"Ernest tolong," lirih Hiraya dengan suara yang bergetar hendak menangis. Leon pun berbalik badan dan melihat siapa yang datang, dia lalu mendelik begitu mendapatkan serangan tiba-tiba dari Ernest. Satu pukulan keras menghantam wajahnya dan membuat pria itu tersungkur tepat di depan Hiraya. Karena takut, gadis itu lekas berlari menuju ke arah Ernest. Dan berlindung di balik tubuh pria itu. "Kau tidak apa-apa?" Tanya Ernest khawatir pada Hiraya. "I-iya," jawab Hiraya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Ernest lalu mengangguk samar, dia kembali menoleh ke arah Leon yang masih tersungkur di depannya. Pria itu memegangi dagunya yang terasa bergeser dari tempatnya. Satu pukulan dari Ernest sudah cukup untuk melumpuhkan pria kurang ajar sepertinya. Ernest pun berjongkok di depannya, memandang tajam pria yang sudah mengganggu istrinya. "Apa yang kau lakukan padanya hah?" Tanya Ernest sembari menarik kerah baju yang dikenakan Leon. "A-aku tidak melakukan apapun," jawab Leon terbata.
"Kau pernah bertemu dengannya?" Tanya Ernest lagi, kali ini dia lebih serius. Hiraya mengangguk mengiyakan, anggukan kecil darinya sudah lebih dari cukup sebenarnya untuk menjawab pertanyaan Ernest. Tapi sepertinya pria itu tidak puas. "Di mana kau bertemu dengan Leon?" Tanyanya, kali ini suaranya lebih melunak dari sebelumnya. "Aku pernah bertemu dengannya beberapa tahun lalu saat sedang berkuliah S2 di Harvard," jawab Hiraya jujur. Ernest masih diam, menunggu Hiraya menyelesaikan kalimatnya yang terdengar menggantung. "Aku pernah bertemu setidaknya dua kali dengannya, tapi aku tak terlalu mengenal Leon. Aku hanya tahu kalau dia aktor dari Korea Selatan yang menempuh pendidikan di kampus yang sama sepertiku," imbuhnya sambil berani mendongak dan menatap wajah Ernest. "Tidak masalah, itu berarti antara kau dan dia memang tak ada hubungan sebelumnya. Ku kira Leon malah temanmu," ucap Ernest lalu berdiri. Pria itu kemudian pergi dari ruangan tersebut, dan meninggalkan Hiraya di s
Begitu sampai di rumah, Ernest lekas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan Lee Hyun sudah pulang ke rumahnya sendiri begitu memastikan sang aktor masuk ke rumahnya dan semua keadaan benar-benar aman. Baru saja hendak duduk, bel rumah dibunyikan dari luar. Tanda kalau ada seseorang yang datang, dengan sigap Ernest lekas menuju pintu utama. "Selamat malam Tuan, benar ini rumah Hiraya Carlisle?" Tanya seorang pria yang tidak lain adalah pengirim makanan. Ernest yakin itu karena ada logo salah satu tempat makan di jaket yang dikenakan. Ernest mengangguk mengiyakan, meskipun tangannya masih berada di kenop pintu."Benar, ada apa pak?" "Ini ada makanan dengan nama pesanan Hiraya Carlisle," ucap pria itu sopan sembari memberikan makanan yang dia maksud. "Ah iya terima kasih, apa ini sudah di bayar?" Tanya Ernest setelah makanan tersebut ada di tangannya. "Sudah pak, pesanannya sudah lunas.""Begitu ya, sekali lagi terimakasih banyak!"Setelah itu pintu pun di tutup ole
"Kalau bukan dari ku, siapa yang sudah memesannya menggunakan nama ku?" Tanya Hiraya pada diri sendiri. Saat ini dia tengah istirahat makan siang di sela-sela pekerjaannya menemani Ernest. Pria itu tengah break syuting drama dan sedang di make up ulang untuk salah satu scene. "Hiraya!" Panggil seseorang yang terdengar sangat familiar di telinga Hiraya. Gadis itu menoleh dengan cepat dan terkejut begitu melihat siapa yang datang menghampiri dirinya di salah satu restoran dekat lokasi syuting. "Hae Sun, apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Hiraya yang bingung, kebetulan sekali bisa bertemu dengan detektif bayaran itu dengan mudah. Padahal biasanya mereka sangat sulit bertemu meski sudah mengadakan janji. Hae Sun malah tersenyum sekilas, dia lalu menarik kursi dan duduk di depan Hiraya. Mereka berhadapan dan duduk di salah satu meja yang memang dekat dengan jendela besar di restoran tersebut dan menghadap ke arah jalan. "Aku sedang jalan-jalan di sekitar sini, dan kebetulan mampir.
