihat mengagumkan.Andai saja Lore dan Arias tidak sedang bersama mereka. Moreau dapat dipastikan akan melampiaskan semua bentuk perasaan, yang saat ini bertingkat – tingkat menjadi tumpukkan yang begitu berat.Dia menggeleng kecil. Tidak pernah menduga bahwa pada akhirnya Abihirt akan mengulurkan tangan sekadar menyentuh sudut pipinya.“Aku bisa melihatnya sangat jelas di sini.” Pria itu menjelaskan dengan tegas.Napas Moreau tercekat. Hampir tidak bisa mengatakan apa pun. Bibirnya tanpa sadar terbuka setengah. Ada lonjakan gugup ketika mendeteksi bagaimana Abihirt menyingkirkan sisa jarak di antara mereka. Namu
“Lima tahun tidak mengunjungimu, Dad. Maaf.”Dengan suara terdengar luar biasa lirih. Moreau berusaha mengendalikan diri. Namun, makin dia berusaha melakukan yang terbaik. Semua terasa seperti sesuatu—sangat mengenaskan di jantungnya. Dia merasa egois karena hasrat untuk melarikan diri dari Abihirt jauh lebih besar, daripada mempertimbangkan tanggung jawab yang sudah seharusnya dilakukan sebagai seorang anak.“Kau, Mom dan saudara kembarku, pasti sudah bertemu dan bahagia berkumpul di sana, bukan?”Masih dengan nada lirih yang sama, Moreau nyaris membekap bibir sendiri ketika salah satu tangannya terulur menyentuh gumpalan tanah—tak basah tanpa hujan, terlalu kering karena pernah begitu terlupakan.“Sampai saat ini aku tidak tahu di mana makam mereka. Barbara tidak pernah mengatakan apa pun,” dia menambahkan. Bertanya – tanya apakah mungkin nama ‘Riveri’ dapat dijadikan petunjuk untuk mendapatkan s
Gundukkan tanah ini; dan segala sesuatu yang menyangkut kenyataan bahwa dia tidak pernah mengetahui apa pun ketika Barbara memainkan peran besar; berpura – pura menangis histeria mendengar berita kematian yang disebabkan oleh kecelakaan menggila.Wanita licik itu adalah dalangnya. Bagaimana dia begitu bodoh!Namun, tidak ada lagi protes besar yang bisa Moreau utarakan. Dia hanya menatap; terpaku di depan nisan. Jeremias Riveri harus tahu kebenaran tentang Barbara yang akan menghabiskan masa tua di penjara.Ya, kebenaran itu sangat – sangat ingin dia ungkapkan, tetapi Moreau perlu memilih waktu yang tepat. Dia tidak ingin menunjukkan sikap berlebihan di depan anak – anak. Mereka masih di sini. Bersama Abihirt. Masing – masing berjongkok di sisi kiri kanan pria itu. Moreau dan ketiga orang di sana; saling berhadapan persisnya.“Mommy, apa Mommy menyimpan foto kakek?”Tiba – tiba pertanyaan Lore menyer
Bibir mereka masih bertemu. Melampiaskan hasrat yang pernah tertunda. Moreau tak menyangka dia akan menunjukkan keinginan sebesar ini. Mendambakan Abihirt, tetapi ada tuntutan besar—terus mengingatkan batas toleransi terhadap hubungan yang begitu runyam.Mereka akan melampaui batas jika terus menambahkan api ke dalam bara.“Tidak, Abi,” ucap Moreau, buru – buru ketika merasakan ujung jemari Abihirt telah merambat masuk pada kain tipis di tubuhnya.“Aku mungkin memaafkanmu. Tapi aku tidak ingin ini terlalu cepat,” dia menambahkan saat mata mereka bertemu secara intens.Napas pria itu menggebu. Moreau mengerti bahwa Abihirt mungkin sudah sangat – sangat menginginkan pelampiasan. Dia hanya berharap semua berjalan pelan – pelan. Membangun hubungan dari awal bukan sesuatu yang mudah. Berharap pria itu akan segera setuju.Ya, masih dengan sapuan ringan di sudut bibirnya. Moreau tidak mengerti ... mengapa ini me
Keputusan Moreau untuk menawarkan bantuan adalah salah besar, karena setelah anak – anak kembali dari kegiatan mengisi perut. Mereka sangat menolak melihatnya memberikan kepingan lego kepada Abihirt, padahal mereka sudah menyelesaikan hampir setengah jalan.Dia tahu anak – anak hanya ingin merepotkan ayah mereka, sehingga memutuskan untuk menyingkir; meninggalkan mereka.Nyaris dua jam, mungkin, dan Moreau masih di sini, mencari ketenangan sendiri dengan duduk bersantai di balkon kamar tamu.Pemandangan yang indah. Moreau tak pernah melewatkan kesempatan bahwa setiap sapuan embusan angin merupakan sesuatu yang hampir membawanya terbawa arus. Di mana ketinggian terasa seperti prospek menjanjikan, sementara dia masih sangat merasa sebaiknya tetap berada di sini, saat anak – anak masih bersama ayah mereka atau barangkali ... menunggu terlalu lama membuat mereka tertidur.“Aku mencari-mu ke mana – mana dan ternyata kau di sini.&rdq