Drt! Drt!
Dissa mengalihkan pandangannya menuju sumber suara panggilan masuk dari ponselnya. Ia segera mengambil ponsel dari tasnya yang terletak di atas meja kerja Kenzo. Baru saja, Dissa melangkahkan kakinya menuju meja kerja Kenzo tetapi ia kalah cepat dengan dirinya. Kenzo berhasil lebih dulu mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan masuk dari ponsel Dissa.
"Hallo Dissa! Kau tenanglah disana, aku akan segera menyelamatkanmu," ucap Daniel dari balik ponselnya.
"Kau tak akan bisa menyelamatkannya, sebentar lagi, aku akan membuatnya menjadi milikku seutuhnya, hahaha..." sahut Kenzo melalui panggilan di ponsel Dissa.
"Jangan sentuh istriku! Atau akan aku bunuh kau menggunakan tanganku!" ancam Daniel.
"Hahaha... Kau lucu sekali," ucap Kenzo dari panggilan masuk di ponsel."Kau!" bentak Daniel.
"Tidak perlu mencarinya lagi, cepat atau lambat Dissa akan menjadi milikku. Lepaskan dia dan biarkan aku yang memilikinya," sahut Kenzo menoleh ke arah Dissa.
"Apa-apaan kau ini," ucap Dissa berusaha mengambil ponselnya dari genggaman Kenzo.
"Berikan padaku, aku ingin bicara dengan Daniel," teriak Dissa yang dapat di dengar jelas oleh seseorang yang menerima panggilan itu.
"Menyingkir lah dari hadapan ku!" bentak Kenzo hingga membuat Dissa terjatuh dan kepalanya terbentur mengenai ujung meja.
"Dissa," ucap Kenzo melepaskan ponsel dari genggamannya. Ponsel Dissa terjatuh di atas lantai dan mengakibatkan ponselnya terbelah menjadi dua.
Kenzo melangkahkan kakinya menuju Dissa dan ia merangkul tubuh Dissa dalam pelukannya.
"Dissa! Dissa!" panggil Kenzo seraya menggoyangkan tubuh Dissa dan mengusap wajah Dissa.
"Dissa, bangunlah! Jangan tinggalkan aku, hiks," ucap Kenzo dengan mengeluarkan buliran kristal yang membasahi wajah tampannya. Kenzo melihat ada aliran darah segar yang membasahi pelipis kepala Dissa.
Kenzo menghapus buliran kristal itu melalui telapak tangannya dan ia mulai mengendong tubuh Dissa dengan posisi bridal style.
Kenzo berjalan menuju pintu ruang kerjanya dan ia membuka pintu itu dan berjalan menuju lift mensionnya.
Di dalam mension mewah milik Kenzo terdapat 2 tingkat lantai dan juga memiliki ruang bawah tanah.Di bagian ruangan bawah tanah terdapat dua ruang kamar yang dimana satu untuk menyiksa musuh dan satunya untuk menyimpan senyata api biologis. Di lantai dasar terdapat 8 ruang kamar yang masing-masing terdiri dari 3 kamar utama dan 5 kamar khusus untuk para maid dan bodyguard. Di lantai tingkat satu terdapat 3 ruang kamar dan 1 ruang kesehatan. Di tingkat dua yang saat ini Kenzo dan Dissa huni terdapat 4 kamar yang terdiri atas 2 ruang kamar, 1 ruang kerja, 1 ruang olahraga yang biasa Kenzo gunakan untuk fitness.
Ting!
Pintu lift terbuka dan Kenzo langsung berjalan cepat menuju ruang kesehatan. Tadi, ia sudah menelpon dokter pribadi keluarga Albert yang siap siaga dalam mengobati keluarganya yang sakit.
"Cepat, tolong dia! Dia terluka parah," ucap Kenzo panik seraya membaringkan tubuh Dissa di atas tempat tidur.
