Begitu mengetahui suaminya diam tidak bergerak, Miranti berlari kearah pintu kamarnya. Dia pun langsung membuka pintu itu.
"Tolooonnnggg.....!!!" Teriaknya dengan keras.
Mendengar teriakkan dari arah kamar tidur Miranti, beberapa orang yang berada didalam rumah berlari menuju kamar Miranti. Termasuk seorang perempuan berumur setengah abad itu. Dia berlari kearah kamar anak satu-satunya yang sangat dicintainya.
Begitu sampai didepan pintu kamar anaknya, perempuan itu sudah melihat tiga orang sudah berkerumun didepan pintu.
"Ada apa Mira?" Tanya ibunya Miranti.
"Mas Bondan Bu! Mas Bondan!!" Teriak Mira.
"Bondan kenapa Mira?" Tanyanya.
Tanpa menjawab pertanyaan ibunya, Mira berlari kedalam kamarnya sambil menangis. Ibunya Mira dan ketiga orang lainnya ikut menyusul Mira masuk kedalam kamarnya.
"Ya Allah!!! Apa yang terjadi dengan suamimu, Mira? Seru ibunya Miranti.
"Sehabis Kami makan dan minum, tiba-tiba Mas Bondan seperti tercekik kesakitan!" Balas Mira sambil menangis sesenggukan.
"Dia pasti keracunan! Biar Aku cek!" Seru orang lelaki. Lalu Dia bergegas menghampiri tubuh Bondan yang terlentang diatas lantai. Kemudian lelaki yang bukan lain kakak kandung bapaknya Mira, mengecek denyut nadi dileher dan pergelangan tangan kiri Bondan. Masih belum puas, Pakdhenya Mira mengecek denyut jantung didadanya. Setelah beberapa kali mengecek keadaan ditubuh Bondan, Pakdhenya Mira bersuara.
"Innalilahi wainailaihi roji'un! Suamimu sudah meninggal dunia, Miranti!" Ucapnya.
"Innalilahi wainailaihi roji'un!" Ucap ibunya Mira, dan dua orang lainnya.
"Tidak! Tidak mungkin! Mas Bondan tidak mungkin meninggal!" Mira berteriak histeris.
"Coba cek sekali lagi Pak!" Pinta perempuan yang bukan lain adalah Budhenya Miranti. Mendengar ucapan istrinya, lelaki yang bernama Suwito itu kembali mengecek denyut nadi dileher Bondan.
"Benar Bu, Bondan sudah meninggal!" Balas Pakdhe Suwito.
"Ya Allah, menantuku!! Mira, sebenarnya Kalian tadi makan apa?" Seru ibunya Miranti.
"Kami makan nasi, ayam, sama sayur Bu! Itu sisanya masih ada di meja!" Balas Mira sambil menangis sesenggukan.
Mendengar ucapan Mira, ketiga perempuan itu mendekati meja dimana terdapat sisa nasi diatas wakul, sayur diatas piring, dan sepotong ayam goreng.
"Pasti makanan ini beracun!" Seru perempuan muda yang berdiri disamping ibunya Mira. Pakdhe Suwito yang sudah berdiri disampingnya, langsung memegang nasi diatas wakul.
"Kalau nasi dan sayur ini beracun, tapi kenapa Miranti baik-baik saja?" Tanya Pakdhe Suwito.
"Dari minumannya Pakdhe! Minumannya yang mengandung racun!" Seru perempuan muda itu.
"Betul yang Kamu katakan Fitri! Salah satu diantara kopi dan teh ini pasti mengandung racun! Miranti, tadi suamimu minum apa?" Tanya Pakdhe Suwito sambil menengok kearah Mira.
"Kopi! Mas Bondan tadi minum kopi!" Balas Mira.
"Tidak salah lagi, pasti kopi hitam ini yang mengandung racun!" Seru Pakdhe Suwito.
"Siapa yang membuat kopi ini, Mira?" Tanya ibunya Mira dengan keras.
"Bi Tinah! Bi Tinah yang membawa makanan dan minuman itu ke kamar ini!" Balas Mira sambil terus menangis.
"Bi Tinah?" Seru ibunya Mira dan budhenya berbarengan.
"Cepat panggilkan Bi Tinah kesini, Fitri!" Perintah ibunya Mira.
"Iya Budhe!" Balas Fitri. Lalu berlari keluar kamar menuju dapur.
