Kegiatan makan malam seharusnya tidak secanggung ini andai kejadian seperti tadi sore tidak pernah terjadi. Moreau baru saja duduk persis di hadapan Barbara yang tak kunjung mengatakan apa - apa, meski wanita itu tahu mereka telah menyelesaikan konflik dengan cara—mungkin menggantung, tetapi sungguh tidak ada lagi yang bisa dibicarakan. Dia tak merasa memiliki barang mahal adalah kesalahan. Atau barangkali Barbara menunggu seseorang lainnya.
Moreau baru menyadari Abihirt tidak terlihat di mana pun. Biasanya pria itu akan lebih awal berada di meja makan; menemani Barbara. Aneh. Jika harus mengakui sesuatu; dia masih tertarik sekadar mengambil satu bayangan mundur ke belakang—tentang wajah pria itu yang pucat saat membujuk Barbara pergi dari kamarnya. Barangkali memang korelasi antara dua hal tersebut cukup masuk akal. Moreau diam – diam mengembuskan udara dari celah bibir, sedikit tak sengaja mendapati bahwa Caroline telah menyiapkan makan malam khusus—menu sehat untuk prTidak banyak kegiatan usai Barbara meninggalkan rumah. Perlu digaris bawahi jika Moreau tetap mengambil tindakan tak bersikap patuh—sengaja memutuskan untuk menonton hingga cukup larut dengan minat yang begitu minim menaiki undakan tangga, tetapi itu harus. Dia dan ibunya memang tidak memulai banyak percakapan setelah kali terakhir pernyataan Barbara di meja makan. Hubungan rumit mereka tidak dapat dikatakan sepenuhnya salah, meski itulah adanya. Moreau tak bisa mengharapkan sesuatu akan berjalan baik – baik saja, sementara mereka tahu Barbara selalu menginginkan apa yang menurutnya benar—kemudian tak pernah mau mencoba mengambil tempat sekadar berdiri di sudut pandang seseorang; tidak peduli apakah itu salah atau tidak. Akan menjadi keputusan paling buruk kalau - kalau Moreau tidak meluapkan segala bentuk rasa muak di benaknya, karena bagaimanapun mereka tahu apa yang akhirnya membuat Barbara berhenti dari keinginan melihat langsung jam tangan mahal pemberian Abihirt.
Masih dengan usapan ringan di bulu lembut Chicao. Moreau sedikit memiringkan wajah saat memikirkan beberapa hal. Dia tak sedang membicarakan sentuhan tangan Abihirt kepada hewan peliharaan pria itu—hanya sesuatu yang paling mendekati—ketika mereka mulai menginginkan satu sama lain; melampiaskan segala hal tertahan, meski merupakan kesalahan besar; seperti tiba – tiba Chicao memutar tubuhnya. Hampir sekadar membuat pola melingkar, mengikuti ekor yang juga mengibas – ngibas. Namun, Moreau tak pernah menduga anjing milik Abihirt akan langsung melarikan diri. “Tunggu, Chicao. Kau mau ke mana?” Satu prospek di mana tujuan Chicao terasa mengerikan. Moreau tak ingin mereka sampai menggapai kamar ibunya, sementara suami wanita itu sedang ada di sana—tidur; istirahat. Abihirt tak akan peduli tentang keinginan Chicao yang masih menjadi misteri. Anjing tersebut sudah begitu dekat, persisi duduk dengan tenang, seolah sedang meminta untuk dibukakan pintu dan menatap diliputi sorot ma
Posisinya berada di garis taruhan. Moreau mengerti bagaimana telah dijadikan bahan pelampiasan. Hanya tidak bisa menahan diri ketika mulai menyukai pria itu. Tolol. Dia tersenyum getir membayangkan telah memborong kebodohan. Abihirt tidak akan berusaha jatuh kepada yang lain, sementara hanya terhadap Barbara pria tersebut begitu cinta. Rasanya, semacam suatu hal; benar – benar mengenaskan. Sambil diam – diam menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan. Moreau secara tentatif mengulurkan ujung jemari tangan sekadar menyapu di lengan atas ayah sambungnya. Merasakan setiap sentuhan di sana, mungkin yang paling sering pula Barbara lakukan. Masih belum ada reaksi spesifik di mana tangan pria itu tetap tergoler dengan posisi membentuk sudut siku dan jemari—nyaris terkepal longgar; hampir menyentuh wajah sendiri. Iris biru terang Moreau segera bergerak setingkat lebih tinggi pada satu titik sekadar memperhatikan kelopak mata yang terpejam. Ingin mengagumi sentuhan bulu panj