Hiraya masih berusaha menghindari pria tadi, gadis itu masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai yang lebih tinggi. "Kenapa dia masih saja mengikuti ku sih?" Hiraya keluar dari lift dengan terburu-buru. Merasa semakin terancam sebab pria tadi terus saja mengikuti langkahnya. Karena terlalu fokus, dia malah tidak sengaja menabrak seorang pria yang baru saja keluar dari kamar mandi.Brugh!"Aduh," ucap pria tersebut, mengaduh karena terjerembab ke lantai. "Eh maaf-maaf," jawab Hiraya yang refleks mengulurkan tangannya untuk membantu pria tersebut. Mata keduanya beradu, dan Hiraya menyadari sesuatu. "Le-leon?" Hiraya menahan tangannya untuk menolong Leon. Karena tidak jadi mendapatkan bantuan dari Hiraya, Leon akhirnya berdiri sendiri dan menepuk-nepuk celananya yang terkena debu."Iya ini aku, memangnya kenapa?" Leon melirik Hiraya dengan tatapan tidak bersahabat. "Tidak, aku hanya ingin minta maaf karena tadi sudah menabrak mu." Hiraya menjawabnya ketus. Dengan langkah gesit dia
Hiraya masih duduk melamun duduk di engine hood (kap mobil) miliknya di parkiran lokasi syuting. Saat ini jam menunjukkan pukul sembilan malam, sudah saatnya Ernest pulang.Ernest yang baru saja selesai syuting dan berniat menjemput gadis itu langsung turun dari mobilnya diikuti Lee Hyun, sang asisten."Hiraya!" panggil Ernest sambil berjalan mendekatinya. Gadis itu menoleh dan tersenyum kecut. Tapi tetap berada di posisinya tanpa mau bergeser sedikitpun. "Ada apa, kenapa tidak pulang?" Ernest langsung mencecar pertanyaan pada Hiraya. Dia tahu kalau Hiraya tak suka menunggunya terlalu lama, lagi pula sejak siang gadis itu sudah meninggalkan dirinya. "Tidak apa-apa aku hanya masih ingin di sini," jawab Hiraya berbohong, padahal dia di sini karena tak enak hati pada pria itu. Hiraya ingin memastikan kalau pria misterius tadi tak mengikutinya sampai di lokasi syuting. Hiraya tak mau, masalah yang ada di hidupnya juga dirasakan oleh Ernest. "Tapi bukan berarti kamu bisa duduk di engi
"Untuk apa kita ke agensi Leon, Hiraya?" Tanya Yoshi lirih pada Hiraya yang ada di sebelahnya. Saat ini mereka berdua tengah bersembunyi di lorong gedung agensi yang menaungi Leon. Pagi-pagi tadi Hiraya menghubungi Yoshi untuk ikut dengannya. Yoshi tak sadar kalau tengah mengikuti langkah gegabah sahabatnya. "Aku mau lihat apa yang sebenarnya dia lakukan, aku ingin memastikan sesuatu." Hiraya menjawab sama lirihnya. "Memastikan apa sih?" Cecar Yoshi yang memang tak tahu banyak. Hiraya mendecik, dia lalu menoleh pada Yoshi. "Aku ingin memastikan apa benar orang yang mengirim banyak hal ke rumah ku dan Ernest adalah Leon!""Hah? Bagaimana bisa kau tiba-tiba mengambil kesimpulan begitu?" Yoshi tampak terkejut. Karena tak mau ada orang yang mencurigai mereka, Hiraya lekas menendang tulang kering Yoshi cukup keras. Setidaknya itu bisa membantu gadis itu agar tak sembarangan mengeraskan suara. "Pelankan suara mu Yoshi," desis Hiraya penuh penekanan. Yoshi lalu membekap mulutnya sendi
Ernest dan Seok Hyeon sontak menoleh ke arah pintu, dimana Hiraya sudah ada di sana memandang mereka dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Nafas gadis itu terengah-engah, memburu seolah dia baru saja laru marathon untuk menghampiri keduanya. "Kenapa Hiraya?biarkan saja Seok Hyeon mengatakan isi kepalanya," tegur Ernest yang tidak suka istrinya gemar menyela ucapan orang lain. Hiraya tidak peduli, dia langsung masuk saja ke balkon dan berdiri di sampingnya. "Ernest a-aku hanya—" Hiraya menggantungkan kalimatnya, dia bingung sendiri harus memberikan alasan apa pada Ernest yang tampak begitu penasaran dengan perkataan Seok Hyeon. "Hanya apa? Jangan pernah menyela ucapan orang lain. Itu tidak sopan!" Ernest meliriknya tajam dengan nada suara yang tidak bersahabat. Bahkan dia sengaja meninggikan suaranya satu oktaf dari sebelumnya.Bak seekor kelinci yang bertemu pemburu, nyali Hiraya langsung ciut. Dia belum pernah mendengar Ernest meninggikan suaranya ketika berbicara dengannya. M