"Aku mau panggil Bapakmu dahulu, Mira!" Seru Budhenya Mira yang bernama Jariyah. Lalu perempuan itu berlari keluar kamar menuju teras depan rumah. Dimana adik kandungnya berada bersama beberapa orang laki-laki.
"Jatmiko, ayo ikut Aku ke kamarnya Mira." Bisik Budhe Jariyah ditelinga bapaknya Mira.
Mendengar bisikan kakak kandungnya, bapaknya Mira yang bernama Jatmiko langsung bangkit berdiri. Mereka pun berjalan menuju kamar tidur Mira. Sambil berjalan Budhe Jariyah menceritakan apa yang dialami oleh Bondan. Dengan perasaan sangat kaget, Pak Jatmiko berlari menuju kamar anak semata wayangnya.
Sementara itu, sebelum Pak Jatmiko dan Budhe Jariyah sampai didalam kamar Mira, Fitri sudah kembali kedalam kamar Mira bersama seorang perempuan yang rambutnya sudah banyak ubannya. Dia adalah Bi Tinah. Melihat Bi Tinah masuk kedalam kamar, ibunya Mira yang sedang duduk memeluk putrinya ditepi ranjang, seketika langsung berseru.
"Bi, apa benar Kamu yang telah membuat kopi hitam untuk Bondan, menantuku?" Tanya ibunya Mira yang bernama Sartika.
"Betul nyonya! Tapi Saya membuatnya seperti biasanya. Tadi kopinya juga sama dengan yang Saya buat untuk para tamu!" Jawab Bi Tinah ketakutan.
"Tapi kenapa setelah meminum kopi hitam itu, Bondan langsung keracunan dan meninggal?" Tanya Bu Sartika dengan keras.
"Innalilahi wainailaihi roji'un! Mas Bondan sudah meninggal, Bu? Saya sama sekali tidak tahu, mengapa Mas Bondan bisa keracunan, Bu!" Jawab Bi Tinah dengan tubuh gemetaran.
"Bohong!!! Jelas-jelas Bi Tinah yang Aku perintah untuk membuat minuman itu!!!" Teriak Miranti.
"Sabar Mira, Kita bisa bicarakan masalah ini dengan tenang!" Pinta Pakdhe Suwito.
"Bagaimana bisa tenang Pakdhe, sedangkan suami yang Aku cintai meninggal dengan tragis begini!!!" Balas Mira dengan keras. Lalu air matanya mengalir dengan deras.
Sebelum ada yang kembali bersuara, tiba-tiba Pak Jatmiko sudah berdiri didepan pintu. Dan seorang perempuan yang bukan lain adalah Budhe Jariyah, berdiri disampingnya.
"Bondan!!! Mengapa Kamu menjadi seperti ini???" Teriak Pak Jatmiko sambil berlari menghampiri tubuh menantunya itu.
Setelah memandangi tubuh Bondan yang mengenaskan, tiba-tiba Pak Jatmiko berbalik badan menghadap kearah Bi Tinah.
"Kata Mbakyuku Kamu yang telah memberikan minuman itu kepada Mira dan Bondan. Apa itu betul, Bi Tinah?" Tanya Pak Jatmiko sambil menatap tajam wajah Bi Tinah.
"Memang benar, Saya yang membuat minuman itu Tuan. Tapi Demi Allah! Saya sama sekali tidak tahu mengapa Mas Bondan bisa keracunan!" Jawab Bi Tinah yang ketakutan. Keringat dingin membasahi wajahnya yang keriput.
"Jangan bawa-bawa nama Tuhan hanya untuk membela diri!!" Teriak Pak Jatmiko penuh amarah. Telapak tangan kanannya dilayangkan kearah pipi kiri Bi Tinah.
Pplllaaaaakkkkk.....!!!
Tamparan keras telak memgenai pipi kiri Bi Tinah. Seketika tubuhnya terjengkang kebelakang. Seketika air matanya mengalir dipipinya.
"Apa Tuan Jatmiko dan Bu Sartika tidak percaya dengan Saya selama ini? Lebih dari dua puluh tahun Saya mengabdi di rumah ini, apa pernah Saya berbuat jahat dengan Kalian? Mencuri satu perak pun Saya tidak pernah, apalagi membunuh orang!!!" Teriak Bi Tinah dengan berderaian air mata.
"Namanya manusia, hatinya bisa berubah-ubah! Akan Aku jebloskan Kamu kedalam penjara, Tinah!" Teriak Pak Jatmiko sangat marah.