Fras mengalihkan pandangannya dari Kenzo menuju seorang wanita yang dibaringkan Kenzo di atas tempat.
Seketika Fras terkejut menatap wajah wanita tuannya. "Tuan, bukankah dia mirip dengan wanita mu?" tanya Fras polos menatap Kenzo di depannya.
"Dia memang wanitaku, ia terlahir kembali dengan sosok jiwa yang berbeda." jawab Kenzo menatap kedua bola mata malas.
"Cepat obati dia, dia terluka!" perintah Kenzo dan dibalas anggukan oleh Fras.
"Tuan, sebaiknya anda tunggu di luar sana biar kami saja yang akan mengobatinya dengan semaksimal mungkin," ucap Fras berdiri di depan Kenzo.
"Baiklah, aku percayakan padamu. Lakukan dengan benar dan selamatkan dia agar tetap hidup bersamaku
Akhirnya, Fras pun mulai mengobati luka Dissa di bagian pelipis kepalanya dan dibantu oleh satu perawat wanita.
***
Sementara di tempat lain, Daniel yang baru menyelesaikan panggilan dari ponselnya. Ia merasa cemas dengan keadaan Dissa. Sebelum mematikan ponsel sepihak, ia mendengar suara Kenzo panik.
"Semoga saja tidak terjadi apa-apa," kata Daniel dalam hati.
"Kau kenapa?" tanya Budi yang sedari tadi menatap Daniel mondar-mandir dari ruangan kerjanya.
"Ak-ku khawatir dengan Dissa, tadi aku meneleponnya tetapi aku mendengar Kenzo berteriak memanggil nama Dissa," ucap Daniel menatap wajah Budi yang berdiri di sebelahnya.
"Jangan khawatir, aku sudah menemukan titik lokasi keberadaan Kenzo menyembunyikan Dissa. Kita cukup menyusun rencana agar kita tidak terjebak dengan permainan Kenzo," sahut Budi memberikan saran terhadap Daniel.
"Mari kita makan siang dulu dan setelah itu baru kita pergi ke titik lokasi mension Kenzo," ajak Budi.
"Baiklah." jawab Daniel singkat dan mengikuti langkah kaki Budi yang lebih dulu berjalan.
***
Pintu ruangan terbuka, Fras keluar dari pintu dan ia menatap Kenzo yang mondar-mandir sedari tadi menunggu dari luar ruangan.
Kenzo menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah Fras.
"Fras, apakah Dissa baik-baik saja?" tanya Kenzo berdiri di hadapan Fras.
"Oh, ternyata Dissa namanya," kata Fras dalam hati.
"Alhamdulillah, pendarahan pada pelipis di bagian kepala Dissa dapat dihentikan. Tidak ada luka serius di bagian dalam, hanya luka kecil saja pada bagian luar," jelas Fras panjang lebar di depan Kenzo.
"Hm... Bisakah aku masuk sekarang?" tanya Kenzo menghiraukan penjelasan Fras.
"Iya, silahkan tuan." jawab Fras.
Kenzo pun masuk ke dalam ruangan, ia melihat seorang wanita yang terlihat pucat tetapi tetap cantik sedang terbaring lemah di atas ranjang tidur. Di sebelah tangan kirinya di infus dan pada bagian hidung diberikan alat bantu oksigen. Kenzo melangkahkan kaki mendekati tempat ranjang Dissa. Diusapnya kepada Dissa dengan kasih sayang. Ia melihat di kepala Dissa terdapat perban putih yang terbalut untuk menutupi lukanya.
"Maafkan aku," ucap Kenzo pelan.
"Ini semua salahku membuatmu terjatuh hingga terluka seperti ini," lanjut Kenzo.
"Aku jahat! Aku memang jahat! Tapi kau milikku Dissa," ucap Kenzo tegas.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Kenzo menatap jari kiri Dissa bergerak dan sedikit demi sedikit Dissa membuka kedua bole matanya. Kenzo yang melihat Dissa sadar dari tidurnya, ia berdiri dari duduknya.
