Share

BAB 2 | Disapprove!

“Ya, kenapa memangnya?” tanya Alexa memandang wajah Dave penasaran.

“Aku rasa, aku pernah melihat mobil ini,” kata Dave ragu, matanya belum teralihkan dari mobil milik papa Alexa.

Dahi Alexa berkerut samar seperdetik kemudian ia tertawa sembari berkata, “Ya ampun, Dave, ini bukan mobil limited edition, siapa pun bisa memilikinya. Dan papaku adalah satu dari sekian banyak orang yang memilih mobil ini sebagai alat transportasinya.”

Yang dikatakan Alexa benar kalau siapa pun bisa memiliki mobil ini namun selain mobil, plat nomor yang dilihatnya saat ini seperti pernah ia lihat sebelumnya. Dave menggelengkan kepala pelan tidak ingin memikirkan lebih jauh sekarang, mungkin saja nanti ia mendadak ingat.

“Ayo masuk!” ajak Alexa meraih tangan Dave lalu menggenggamnya. Mereka berdua melangkah beriringan menuju pintu utama.

Pintu terbuka sebelum Alexa mengetuknya, seorang pria paruh baya keluar dia adalah Alan Smith, papa Alexa. Alan menyambut Alexa dengan senyuman hangat. Pria bertubuh tegap yang Alexa panggil dengan sebutan papa itu merengkuh tubuh putrinya, memeluk sang putri kemudian mengecup keningnya singkat.

“Putri Papa sudah dewasa ya, sekarang?” Alan melontarkan kalimat saat melihat Dave yang berdiri gugup di sebelah Alexa. Bola matanya bergerak menatap Dave dari ujung rambut hingga ujung kaki lalu tersenyum hangat, Alan rasa Dave sangat cocok dengan Alexa.

“Malam, Om, saya Dave,” sapa Dave tersenyum ramah. Ini tidak seburuk yang ia pikirkan papa Alexa begitu hangat menyambut dirinya.

“Saya Alan, Papa Alexa,” sahutnya, Alan memicingkan mata menatap Dave dengan serius membuat yang ditatap merasa bingung. “Shh, kamu samar-samar mirip seseorang.”

Dave mengerutkan kening semakin bingung, apakah wajahnya pasaran?

“Lupakan, Dave. Saya hanya asal bicara. Ayo masuk, kita makan malam bersama!” ajak Alan menghentikan kebingungan Dave karena perkataannya.

Alan mengajak putrinya dan Dave masuk, tak kalah dengan tampilan luar rumah Dave berdecak kagum melihat interior dan ornamen-ornamen indah di setiap sudut ruangan. Dirinya yang hampir larut memandang isi rumah keluarga Smith harus dikejutkan dengan pekikan Alexa.

“Ini semua Papa yang masak?” tanya Alexa dengan mata berbinar melihat banyak hidangan kesukaannya di meja makan.

“Of course,” ucap Alan tersenyum bangga. Sebagai pemilik dari Smith Food and Beverage Department atau disingkat Smith F&B Department yang tugasnya mengelola penyediaan serta penyajian makanan dan minuman bagi tamu hotel maupun pemesanan di luar hotel, tentu saja Alan bisa memasak. Namun, tidak banyak orang yang tahu kalau papa Alexa ini pemilik Smith F&B Department karena kepribadian Alan yang sederhana. Orang-orang di sekitar rumah mereka tahunya Alan hanya seorang pemilik toko roti yang ramah dan baik hati.

Alan, Alexa dan Dave menikmati makan malam mereka dengan tenang. Seperti orang tua pada umumnya, Alan menanyakan banyak hal pada Dave yang dijawab dengan jujur oleh Dave. Menurutnya, pertanyaan Alan tidak membuatnya terbebani untuk menjawab.

“Jadi selama setahun ini bagaimana sikap Alexa terhadapmu, Dave?” tanya Alan setelah meneguk setengah air di gelas.

“Em, Alexa orangnya cukup jahil, Om,” aku Dave pada Alan mengenai sikap Alexa. Pemuda itu menatap Alexa yang duduk di hadapannya dan mendapati raut wajah biasa saja.

Alan yang mendengar hal itu tertawa pelan ternyata bukan hanya ia dan mendiang mamanya saja yang sering terkena jahilan Alexa.

“Orang tuamu kerja apa, Dave?” tanya Alan merubah topik pembicaraan menjadi lebih serius. Tidak salah bukan jika orang tua ingin tahu bibit bebet bobot keluarga dari kekasih putrinya?

“Kedua orang tua saya sudah meninggal, Om. Sebelumnya, orang tua saya mengelola bisnis properti yang kini bisnis itu diambil alih oleh paman saya,” jawab Dave tenang, ia membeberkan fakta sebenarnya mengenai keluarganya.

Alan memicingkan mata merasa ada yang mengganjal di hatinya saat pertama kali melihat Dave dan kini mendengar jawaban mengenai keluarganya. Dave ini ... mirip seseorang yang sangat ia kenal.

