Di pagi harinya, Hiraya sudah bersiap pagi-pagi buta. Bahkan Ernest saja sampai terkejut dengan sikap gadis itu pagi ini. "Ya Tuhan, Hiraya apa kau tidak tidur?" Tanyanya begitu melihat Hiraya sudah berdandan rapi dan tengah menyiapkan keperluannya untuk agenda hari ini. Gadis itu mendongak, dia malah tertawa kecil dan menghentikan kegiatannya. "Tentu saja aku tidur, hanya saja aku bangun jam tiga tadi." Ernest malah geleng-geleng kepala, tidak habis pikir dengan gadis asli Indonesia itu. "Kau mempersiapkan keperluan ku, memangnya ada jadwal lain hari ini selain bertemu dengan Aeri?" Tanyanya sembari duduk di depan Hiraya yang masih berkutat dengan kegiatannya. "Hmm iya, semalam rupanya aku mendapat email dari penulis Shinhwa bahwa dia memintamu datang ke kantornya. katanya dia akan merekomendasikan dirimu untuk pemain utama di drama terbaru garapannya." Hiraya menjelaskan dengan rinci. "Kalau begitu baiklah, aku akan bersiap. Jam berapa kita bertemu penulis Shinhwa dan bertemu A
Mendengar penuturan Hiraya, Aeri langsung naik pitam. Rahang perempuan itu mengeras dan tangannya mengepal kuat. Hiraya bisa melihat kemarahan yang tertahan dari lawan bicaranya. Akan tetapi, sebisa mungkin Aeri menetralkan ekspresi wajahnya. Dia malah tersenyum miring, menatap tajam ke arah istri mantan kekasihnya itu. "Oh benarkah? Aib apa yang kau maksud sebenarnya." Aeri berkata dengan tenang. Bahkan dia juga sempat meminum kopi latte yang memang dia pesan sebelumnya. Kini Hiraya yang balas tersenyum, dia kemudian membuka tas branded miliknya dan mengambil beberapa lembar foto-foto. Sedangkan Ernest sendiri tengah berdiri di samping Hiraya, memastikan kalau perempuan itu akan aman berhadapan dengan perempuan penuh tipu muslihat seperti Aeri. "Mungkin kau bisa lihat foto-foto ini baru akan paham," ucap Hiraya sambil menggeser foto-foto itu agar lebih dekat dengan jangkauan Aeri. Mata gadis asli Jepang itu menyipit memastikan apa yang dia lihat adalah benar. "I-ini fotoku, baga
Setelah membereskan skandal itu dan membiarkan Diamond Entertainment mengambil alih masalah tersebut. Kini Ernest dan Hiraya pulang bersama, keduanya duduk berdampingan di kabin belakang dengan perasaan yang jauh lebih lega. "Terimakasih banyak," ucap Ernest tiba-tiba di tengah perjalanan pulang keduanya. Hiraya yang semula menatap keluar jendela mobil sontak menoleh, dia memasang wajah polos. "Terimakasih untuk apa?" tanyanya. "Terimakasih karena sudah membantuku keluar dari masalah ini. Berkat kau, semua masalah yang terjadi akibat skandal itu dapat terselesaikan." Ernest berkata dengan tulus, dia juga menatap wajah Hiraya dalam-dalam. Seolah-olah tengah menyelami manik mata hitam milik gadis disampingnya. Hiraya yang ditatap seperti itu mematung sepersekian detik. Dia takjub, atau mungkin juga gugup?Karena tatapan yang dalam serta teduh itu sangat memabukkan. Apalagi dipadukan dengan wajah Ernest yang tampan paripurna. Gadis mana yang tidak akan luluh karenanya?"Ah i-itu bukan
Mobil yang dikendarai Ernest dan Hiraya melaju dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan juga belum ada yang berbicara sejak tadi. Hiraya sendiri masih memikirkan maksud ucapan Ernest sebelum mereka berangkat. Tentang Ernest yang tidak akan membiarkan Hiraya merasa sendirian atau bahkan di duakan selama mereka menjalani pernikahan kontrak itu. Hiraya tidak mau berpikiran jauh, tapi untuk apa bersikap istimewa di dalam hubungan yang sudah jelas akan berakhir?"Hiraya kenapa diam saja, kau merasa tidak enak badan?" tanya Ernest secara tiba-tiba. Dia memecah keheningan yang sejak tadi menjadi teman mereka. Ernest juga menaruh punggung tangannya di dahi Hiraya untuk mengecek suhu tubuh gadis itu. "A-aku baik-baik saja Ernest," jawab Hiraya sedikit terbata. Dia juga menyingkirkan tangan Ernest dari dahinya. "Kalau begitu kenapa diam saja, kau tidak suka kita pergi ke rumah orang tuaku?" tanya Ernest lagi, sesekali pria itu menoleh pada Hiraya meskipun tetap fiksi pada kemudi dan ja