“Apa yang kau lakukan di sini, Moreau?” Suara serak dan dalam Abihirt menyerupai parau, seakan pria itu telah benar – benar tenggelam, sehingga butuh waktu beberapa saat mengembalikan suatu memoar yang sempat hilang. Bahkan, dengan sisa – sisa rasa ngantuk masih meliputi, ayah sambungnya beberapa kali mengerjap, mengusap wajah kasar, lalu Moreau akan mendapati pria tersebut tak akan meninggalkan kontak mata di antara mereka. Seharusnya memang tidak baik membiarkan Abihirt menunggu terlalu lama. Dia memastikan tidak lagi mengatupkan bibir erat. Mencoba untuk mengambil udara lebih banyak ketika menemukan jawaban paling tepat. “Ibuku bilang kau kelelahan.” Hanya itu. Jika Abihirt berpikir tidak masuk akal saat mereka harus langsung melakukan percakapan di sini. Biarkan saja. Masih ada alasan lainnya untuk memberitahu pria tersebut. “Ya. Tapi bagaimana kau ada di sini? Di mana ibumu?” Tidak ada penyangkalan, tetapi Moreau seperti tidak siap mengatak
“Ibuku membelikan kalung yang bagus.” Dia bicara seraya memuji—ntahlah, sesuatu dapat dikategorikan sebagai reaksi murni. Tidak ada maksud tujuan lain. Tidak ... bahkan saat Abihirt secara naluriah menatap ke arahnya. “Kembalilah ke kamarmu.” Suara serak dan dalam pria itu bicara nyaris menyerupai bisikan samar, seolah sengaja meninggalkan kesan tertentu supaya dia segera mengerti tentang keinginan mengusir yang termuat dalam bentuk paling halus. “Kau tak ingin melihatku ada di sini?” tanya Moreau sekadar memastikan bahwa sesekali sikap konradiktif Abihirt memang selalu tak mudah ditebak. “Kita berdua ke kamarmu.”Bibir Moreau masih terbuka beberapa saat meski Abihirt baru saja membawa Chicao pergi, meninggalkan kamar ibunya dengan bertelanjang dada, seolah itu adalah urusan paling penting sebelum keadaan di sekitar kamar temaram terasa begitu hening. Moreau diam untuk beberapa saat sambil merapatkan bibir secara perlahan. Sedikit memikirkan bebera
“Dia bilang kepadamu begitu?” Namun, Abihirt malah bertanya persis seseorang yang telah kehilangan informasi krusial. “Ya.” Moreau yakin tidak ada yang salah, terlepas apakah Barbara telah mengirim pesan dengan pelbagai alasan atau tidak. Sejak awal Abihirt tidak menyibukkan diri pada seluler genggam dan itu termasuk dalam gambaran yang wajar. Dia terus memperhatikan setiap langkah ayah sambungnya ketika pria itu menderap di atas lantai kamar. Tentu dengan sedikit rasa waspada dan hal – hal yang akan memberi dampak saat Abihirt mulai semakin dekat. Bahkan setelah pintu menutup, semua seperti begitu banyak kejanggalan. Moreau bertanya – tanya mungkinkah Abihirt memutuskan untuk mengurungkan niat pergi dari kamar ini? Karena pria itu tahu Barbara tidak akan kembali sampai besok sore, dan maka seharusnya segala sesuatu dapat dinikmati di sini. Semua yang mereka inginkan. Apa yang kau pikirkan? Moreau nyaris mengutuk diri sendiri dalam hati. Pemikira
Tidak ada petunjuk yang begitu dekat, selain sebelah alis Abihirt terangkat tinggi—seperti sedang memikirkan sebuah jawaban singkat, tetapi belum juga tersirat sesuatu yang ingin pria itu katakan. Hanya sentuhan – sentuhan ringan—hampir memberi Moreau efek tertentu saat dia menjatuhkan perhatian pada ujung jemari Abihirt berhenti di lengannya. Mungkin ini yang pria itu butuhkan. Menunggu saat – saat dia tidak memiliki tingkat waspada tinggi, kemudian menggulingkan posisi mereka lagi dengan keadaan mendominasi. Menindih. Terasa benar – benar mengambil kendali. Jarak wajah mereka bahkan terlalu dekat ketika Moreau nyaris tak bisa berhenti mengunci mata kelabu Abihirt. Begitu banyak bentuk antisipasi terperangkap di dalam dirinya. Memang temaram. Namun, semacam suatu sihir gelap, dia seakan tak dapat melakukan apa pun, selain diam. Menunggu ntah untuk sesuatu yang seperti apa dan segera menahan napas ketika; kali pertama yang pria itu lakukan adalah menyingkirkan beberapa helai anak
Tiba – tiba Moreau menjadi gugup membayangkan andai Abihirt akan bersikap setuju. Ini semacam keputusan untuk membuat hubungan mereka dimulai dari awal. Atau bagian paling ironi adalah ayah sambungnya turut mengambil keputusan untuk mengakhiri kesepakatan terlarang, yang selama ini hanya sebagai ajang pembalasan. Dia mungkin berpikir terlalu jauh, tetapi itulah adanya. Insting dan dorongan sekadar mempertahankan sesuatu menjelma sebagai suatu kejutan listrik dengan gambaran tiga dimensi—yang tinggi. “Ibumu tetap tidak akan pernah mengakui hubungannya bersama pria lain, jika kau masih berusaha memperbaiki kesalahannya.” Suara serak dan dalam Abihirt terdengar persis mendesis, seolah pria itu mati – matian mengumpulkan rasa sabar, yang tidak pernah Moreau sadari apakah itu benar – benar bentuk penanganan diri atau pada akhirnya menyadari sikap putus asa menjadi sesuatu tak terungkap. Dia mengerti beberapa hal tentang Barbara. Tak akan menyangkal apa pun. Namun, tetap dihan