“Siapa nama lengkap kedua orang tuamu?” tanya Alan lagi, pertanyaan kali ini memiliki maksud untuk memastikan apakah dugaannya benar atau salah.

“Dean Edwards dan Vega Edwards,” ungkap Dave.

Jawaban Dave sontak membuat bola mata Alan membulat. Dugaannya ternyata benar kalau Dave anak dari Dean dan Vega terlihat saat pertama kali Alan melihat Dave ada banyak kemiripan di wajah Dave dengan orang tuanya. Itu bukan hal baik, Alan menatap tajam Dave dengan rahang mengeras, sekelebat kejadian yang menewaskan Xania—istrinya yang tidak lain adalah mama Alexa membuat amarahnya memuncak.

“Mulai sekarang jangan pernah dekati anak saya lagi!” suara Alan naik beberapa oktaf. Pernyataannya barusan tentu mengundang kebingungan bagi Alexa dan Dave.

“Pa, are you okay?” tanya Alexa, menatap papanya yang terlihat menahan amarah.

“SAYA TIDAK AKAN MERESTUI HUBUNGAN KALIAN!!!” Amarahnya meledak, Alan bangkit dari duduknya meninggalkan Dave yang diam mematung. Sedangkan Alexa dengan cepat menyusul papanya yang menjauh dari ruang makan.

“Pa, Papa! What’s the problem? Why suddenly mad at Dave? (Ada masalah apa? Kenapa tiba-tiba marah pada Dave?)” Alexa yang berhasil menghentikan langkah Alan mencerca papanya dengan pertanyaan.

“Tell him to go! (Suruh dia pergi!)” Setelah mengatakan itu Alan masuk ke kamar dan mengunci pintunya membuat Alexa tidak bisa bertanya lebih lanjut mengapa papanya bersikap seperti tadi.

Pada akhirnya, Alexa kembali ke ruang makan dan mendapati Dave yang berdiri menunggunya. Dave tersenyum tipis mengisyaratkan dia baik-baik saja. Namun Alexa yakin suasana hati Dave sama seperti dirinya merasa takut hubungan mereka berakhir.

“Alexa, lebih baik aku pulang sekarang,” ucap Dave lembut.

Alexa mengangguk mengiyakan karena tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain membuat Dave pulang terlebih dahulu kemudian bertanya pada Alan mengenai sikapnya malam ini. Alexa mengantar Dave sampai pintu utama, ia memeluk pemuda jangkung yang kini berdiri di hadapannya.

“Dave, aku minta maaf atas sikap papa malam ini,” kata Alexa setelah melepaskan pelukannya.

“It's okay. Mungkin ada sesuatu yang membuat papamu belum bisa merestui hubungan kita.” Dave menyematkan anak rambut Alexa ke belakang telinga membuat wajah kekasihnya terlihat jelas.

“Aku sungguh-sungguh minta maaf, Dave.” Alexa menundukkan kepala merasa tidak enak hati pada Dave.

“Ya, tidak masalah, Sayang. Ah ya, aku rasa pertemuan dengan keluargaku besok ditunda saja bagaimana? Agar kamu bisa menenangkan diri dulu,” saran Dave, ia tidak ingin membebani Alexa yang sedang kurang baik.

“No. Besok aku akan tetap bertemu keluargamu, Dave.” Alexa menggelengkan kepala tidak setuju dengan saran Dave. Bagaimanapun mereka sudah merencanakan pertemuan keluarga ini dan Alexa tidak ingin mengacaukannya.

“Kalau begitu, besok aku jemput kamu. Hari ini kamu menginap di sini, kan?” tanya Dave.

“Aku menginap. Tapi kamu tidak perlu ke sini untuk menjemput. Besok kita bertemu di apartemenku saja,” kata Alexa, ia tidak ingin kejadian malam ini terulang besok jika papanya melihat Dave.

“Baiklah, kalau begitu aku pamit pulang.” Dave mengusap pucuk kepala Alexa sekilas kemudian melangkah menjauh.

Alexa memperhatikan Dave yang masuk mobil, kemudian mengemudikan mobil itu hingga hilang dari penglihatan Alexa. Helaan napasnya terdengar berat, ia kembali masuk rumah. Langkahnya mendekat pada pintu kamar Alan dan berhenti di depannya.

“Pa, buka pintunya.” Pintu kayu itu diketuk Alexa beberapa kali hingga suara kunci terdengar menandakan kini pintu tidak lagi terkunci.

Alexa masuk ke kamar Alan, suasananya tidak berubah. Setiap benda milik Xania yang berada di kamar ini masih tetap sama. Alexa melihat Alan yang berdiri menghadap jendela.

“Jauhi dia!” ucap Alan tegas.

Alexa bertanya, “But why?”

“Orang tuanya yang telah membunuh mama kamu.”

•To Be Continued•

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status