"Apakah masih terasa sakit?" ucap Kenzo menatap Dissa yang membuka kedua bola matanya yang sedang menelusuri setiap ruangan yang sedang ditempatinya.
Kenzo yang mengerti itu, ia mulai menjelaskan. "Kau tenanglah, saat ini kau berada di mensionku tepatnya di ruang kesehatan. Tadi, kau terjatuh dan tak sadarkan diri. Aku memanggilkan dokter pribadi keluarga Albert untuk mengobatimu. Beristirahatlah, besok kita akan melangsungkan acara pernikahan kita bersama tamu mayat hidup di dunia yang aku buat nanti," ucap Kenzo menatap tajam ke arah Dissa.
"Aku tidak mau!" tolak Dissa cepat dan ia membalas tatapan tajam itu.
"Kau harus mau karena kau milikku!" bentak Kenzo.
"Aku bukan milikmu," ucap Dissa membalas tatapan tajam Kenzo yang berdiri di depannya.
"Tapi aku tetap menginginkannya! Dan ingin sekali bertemu dan meminta pada Beri. Tapi, Kak Beri melarangku untuk pergi kekampus selama tiga hari." keluh Mini. "Kau tenang saja! Masalah Beri biar aku yang menanganinya," ucap Novi. "Besok aku yang akan meminta maaf kepada kamu sekaligus berterima kasih kepada kamu." "Benarkah?" tanya Mini, yang dijawab anggukan kepala oleh Novi. "Terima kasih Novi, aku sangat beruntung bisa memiliki sahabat sepertimu." tubuh mini memeluk Novi. "Aku juga beruntung memiliki sahabat sepertimu." balas Novi, dengan tersenyum. Sementara itu dari kejauhan, Pak Lang menatap pada Nona Mini dan Nona Novi yang sedang berbicara.Dengan tersenyum, Pak Lang langsung melaporkan kejadian yang dilihatnya kepada Nyonya Dila. Karena sudah menjadi tugas Pak Lang untuk melaporkan segala sesuatu yang terjadi dimansion utama tanpa ada yang disembunyikan. keesokan harinya, seperti yang sudah terlihat Novi kepada Mini. Saat ini Novi sudah
Akhirnya Mini dan Rangga pulang ke mension dan sepertinya dewa Fortuna tidak berpihak pada Rangga. Perlahan Mini membuka pintu kamar mandi, sambil menyembunyikan tubuhnya dibalik pintu. Sebab, ia merasa malu dengan tubuhnya yang tidak mengenakan apa pun. "Kak, aku menstruasi."lirih Mini. "Menstruasi?"tanya Rangga sambil berfikir dan langsung menepuk keningnya saat sadar apa dari kata menstruasi. "Kenapa sekarang harus keluar? Apa tidak bisa dihentikan dulu?"keluh Rangga menatap kearah miliknya yang masih berdiri tegak karena belum tersalurkan sama sekali. "Dihentikan? Memangnya air yang bisa dihentikan!" Sungut Mini.*** Mension Keluarga Richard. Novi yang baru pulang dari kantor bersama Diki, langsung ditarik oleh Mini kehalaman belakang mansion. Mini sudah tidak sabar untuk menceritakan semua yang terjadi pada hari ini. Dari sejak kejadian dikampus, sa
keesokan harinya. Rencana yang sudah disusun rapi dari kemarin oleh Diki, Novi, Mini dan Beri langsung dijalankan oleh Beri dan juga Mini. Di area kampus, mereka selalu jalan berdua. Membuat semua mahasiswa yang lain ikut iri dengan wanita Beri yang bisa jalan bersama blasteran secantik Mini. Sedangkan Beri yang selalu bercita-cita memiliki seorang istri blesteran agar bisa mengubah keturunannya, merasa sangat bahagia dekat dengan Mini. Walaupun kedekatan mereka hanya karena sebuah misi, tapi Beri berusaha untuk menjadi teman dan sahabat yang baik untuk Mini. Sementara itu diperusahaan Dimitri. Rend. Rangga kembali mendapatkan informasi dan foto-foto Mini dengan seorang pria. "Ini kan pria yang kemarin?" gumam Rangga menatap foto Mini bersama Beri yang sedang duduk di kursi taman kampus. Rangga terdiam sewaktu-waktu dan langsung meletakan ponselnya. Ada perasaan marah dalam diri Rangga saat melihat Mini kembali dekat dengan pria yan