"Tega sekali Tuan kepada Saya! Apa ini balasan pengabdian Saya selama ini?" Tanya Bi Tinah.
Tanpa menjawab pertanyaan Bi Tinah, Pak Jatmiko keluar dari dalam kamar menuju meja kecil yang diatasnya terdapat telepon rumah.
"Hallo, selamat malam Pak!" Seru Pak Jatmiko begitu seseorang mengangkat panggilan teleponnya.
"Selamat malam, polres Kota Surabaya. Ada yang bisa dibantu Pak?" Balas seseorang dalam telepon.
"Tolong datang ke rumah Saya di jalan Kartini nomor 44 Pak. Ada pembunuhan yang menimpa menantu Saya!" Ucap Pak Jatmiko.
"Baik Pak. Kami akan segera kesana!" Jawab laki-laki itu, yang ternyata adalah seorang polisi.
"Baik Pak, terima kasih." Ucap Pak Jatmiko. Lalu Dia memutus panggilan teleponnya.
Setelah menelepon pihak kepolisian, Pak Jatmiko kembali berjalan menuju kamar tidur Miranti. Dia menghampiri kakak iparnya.
"Mas, tolong katakan sama dalangnya untuk memberhentikan pertunjukan. Dan bubarkan warga!" Perintah Pak Jatmiko.
"Ya Jat!" Balas Pakdhe Suwito. Lalu Dia berjalan keluar kamar menuju halaman depan rumah. Dimana pertunjukan wayang kulit digelar.
Setelah meninggalkan rumah Bu Sartika, Ricky mengendarai mobilnya menuju rumah tahanan yang berada di Kota Surabaya. Hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit saja, akhirnya mereka sampai ditempat yang ditujunya. Setelah memarkirkan mobilnya, Ricky dan Kinan bergegas turun dari mobil. Mereka pun berjalan menuju tempat pendaftaran besuk narapidana. Setelah mendapatkan nomor antrian, mereka berdua duduk diatas kursi yang telah disediakan. Sekitar 45 menit berlalu, akhirnya nomor milik Ricky dipanggil oleh petugas yang berjaga. Ricky dan Kinan pun bangkit berdiri. Lalu mereka menghampiri petugas itu. Setelah menyerahkan nomor yang dipegangnya. Ricky diminta untuk menitipkan KTP miliknya. "Mari Mas, Mba, ikuti Saya!" Ucap seorang petugas. Ia pun berjalan menuju ruang besuk. Sedangkan Ricky dan Kinan mengikuti dibelakangnya. "Silahkan tunggu saja disini. Saudara Jatmiko akan Saya panggil!" Ucapnya ketika sampai di ruang besuk. "Baik Pak." Balas Ricky. Ricky dan Kinan pun duduk d
Pagi itu, setelah selesai sarapan, mandi, dan berpakaian, Ricky dan Kinan terlihat keluar dari dalam rumah. Mereka berjalan menuju jalan raya. Begitu sampai ditepi jalan raya, Ricky menghentikan laju sebuah taksi yang akan lewat didepannya. Ketika taksi itu berhenti, Ricky dan Kinan pun bergegas menaiki taksi tersebut. Setelah mendapat petunjuk dari Ricky, supir taksi itu pun kembali menginjak pedal gas dengan kuat menuju tempat yang ditujunya. Sekitar 40 menit didalam perjalanan, akhirnya mereka sampai ditempat yang ditujunya. Setelah membayar kepada supir taksi itu, mereka berdua pun turun dari atas taksi. Mereka berdua berjalan menuju pintu depan sebuah rumah yang masih beralaskan tanah. Tokkk...tokkk...tokkk... "Assalamu'alaikum." Salam Ricky. "Wa'alaikumsalam." Jawab seorang perempuan dari dalam rumah itu. Tidak berapa lama, pintu didepan Ricky terbuka dengan perlahan. Begitu pintu terbuka, terlihat seorang perempuan muda berdiri di balik pintu. "Mas, Mba! Bagaimana k