Ernest dan sang ibu , Eun Ji mengikuti arah yang ditunjuk oleh Hiraya dengan panik. Mereka kemudian menghela nafas panjang dan mendecik setelah melihat apa yang menjadi sumber kehebohan siang itu. "Itu hanya kecoa Hiraya, kenapa harus berteriak seperti itu." Ernest menggelengkan kepalanya heran. Dia lalu menyingkirkan hewan tersebut dengan wajah yang mengejek Hiraya. Rupanya gadis yang dingin, cuek, dan begitu independen itu masih takut dengan hal sepele. "Nak, sudah jangan marahi dia, Hiraya hanya takut kan. Sudah buang kecoa itu!" Eun Ji memerintah dan Ernest menurutinya, padahal tadi dia hendak memanfaatkan hewan itu untuk menakuti sang istri. Hiraya bisa bernafas lega setelah hewan menjijikkan itu disingkirkan. Dia menoleh pada Eun Ji yang sejak tadi dia genggam tangannya."Jangan menggenggam tanganku nak!" Eun Ji berkata dengan nada yang dingin. Sontak, Hiraya terkejut dan membatu karena nada bicara sang ibu mertua yang mendadak berubah. Hiraya menundukkan kepalanya dalam-dal
Hiraya hanya menatap Ernest datar, dia lalu pergi dari kamar itu dan menuju ruang keluarga. Di sana ada Eun Ji yang tengah merajut. "Ibu, boleh aku ikut duduk?" tanya Hiraya dengan sopan. Pasalnya Eun Jo terlihat sangat serius dengan pekerjaannya hingga tak sadar dengan kehadiran Hiraya. Eun Ji lalu menoleh pada Hiraya dan dia tersenyum lalu mengangguk, mempersilakan. "Duduk saja, aku senang kau mau menemaniku." Hiraya tersenyum manis, dia duduk di depan Eun Ji yang sibuk merajut sebuah sarung tangan. "Ibu biasa membuat ini?" tanya Hiraya, dia cukup antusias dengan kegiatan yang diakibatkan ibu mertuanya."Iya, ibu biasa membuat ini untuk Ernest dan ayahnya. Apalagi ini sudah hampir musim dingin, jadi aku sudah harus mulai membuatnya." Eun ji menjawabnya dengan senyuman. Wanita itu lalu memperhatikan ekspresi Hiraya yang tampak serius. "Kau mau mencoba membuatnya?" tawar Eun Ji. "Apa boleh?" Hiraya malah balik bertanya, dia sangat hati-hati. "Tentu saja, sini cobalah!" Eun Ji l
Hiraya diam di taman belakang sore ini, setelah berbicara dengan Eun Ji tadi. Dia benar-benar kepikiran, apa jangan-jangan sahabat ayahnya yang dh Daegu bertahun-tahun lalu itu adalah ayah Ernest juga. "Kalau mereka bersahabat, benar kata pepatah dunia itu sangat sempit." Hiraya berbicara dengan dirinya sendiri. Lalu dia ingat soal kasus kecelakaan orang tuanya, pihak kepolisian daerah setempat hanya mengatakan kalau itu kecelakaan tunggal biasa karena kesalahan teknis di mobil yang dikendarai ayah dan ibu Hiraya. Tapi pihak bengkel yang menerima bangkai mobilnya menemukan kalau kabel rem, serta beberapa kabel lain di mobil itu sudah di sabotase. "Ada yang tidak beres seperti ini tapi tidak ada yang bisa aku andalkan," gumam Hiraya merasa lelah dengan kehidupannya. Karena sibuk dengan pikirannya sendiri, Hiraya sampai tidak sadar kalau Ernest sudah ada di belakangnya. "Kalau kau perlu bantuan jangan sungkan memintanya pada orang lain," ucap Ernest dari belakang. Hiraya lekas me
Ernest menolehkan kepalanya pada Hiraya, dia menatap gadis itu dengan tatapan sendu. Seperti ada rasa bersalah yang amat tertahan di matanya. "Maaf," Ucapnya lirih. Hiraya hanya diam, tidak lekas menjawab permintaan maaf Ernest yang sudah jelas-jelas tulus. "Aku tahu karena masalah ini Hiraya juga ikut di rugikan. Tapi jujur saja, dari pandangan ku tidak ada yang perlu di salahkan atas masalah ini." Yoon Jeong Hoon menengahi. Akan tetapi Eun Ji tidak setuju dengan ucapan sang suami, dia tampak keberatan. "Yang semestinya di salahkan adalah perilaku Ernest di masa lalu suami ku," imbuhnya. "Apa yang ibu katakan benar, jika saja di masa lalu aku tidak berhubungan dengan Aeri. Skandal ini pasti tidak akan terjadi," balas Ernest yang sangat menyesal. "Sudah-sudah, kita semua di rugikan. jadi jangan menyalahkan siapapun," tandas Hiraya yang tidak enak hati. Yoon Jeong Hoon menatap Hiraya dan Ernest bergantian, lalu seulas senyum terbit di wajahnya. "Kau harus bersyukur mendapat ist