“Yakin catatan-mu sudah lengkap?”Moreau segera menoleh ke arah satu titik di sana ketika Juan bicara nyaris menyerupai gugumaman kecil. Perhatian pria itu terpaku serius pada secarik kertas berisi daftar barang belanjaan. Kali ini, dia sedang tidak diliputi minat melakukan perjalanan. Enggan bertemu banyak orang. Sehingga meminta bantuan Juan dan kebetulan pria itu tidak keberatan melakukan apa pun yang diinginkannya.Sesuatu segera menyelinap di benak Moreau saat iris biru terangnya mendapati Juan akan segera melangkah ke luar dapur. Dia langsung menghentikan kegiatan memotong apel.“Jangan lupa, belikan juga susu untuk wanita hamil.”Moreau sedikit terkekeh saat Juan segera menoleh tajam, kemudian berakhir dengan memutar mata malas.“Jadi, apakah masih ada yang tertinggal?” pria itu bertanya lagi. Sesaat, Moreau mengedarkan pandangan ke sekitar dapur. Tidak ada petunjuk yang bisa dia temukan. Sepertinya semua sudah lengkap.“Ya. Sekarang kau bisa perg
“Sudah ada Juan. Kami bisa saling melindungi. Kau tidak perlu khawatir. Sekarang pergilah. Bukankah kau akan sibuk dengan urusan perceraian-mu?”“Pengacara-ku akan mengurus semuanya.”“Tidak, Abi. Kau tidak bisa di sini,” bantah Moreau tegas. Hanya akan berakhir dengan perkara besar, jika pria itu tidak berusaha memahami kondisi di sekitar. Abihirt sudah menyaksikan sendiri bagaimana begitu banyak mata yang bertentangan terhadap hubungan mereka. Hubungan terlarang ... secara terang – terangan dijadikan sebuah tontonan oleh satu orang. Pria itu bisa menilai sendiri bagaimana hasilnya.“Pergilah, Abi. Aku dan Juan akan baik – baik saja di sini.”Lagi. Moreau tak bisa menunggu lebih lama sekadar menyaksikan sikap Abihirt yang tampak begitu enggan. Ego terus melarangnnya mempersilakan pria itu di sini. Tetap terasa jauh lebih adil jika Abihirt memang melangkahkan kaki pergi.“Mengertilah ....”Kali ini, Moreau bisa mendengar sendiri betapa suaranya begitu ge
“Kau lagi!”Suara Juan menggantung di ujung tenggorokan. Pria itu dalam sekejap tersulut amarah. Semua tampak begitu jelas ketika Juan melebarkan langkah ke arah Abihirt diliputi gestur ingin melayangkan pukulan mentah.Bugh!Sebaliknya pria itu mendapat hujaman luar biasa keras dari kepalan tangan Abihirt. Sial. Juan berdarah dalam sekejap.“Astaga, Abi! Apa yang kau lakukan?”Moreau segera bersimpuh. Ingin melihat langsung bagaimana kondisi Juan setelah pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai. Dia meringis ketika Juan mengaduh kesakitan. Makhluk yang malang. Moreau menipiskan bibir, merasakan sangat ingin melimpahkan semua kesalahan kepada Abihirt. Dia mendelik pria itu tajam, lalu berkata, “Kau tidak seharusnya memukul Juan sampai seperti ini, Abi!”“Aku tidak bermaksud. Hanya kelepasan.”Abihirt seperti memutar kembali kalimat yang dia katakan mengenai situasi Juan kemarin. Persetan dengan pria itu. Moreau tidak mengatakan apa pun lagi, selain
“Di sini sudah tidak aman, Moreau. Kau bisa tinggal di kediamanku selama yang kau mau.” Suara serak dan dalam pria itu terdengar persis setelah melewati ambang pintu kamar mandi. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi sebagai respons pertama, kemudian bertanya, “Tinggal di kediamanmu? Bagaimana dengan ibuku?” “Aku menceraikannya.” “Menceraikannya? Bukankah kalian sepakat menghancurkan karier-ku?” “Aku tidak tahu kalau dia akan menyebarkan bukti perselingkuhan yang diambil dari kamarmu. Tapi satu hal harus kau tahu. Program itu khusus kubuat untuk mendiang ibuku. Aku bahkan belum tiba di sana sekadar mengetahui apakah acara yang kubuat berjalan dengan baik atau tidak. Ibumu melakukan sabotase, supaya aku tidak hadir tepat waktu dan dia bisa menyebarkan kebohongan. Kau tak seharusnya percaya apa yang dikatakan ibumu. Wanita licik itu berusaha merusak hubungan kita.” Hubungan kita .... Moreau menggarisbawahi pernyataan terakhir ayah sambungnya. Tidak a
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengingat betul bahwa pintu rumah