Ketika Ricky dan Kinan sedang menikmati bulan madu di Pulau Bali, Bu Sartika mulai merasa was-was. Pasalnya, sudah beberapa hari sejak Ricky datang ke rumahnya, Ricky tidak pernah menelepon dirinya lagi. Padahal janjinya sewaktu bertemu dengan Bu Sartika, dua minggu lagi Ricky akan menikahi Bu Sartika. "Kok Ricky tidak pernah menelponku ya? Padahal janjinya ia akan menikahiku minggu besok! Aku harus memastikan kapan Ricky akan datang melamarku!" Ucap Bu Sartika seorang diri. Perempuan itu pun bergegas menuju telepon yang berada di ruang keluarga. Setelah mengangkat gagang teleponnya, ia pun menekan nomor telepon rumah Ricky sesuai yang tertulis didalam buku telepon. Setelah panggilannya tersambung dengan nomor teleponnya Ricky, Bu Sartika menunggu Ricky mengangkat panggilan teleponnya. Ia sangat berharap agar Ricky segera mengangkatnya. Namun kenyataan tidak sesuai dengan keinginannya. Setelah menunggu beberapa saat, Ricky tidak kunjung mengangkat panggilan teleponnya. Sampai
Hari itu adalah hari yang dinanti-nantikan oleh Kinan dan Ricky. Pasalnya, pada hari itu mereka akan melangsungkan pernikahannya. Namun acara pernikahan mereka digelar secara sederhana. Halaman depan panti asuhan terlihat sudah dipasang tenda biru dan dihiasi dengan janur kuning mengelilingi tenda tersebut. Kursi-kursi juga sudah ditata dengan rapi dan teratur. Ketika jam dinding menunjukkan pukul 08.51 WIB, terlihat satu persatu para tetangga panti asuhan mulai berdatangan. Bu Khotijah pun menyambut dengan ramah tamah. Berdiri disamping Bu Khotijah dua orang laki-laki. Mereka berdua bukan lain adalah kakak dan adik kandung Bu Sartika. Sebenarnya Bu Sartika mempunyai empat saudara kandung. Namun kedua kakak perempuannya, telah meninggal dunia. Yaitu kakak kandung pertama dan kedua. Begitu berada dibawah tenda biru itu, para tamu tetangga panti asuhan duduk diatas kursi yang telah disediakan. Sekitar 20 menit berlalu, kursi-kursi itu pun sudah dipenuhi oleh para tamu. Tapi Bu K
Malam itu, Ricky terlihat sangat tampan dan gagah dengan memakai pakaian kemeja berwarna biru. Rambutnya yang gondrong diikat dengan karet dibagian belakang. Setelah bercermin didepan lemari yang berada didalam kamarnya, dan merasa penampilannya sudah cukup rapi, Ricky pun bergegas menuju mobilnya yang berada di carport rumahnya. Begitu menaiki mobilnya, ia pun langsung mengendarainya dengan kencang menuju suatu tempat. Didepan sebuah tempat, Ricky menghentikan laju mobilnya. Ricky pun bergegas turun dari mobil dan berjalan menuju bagian depan tempat itu, yang ternyata adalah sebuah toko kue. Ricky pun dengan cepat memilih beberapa macam kue. Setelah merasa cukup banyak, Ia pun langsung menuju ke kasir. Setelah membayar kue-kue yang dibelinya, Ricky kembali menuju mobilnya, dan kembali mengendarainya menuju tempat berikutnya. Setelah sekitar 15 menit didalam perjalanan, akhirnya Ricky sampai didepan tempat yang menjadi tujuannya. Tempat itu sudah tidak asing lagi bagi Ricky. T
Setelah pergi meninggalkan rumah tahanan, Bu Sartika kembali menemui Ricky di panti pijat miliknya. "Siang sayang!" Sapanya. "Siang juga sayang! Hari ini, kayaknya Kamu lagi gembira sekali nih!" Serunya. "Dibilang gembira, memang hari ini Aku lagi gembira. Tapi dibilang sedih, Aku juga masih ada sedih." Balasnya. "Apa yang membuatmu bergembira? Dan apa yang membuatmu bersedih?" Tanyanya. "Yang membuatku bergembira dan bahagia adalah Aku resmi bercerai dengan suamiku. Sedangkan yang membuatku bersedih adalah kini Aku berstatus sebagai seorang janda." Balasnya. "Aku sangat senang sekali mendengar kabar darimu, sayang! Masalah Kamu sekarang jadi seorang janda, jarang terlalu dipikirkan. Aku akan segera menikahimu, sayang!" Ucapnya. "Kapan sayang?" Tanyanya. "Dua minggu lagi. Bagaimana menurutmu?" Tanyanya. "Aku sangat setuju sekali, sayang! Lebih cepat lebih baik. Aku sudah tidak tahan kalau berjauhan darimu, sayang!" Balasnya. "Iya, Aku juga setiap hari selalu terb