Semenjak bekerja di sebuah perusahaan seni, Karina kerap diteror manusia setengah iblis. Bersama Kennar--sang pemilik perusahaan, keduanya lalu diam-diam mencari tahu siapakah sosok manusia setengah iblis tersebut Dalam misi mencari tahu itulah Karina dan Kennar dilanda virus bernama cinta.
View MoreBab 1
Aku mengamati patung yang terakhir. Remang sekali sehingga sulit menilik benda itu. Terpaksa kumaksimalkan daya pandang.
"Hiii ...." Aku terperanjat lalu otomatis mundur jauh.
Mata patung itu hidup. Bergerak seperti netra manusia. Sialnya aku merasa tidak asing. Tapi mata siapa?
Aku maju lagi setelah menguatkan diri, mendekati patung manusia tersebut.
"Kau belum pulang?"
Deg!
Jantung ini serasa berhenti. Suara Feli mengejutkanku.
"Ah, ya, belum!" jawabku kaget. Rasa takut dan bingung bercampur. Sejak kapan wanita paruh baya itu di sini? Bukankah dia sudah pulang dari tadi? Aneh.
Kututup patung tadi dengan selembar kain. Mencegah agar debu tidak melekat. Kemudian aku merogoh kunci motor dari saku celana, berniat bergegas keluar kantor.
"Aku pulang duluan, ya. Masih mau di sini?" tanyaku pada Feli.
"Ya," sahutnya ketus. Kami bertemu pandang. Bola matanya berkeliaran tanpa arah. Jadi kupercepat langkah, meninggalkannya tanpa niat menoleh lagi.
Aku terpaku saat kulihat tidak ada kendaraan lain di garasi, kecuali motorku. Jika benar Feli sudah pulang, lantas siapa tadi di dalam? Seketika bulu kudukku meremang.
Brummm ... hanya dengan sekali tarikan, kuda besiku meluncur cepat. Meninggalkan kantor, bangunan tua yang pengap.
***
Aku Karina. Berprofesi sebagai Collector di Rajo Art. Sebuah perusahaan seni di mana aku bekerja mengumpulkan kerajinan budaya dari pedesaan untuk dipasarkan lagi oleh bagian marketing. Kelihatannya gampang, tetapi menilai estetika sebuah kerajinan memiliki kesulitan tertentu.
Parasku bisa dibilang seperti wanita kebanyakan, tidak terlalu cantik, tetapi juga tidak seburuk itu. Tinggiku sedang dengan tubuh tidak terlalu gemuk.
Kini aku berusia 20 tahun. Seharusnya masih menikmati indahnya bangku kuliah. Namun, karena kedua orang tuaku telah meninggal, maka kuputuskan untuk langsung bekerja. Mereka meninggalkan sebuah toko kecil yang kini dikelola oleh, Kia, adik semata wayangku.
Boleh curhat? Aku belum pernah jatuh cinta.
***
Sore ini, usai pulang kantor, aku duduk di ruang keluarga, menonton televisi hingga jam di dinding menunjukkan pukul 24.00.
Di luar sana, sunyi mencekam suasana.
Tek ... tek ... tek ... irama jarum jam terdengar di sela volume televisi yang sengaja kusetel rendah. Mematikan lampu saat nonton sudah menjadi kebiasaanku, ini membuat tontonan lebih seru.
Serial lama Warkop DKI dengan lighting yang tak sebagus sekarang, membuat mata bekerja dua kali lebih keras. Namun, terbayarkan oleh kelucuan yang membuatku berderai tawa.
Beberapa menit kemudian aku mendekap karena dinginnya angin malam yang menusuk masuk melalui jendela. Jadi aku bangkit dari kursi, lalu pergi menutup gorden yang masih terbuka.
Srettt ... srett ... kutarik gorden yang terakhir. Tapi pandanganku malah beralih pada sesosok bayangan yang berkelebat cepat di luar sana. Siapa itu? Testa lalu menempel pada kaca jendela sementara mataku mencari sosok itu.
"Karina ... Karina ...."
Kini terdengar suara memanggil. Seperti suara wanita.
Aku menutup telinga, sialnya suara itu malah makin mengggema dalam gendang kecilku.
"Karina ...." kali ini terdengar lembut dan menggetarkan bulu kuduk.
Kusingkapkan tangan yang menempel di pendengaranku.
Mencoba mendengar lagi.
Namun, tiba tiba ...
Klik!
televisi mati dengan sendirinya. Gelap total.
Sementara dekat sofa, berdiri wanita telanjang dengan rambut menutupi sebagian wajah.
Suanggi.
Aku berteriak histeris.