Kafe Buaya DaratSetelah sempat mengunjungi halaman parkir kampus. Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke cafe Buaya Darat yang berada di jalan JI. Senopati yang tidak jauh dari tempat kampus tersebut. Mereka berempati berbicara dengan sangat serius, terutama Novi yang sangat bersemangat untuk menjalankan misi yang ada di kepalanya. "Jadi, bagaimana Ber?" tanya Novi. "Kau mau membantu Mini?" pinta Novi dengan wajah yang penuh harap. Beri menatap kearah Novi dan Mini secara bergantian, lalu menghela nafasnya dengan berat. "Kenapa setiap kali bertemu denganmu, aku selalu dimintai tolong!" gumam Beru dengan menggarukan kepalanya yang tidak gatal. "Tapi Nov, kalau pun Beri mau membantuku untuk membuat Kak Rangga cemburu. Bagaimana caranya?" tanya Mini. "Kita tidak boleh membawa orang luar kedalam mansion utama? Lalu, bagaimana bisa Kak Rangga melihatku dengan Beri?" tanya Mini dengan mengerutkan kening
Tiga hari kemudian. Novi yang diperbolehkan untuk ikut kekampus Mini, merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa terbebas dan tidak berada didekat Diki. Namun rasa bahagia itu lenyap seketika saat Novi memasuki mobil yang ternyata sudah ada Diki yang duduk di kursi penumpang dengan gaya coolnya. "Aku kira kau tidak ikut bersama kami!" gerutu Novi pada Diki, sambil menatap malas menjnu suaminya terlihat datar tanpa ekspresi apa pun. Sementara Mini sudah duduk didepan bersama dengan Leo yang menyetir mobil. "Mana mungkin aku membiarkan istri tercintaku pergi sendirian!" Dafa menatap kearah Novi dengan seringai licin diwajahnya."Kau itu tidak bisa membedakannya ya! Mana yang pergi sendiri? Mana yang pergi berdua? Aku kan pergi bersama Mini!" protes Mini dengan mengerucutkan keinginannya. "Sayang kau jangan protes! Atau kita akan pergi ke kantorku saja!" ancam Diki. "lya... Iya. Tapi kau tunggu di mobil! Jangan
"Ah iya, boleh aku minta susu hangat." pinta Novi. "Susu hangat?" tanya Pak Lang dengan tatapan heran karena setahu Pak Lang, Nona Novi tidak suka susu. "Pak Lang!" seru Novi. "Baik Nona." Pak Lang langsung berjalan kedapur. "Aman." Novi mengusap punggungnya,l dan bersiap kembali untuk menguping. "Apa mereka sudah tidur ya?" gumam Novi karena dari tadi tidak mendengar apapun dan dari arah belakang, Novi merasa bahunya di tepuk oleh seseorang. "Taruh saja di meja Pak," ujar Novi tanpa menengok kearah belakang. Namun bahunya kembali ditepuk dari belakang. Membuat Novi merasa sangat kesal. "Aku sudah bilang taruh saja di --" Novi langsung terdiam saat melihat orang itu yang menepuk bahunya adalah Diki. "Sayang." Novi langsung tertawa dengan kaku. "Sedang apa kau disini?" tanya Diki dengan dingin. "Aku... Aku sedang menguping." jawab Novi sambil berl