Tak pakai lama. Kuterjang meja, dengan sumpit berlari ke kamar. Membanting daun pintu. Terjun bebas ke kasur dan menarik selimut sampai menutupi kepala.
Jantungku berpacu cepat. Napas tak lagi beraturan. Sejak bekerja di kantor itu, aku jadi sering mengalami gangguan suanggi. Sejenak, wajah Feli melintas di benakku. Mungkinkah dia suanggi? Perangainya di kantor cukup misterius bukan?
Kuraih gawai yang beberapa jam menganggur. Menyentuh icon bundar bernama g****e.
Suanggi adalah manifestasi iblis yang menyatu dengan manusia karena faktor keturunan dan atau bersekutu dengan iblis.
Ponsel terkulai di sisi tubuh rampingku. Benda itu masih menyala sementara aku telah hanyut lelap. Tentu saja belum selesai membaca artikel tersebut.
Satu jam berlalu.
Sekitar pukul dua tengah malam, aku terjaga. Lolongan anjing sahut-menyahut di luar sana. Memperdengarkan raungan sedih. Menyayat. Konon, pertanda kehadiran makhluk gaib.
Aku bangkit dari pembaringan. Menuju jendela tak berpenutup. Mengintip dari balik terali. Sinar purnama menyinari halaman dengan sempurna dan aroma bunga sedap malam menyeruak tajam.
"Aingg" -------- suara teriakan terbungkus angin kencang, menghunjam keras pundakku.
Brukk ... Aku jatuh saat itu juga. Ambruk ke lantai.
Napas seseorang terdengar kasar. Perlahan aku merangkak menuju jendela dan mendongak.
Bufff ... wanita bugil dengan senyum menyeringai hinggap di sana. Seperti kera ia bergelantung. Setiap kuku runcingnya mencengkram kuat bingkai besi itu. Kemudian ia meloncat, menembus terali dan hendak menerkamku.
Aku bergerak ke samping sembari berteriak maksimal karena ketakutan. Suanggi itu malah melesat terbang ke udara. Ia hilang begitu cepat. Lalu malam berlalu dengan misterinya.
***
Bab 31Seminggu kemudian, aku dan Kennar tengah berdiskusi ringan saat Helga memanggil lewat sambungan intercom antar ruangan."Selamat pagi, ya bagaimana?" Kennar menjepit telepon di antara telinga dan bahu."Tuan, seorang wanita hendak bertemu anda. Apa sudah buat janji dengannya?" Suara Helga seperti biasa terdengar nyaring."Ya, Helga. Dia calon manager yang baru. Tolong antar dia ke sini.""Siap, Tuan."Tok ... tok ..."Silahkan masuk." Aku menyahut pelan, sementara Kennar sibuk mempersiapkan surat kontrak kerja.Helga mendorong pintu, lalu seorang wanita dengan tinggi sekitar 160 cm melangkah masuk. Helga mengedipkan mata dan memamerkan senyum kekuningan sebelum menutup pintu dan berlalu pergi."Selamat pagi, saya Ellen." Wanita itu memberi salam."Ya, Ellen, duduk di sini." Aku menunjuk pada kursi putar berukuran sedang yang ada di depan meja kami.Ellen tersenyum ramah lalu menarik kursi dan mendudukinya. Dia cantik dan elegan. Kulit kuning langsat, berbulu mata lentik dan hid
Bab 30Dua bulan setelahnya, banyak hal berubah.Kantor tua itu akhirnya kami jual. Kantor yang baru jauh lebih modern, bahkan cenderung mewah. Tidak ada lagi lorong-lorong gelap dan blind spot yang menakutkan. Semua sudut kantor nampak terang dan segar. Berdinding kaca dan banyak ventilasi udara. Sistem kerja pun jauh lebih canggih. Buku daftar hadir karyawan beralih ke 'finger print attendance'. Marketing sistem juga menggunakan internet bukan lagi koneksi manual.Dan, tentu saja aku bukan lagi karyawan, tapi owner cantik yang selalu mendampingi sang direktur. Satu hal penting yang belum terisi yaitu posisi manager yang dulu dipegang oleh Feli. Untuk posisi ini, kami tidak merekrut sembarang orang karena membutuhkan pengalaman dan keahlian khusus.Sampai saat ini, kami masih menyeleksi beberapa kandidat yang diajukan oleh sebuah biro personalia. Biro yang merekomendasikan sosok-sosok unggul dalam dunia kerja.Aku masih berkutat dengan layar laptop saat Kennar masuk ke ruang direkt
Bab 29Beberapa hari setelah itu, Kennar memberitahukan kabar gembira. Pak Geri sembuh total. Tentu ini membuat heran para tim medis yang menanganinya di Singapura. Bagaimana tidak? Dari hasil rontgen, banyak organ dalam yang rusak parah dan sulit disembuhkan. Tapi toh secara ajaib dia sembuh.Sukar dimengerti secara medis. Namun, bisa dijelaskan dengan cara yang berbeda.Jadi saat kami melenyapkan Feli, tanpa sengaja kami juga telah menyembuhkan Pak Geri. Saat Suanggi binasa maka semua santet yang dia lakukan pada orang lain akan musnah pula.Itulah sebabnya aku bersikeras untuk terus berfokus agar Feli cepat dilenyapkan. Karena aku tahu, Pak Geri hanyalah salah satu korbannya. Di luar sana, ada banyak orang yang juga diserang oleh Suanggi itu. Diteror dan organ dalam mereka dimakan. Mereka adalah teman kost, tetangga dan sesama karyawan yang tidak berani melawannya.Aku yakin, kini mereka semua kembali normal. Sehat seperti sedia kala dan aku bahagia telah berperan di atas semuanya
Bab 28Di depan pintu kamar di mana jasad Feli berada, sudah berdiri dua karyawan Villa. Wajah mereka yang terlihat tegang dan bingung membuat kami mempercepat langkah."Apa yang terjadi?" Kennar memelototi mereka."Ah, Tuan. Itu ... tikus itu sedang berusaha masuk ke lubang perut wanita yang dibawa Tuan sore tadi. Kami mengecek keamanan Villa dan menemukan pintu kamar terbuka sedangkan Tuan tidak ada di dalam.""Tolong jangan sebarkan apa yang kalian lihat ini. Aku akan menjelaskannya nanti." "Baik, Tuan. Apa anda perlu bantuan?" tanya salah satunya."Ayolah jangan membuang waktu. Kita harus segera melenyapkan Feli." Aku menimbrung pembicaraan mereka."Baiklah," ucap kedua karyawan Villa itu dengan anggukan setuju.Di atas dipan, tubuh Feli masih teronggok dengan lubang besar di perut. Lubang yang telah ditimbuni ramuan, gunting, pisau, peniti dan jarum. Tentu sulit bagi si tikus untuk masuk ke dalamnya. "Bagaimana tikus ini bisa keluar dari lemari? Aku bahkan telah mengunci lemari
Bab 27Sepasang Suanggi melangkah masuk. Yang satu wanita telanjang, berwajah keriput dengan rambut berombak panjang hingga ke betis. Yang satu lagi pria tua dengan kedua bola mata menyala seperti bola-bola api."Mau apa kalian??!!" teriakku ketakutan, sementara Kennar justru kembali memungut pisau berdarah tadi lalu mengancam kedua Suanggi yang tengah bergerak maju."Berhenti di situ dan jangan maju lagi!!!" Kennar mengacungkan pisau ke depan.Kedua Suanggi itu sama sekali tak menggubris. Mereka terus mendekati kami, semakin dekat hingga setiap detil tubuhnya terlihat jelas. Tentu saja Kennar begitu jijik dengan kebugilan mereka."Hey you, go back home and dress up!!!" seru Kennar pada si Suanggi wanita.Suanggi itu malah menyeringai marah, mungkin karena tak paham bahasa inggris, sedangkan Kennar hanya menjaga tutur jadi tidak tega memakai bahasa indonesia."Jangan berbicara apapun pada mereka," ujarku pada Kennar."Tell me, why?""Percuma saja, Kennar. Dalam jelmaan yang sesempurna
Bab 26Ah sial, itu bukan bunyi biasa. Bukan desiran angin. Lebih tepatnya itu teriakan beberapa gagak yang mengamuk. Seperti di hutan kala bersama Feli dulu. Aku berharap itu cuman gagak biasa, bukan kumpulan Suanggi yang tengah berpatroli."Ini sulit, Karina," celoteh Kennar yang sedang berdiri lalu jongkok lagi mengejar tikus itu. "Cuma satu ekor, tapi sulit kutangkap," Kennar mengeluh."Kau harus mematikan tikus itu, kita tidak aman sekarang.""Kenapa?""Dengar, Kennar. Beberapa gagak di luar sana, bisa saja adalah jelmaan orang tua Feli.""Tidak mungkin, Karina!" ujar Kennar yang kini membuat perangkap baru yaitu membuka lebar pintu lemari kemudian mendesak posisi si tikus agar terpaksa masuk ke dalamnya. Jawaban Kennar membuatku jengkel, "Kaum Suanggi mempunyai naluri yang hebat, mereka tahu jika ada salah satu anggota keluarganya dalam bahaya."Kennar tak menjawab, tapi malah meloncat girang saat tikus itu masuk perangkap. Terkunci di dalam lemari."Jadi bagaimana sekarang?""
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments