Beranda / Zaman Kuno / Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta / Bab 6: Membesarkan Anak Untuk Memberontak

Share

Bab 6: Membesarkan Anak Untuk Memberontak

Penulis: Runa
Nadia seketika panik, lalu berdiri dan berkata, "Si Putih, kenapa kamu datang lagi? Kamu tidak boleh merebut daging Nyonya."

Viola merasa sungguh tidak tahu harus berkata apa saat melihat si Putih mengunyah daging dengan mulut ternganga.

Hidung anjing ini tajam juga.

"Biarkan saja ia makan. Kita masih punya banyak daging."

Nadia segera menutupi panci, mencegah si Putih melompat untuk merebutnya.

Si Putih berputar-putar dengan cemas karena mencium aroma daging, lalu duduk di tanah dan menyatukan kedua kakinya, seolah menyembah Viola.

Viola mengambil sepotong lagi untuknya, lalu berkata sambil tertawa, "Dasar anak anjing lucu! Pemilikmu punya segalanya, tapi kamu malah datang ke sini untuk merebut makanan kami."

Sambil makan daging, Nadia berkata dengan mulut penuh, "Pasti daging di tempat Kaisar tidak seharum milik kita. Nyonya, ini enak sekali, rotinya juga enak."

Suasana hati Viola menjadi sangat baik saat melihat mata pelayan muda itu melengkung karena tersenyum.

"Mulai sekarang kita akan makan makanan enak setiap hari."

Ketiganya melahap sisa-sisa daging, dan si Putih di sampingnya juga mendapat banyak keuntungan, bersuara gembira.

Anjing itu memang menggemaskan, tapi begitu teringat pada pemiliknya yang kejam, Viola merasa sangat tidak nyaman.

Dia membungkuk dan mengambil sebuah tongkat arang yang sudah padam, lalu menangkap si Putih dan menggambar dua alis tebal melengkung, serta mulut panjang seperti badut dan dua pipi hitam.

Konon, si Yosa itu sangat menyayangi anjingnya. Jika dia melihat ada orang yang merusak anjingnya seperti ini, dia pasti akan marah besar.

Viola seketika merasa puas saat membayangkan wajahnya yang marah meledak-ledak.

Si Putih mengira Viola sedang bermain dengannya, ekornya bergoyang-goyang, menyapu bersih semua debu di sekitar kompor.

"Pergilah sana, besok datang lagi untuk bermain."

Setelah selesai menggambar, Viola menepuk kepala besar si Putih.

Si Putih seketika melompat keluar dengan gembira.

Nadia merasa sedikit tegang. "Nyonya, Kaisar tidak akan bisa menebak kalau kamu yang menggambarnya, 'kan?"

"Tidak akan. Dia sudah lama melupakanku."

Sudah setahun, jika pria bajingan itu masih memikirkan pemilik tubuh asli, kenapa tidak pernah menyuruh orang untuk datang sekadar menengoknya? Meski tidak mengeluarkannya dari istana pengasingan, Yosa seharusnya bertanya tentang makanan dan kehidupannya. Sekarang bahkan makanan basi pun tidak ada, itu berarti dia sudah lama meninggalkan pemilik tubuh asli.

Kebencian Viola memuncak begitu terpikirkan kisah ini.

Jika Viola benar-benar bisa keluar dari istana, dia pasti akan membesarkan anak itu. Setelah itu, dia akan menyuruhnya memberontak, membunuh Kaisar bajingan ini untuk membalaskan dendam pemilik tubuh asli.

Benar, nanti akan dilakukan!

Viola mengacungkan tinjunya, lalu berdiri dari bangku yang kakinya pincang.

"Nyonya, pelan-pelan, Anda masih dalam masa nifas."

Nadia buru-buru menahannya.

"Tidak apa-apa."

Viola merasa baik-baik saja, sama sekali tidak ada kelemahan seperti orang yang baru melahirkan.

Dia kemudian menoleh ke Nadia. "Apa ada penjaga yang mengawasi di luar istana pengasingan?"

Nadia mengangguk. "Ada dua, mereka bersaudara, namanya Aden dan Deden."

Viola bertanya lagi, "Bagaimana sifat mereka?"

Nadia berpikir sejenak lalu berkata, "Sepertinya lumayan baik. Hamba juga tidak terlalu sering berinteraksi dengan mereka."

"Kalau begitu, kamu coba berinteraksi dengan mereka. Aku punya beberapa barang untuk mereka jual. Aku cuma butuh seratus tahil perak untuk setiap barang, sisanya untuk mereka."

Viola mengangkat jubahnya, lalu masuk ke dalam kamar.

Nadia mengikutinya dari belakang, lalu bertanya dengan terkejut, "Nyonya, apa aku tidak salah dengar? Barang apa yang bisa dijual seharga seratus tahil?"

Viola menyibak tirai, kemudian mengeluarkan cermin serta parfum.

"Ini."

Nadia kembali membuat keributan karena terkejut.

"Apa ini? Ini cermin? Pantulan orangnya sangat jelas!"

Viola sudah terbiasa dengan ekspresinya yang polos, lalu mengangguk. "Ini cermin dan parfum."

Dia membuka tutup botol parfum gosok dan mengusapkannya di punggung tangan Nadia. Seketika, aroma yang kuat menyebar di dalam ruangan.

Nadia menciumnya dengan dalam. "Harum sekali, lebih harum dari bedak wangi."

Viola memutar matanya. Bedak wangi apanya? Ini adalah teknologi tinggi dari abad ke-20.

Bibi Asih juga masuk ke dalam. Viola mengusapkan sedikit di tangannya.

Bibi Asih justru menatap botol parfum yang berkilauan itu, lalu berkata dengan gembira, "Botol kaca yang indah dan berkilauan ini saja bisa bernilai seratus tahil."

"Benarkah?"

Viola merasa sedikit tidak percaya. Sepertinya seratus tahil terlalu murah.

"Sudahlah, seratus tahil per barang saja. Kita harus segera mendapatkan uang. Kalau Aden dan Deden bisa menjaga rahasia, nanti kita semua bisa dapat uang."

Nadia juga sedikit bersemangat. "Baik, kalau begitu aku akan pergi memberi tahu mereka."

"Biar aku saja." Bibi Asih menahan Nadia, lalu membungkuk kepada Viola.

"Yang Mulia, hamba menyarankan agar tidak memberi mereka terlalu banyak sekaligus. Kita harus buat mereka merasakan keuntungan kecil dulu, barulah mereka akan bersungguh-sungguh menjualkannya untuk kita."

Viola berpikir ada benarnya juga. Barang-barang ini ditukar dengan poin, kalau dibawa kabur, kepada siapa dia akan menuntut?

Dia mengangguk. "Baiklah. Aku akan berikan dua dari masing-masing jenis. Lebih baik dijual di luar istana agar tidak menarik perhatian."

"Hamba mengerti."

Bibi Asih mengambil parfum dan cermin itu, lalu pergi menuju gerbang istana.

...

Di Ruang Baca Kekaisaran.

Yosa sedang membaca laporan, wajah tampannya tegang.

Laporan-laporan belakangan ini semuanya sama, menyuruhnya untuk menetapkan permaisuri atau meminta dia mengunjungi para wanita terpilih istana agar dia segera memilih selir.

Kekeringan ada di mana-mana, tapi para bajingan tua ini tidak melihatnya. Mereka justru cuma memperhatikan haremnya.

Para bajingan ini sungguh pantas mati!

Setelah membaca belasan laporan yang isinya sama, Yosa tidak bisa menahan amarahnya hingga melemparkan laporan itu ke lantai.

Kedua kasim muda buru-buru menundukkan kepala, bahkan tidak berani bernapas keras.

Tiba-tiba, bayangan putih melintas. Sesuatu yang berbulu melompat ke arahnya.

Yosa mengulurkan tangan untuk memeluk si Putih, tetapi tangannya malah terkena noda hitam.

Saat melihat dua alis hitam tebal di atas mata si Putih, serta pipinya yang menghitam, dia tidak bisa menahan diri untuk berkata dengan wajah marah, "Kurang ajar! Siapa yang berani menggambar si Putih seperti ini."

Kedua kasim kecil itu seketika berlutut ketakutan.

"Mohon Kaisar jangan marah."

Si Putih masih melompat ke arahnya dengan gembira, seolah menunggu pujian dari Yosa.

Jubah panjangnya yang berwarna putih pucat berantakan karena digesek oleh si Putih. Yosa pun makin marah, lalu mengangkat tangannya untuk melempar si Putih ke bawah.

"Cepat bersihkan si Putih."

"Baik."

Kedua kasim muda buru-buru menangkap si Putih, lalu dengan paksa membawanya pergi.

Kasim tua, Nugraha, berlari masuk sambil membawa jubah baru.

Dia berkata dengan gemetar, "Mohon Kaisar jangan marah. Mungkin ada wanita terpilih istana yang tidak tahu diri, bermain terlalu berlebihan dengan si Putih."

Yosa mengulurkan tangan untuk menarik jubahnya, sepasang matanya seperti terbuat dari es.

"Pergi selidiki. Siapa pun itu, hukum cambuk 50 kali. Jangan pernah diizinkan masuk ke istana lagi."

Dia melirik jubah di tangan Nugraha, lalu berkata dengan suara berat, "Bawa kemari pakaian bela diriku."

Kening Nugraha seketika berkeringat. Kaisar akan pergi ke Aula Bela Diri lagi, para penjaga yang menjadi lawan latih tandingnya akan menderita lagi...

Pada saat ini, kabar tentang si Putih yang disakiti sudah tersebar, dan semua orang di harem merasa terancam.

Namun, semua orang juga bertanya-tanya.

Si Putih tidak pernah berinteraksi dengan para wanita terpilih istana ini. Siapa sebenarnya yang begitu nekat hingga berani mengusiknya?
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 70: Kaisar, Tolong!

    Istana Cani.Ibu Suri duduk di sofa empuk, di sampingnya berdiri Jenar yang terus menangis tersedu-sedu."Ibu Suri, Kaisar sampai menyuruh ayahku pergi menanam di ladang, bagaimana dengan reputasi Keluarga Lukio kita?"Lima belas menit kemudian, begitu mendengar kabar itu, Jenar segera datang untuk mengadu kepada Ibu Suri.Wajah Ibu Suri juga terlihat sangat tidak enak dilihat.Dia sudah tahu kabar bahwa Wijaya sedang ditahan di kediamannya, kini Kaisar mulai mengarahkan sasaran ke Keluarga Lukio, benar-benar keterlaluan dan tidak tertahankan.Seandainya tahu begini, hari itu dia tidak seharusnya berbelas kasihan. Kalau saja anak itu juga dihabisi, takhta pasti sudah menjadi milik Wijaya.Dia teringat ketika mendiang Kaisar masih hidup, pernah berkata sendiri bahwa menjadikan Yosa sebagai putra mahkota hanyalah untuk diperlihatkan kepada para menteri, sebenarnya tahta akan diwariskan pada Wijaya, anak sahnya.Siapa sangka, saat ajal menjemput, pria tua itu malah berubah pikiran, entah

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 69: Semangka

    Setelah dua perintah ini keluar, para menteri tidak berani berbicara lagi.Yosa melirik semua orang dengan puas, lalu berucap dengan acuh tak acuh, "Kalau ada yang ingin disampaikan, sampaikan sekarang. Kalau tidak ada, bubar."Para menteri menunduk dan berkata, "Hamba tidak ada yang ingin disampaikan.""Bubar."Yosa bangkit dengan agung, lalu berjalan keluar dari Aula Permata.Saat ini Viola sudah mengikuti Andi untuk menunggu di Ruang Baca Kekaisaran.Dia kembali terpikirkan 2.000 tahil itu, yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Ditambah lagi dengan kehilangan seratus poin yang tidak jelas, dia merasa makin tertekan.Andi melihatnya tidak gembira, jadi bertanya dengan suara rendah, "Ivo, ada apa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"Viola menggelengkan kepalanya."Tidak apa-apa, aku hanya tiba-tiba teringat ibuku dan anakku. Hatiku merasa sedikit sedih."Andi menghela napas. "Kamu sungguh menyedihkan. Lebih baik seperti aku, tidak ada beban di hati. Hanya perlu perhatikan diriku

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 68: Hamba Sangat Bersedia

    "Kamu juga berdirilah."Suara Yosa terdengar rendah, entah kenapa membawa kesan suram."Terima kasih, Kaisar."Viola berdiri dari bawah, tetapi matanya masih melirik ke arah uang itu hingga tanpa sadar menelan ludah.Nugraha yang masuk dari luar aula, kebetulan melihat gerakan menelan Viola, telinganya pun ikut memerah.Viola agak bingung saat melihat Nugraha menatapnya dengan ekspresi aneh, lalu dia bergeser ke tepi meja.Nugraha tidak berani memperlihatkan lebih banyak, dia buru-buru membantu Yosa berganti pakaian.Saat Yosa dalam posisi membelakangi, Viola segera menarik dua lembar uang, lalu cepat melipat dan menyelipkannya ke lengan bajunya.Meski hanya 200 tahil, setidaknya cukup membuat hatinya terasa lega.Sesaat kemudian, Yosa sudah berpakaian rapi.Mahkota kaisar dengan hiasan batu akik merah melambangkan kekuasaan tertinggi. Naga emas bercakar lima di dadanya tampak gagah dan penuh wibawa.Begitu mengenakan jubah kaisar, aura Yosa seketika menjadi tajam. Tiap gerakannya seak

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 67: Nugraha Salah Paham

    Yosa menekan pergelangan tangan Viola dengan satu lutut. Tangan kanannya sudah mengunci leher wanita itu, lalu sepasang mata tajamnya gelap dan setajam pisau.Viola melihat bayangan hitam raksasa yang menaunginya, membuat jantungnya berdebar seperti genderang."Kaisar, ini aku..."Viola mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan suara yang tercekik.Dalam kegelapan, bibir merah muda Viola sedikit terbuka. Dia berusaha keras melepaskan tangan besar Yosa yang seperti penjepit besi.Yosa menyipitkan mata tajamnya, kemudian perlahan melepaskan tangannya.Dia bertanya dengan suara berat, "Kenapa kamu ada di sini?""Hamba berjaga malam bersama Kasim Andi hari ini. Saat hamba mendengar suara Kaisar, hamba pikir Kaisar sakit, jadi hamba masuk untuk melihat kondisi Kaisar."Viola bangkit dengan tergesa-gesa sambil batuk beberapa kali.Mata tajam Yosa sedikit menyipit dengan tatapan tidak menentu.Viola buru-buru berlutut di bawah."Kaisar, hamba sungguh masuk karena mendengar suara. Ham

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 66: Kehilangan 100 Poin

    Jangan-jangan hujan tadi adalah hasil tukar poin darinya?Astaga!Apa-apaan ini?Viola tiba-tiba teringat saat dia menukar susu bubuk untuk Garong, papan di samping toko poin sempat memperbarui beberapa tulisan, sepertinya ada kata tentang Sumber Spiritual. Waktu itu dia buru-buru, makanya tidak sempat memperhatikan.Apa mungkin Sumber Spiritual itu telah meningkatkan suatu fungsi lagi?Makin dipikir Viola makin gelisah. Dia segera berkata pada beberapa orang, "Aku mau ke WC, kalian tunggu di sini sebentar."Seorang kasim muda sambil tersenyum berkata, "Pergilah, kalau Kaisar bertanya, kami akan bantu cari alasan buatmu.""Terima kasih."Viola keluar dari Ruang Baca Kekaisaran. Sekitar dua ratus meter jauhnya ada sebuah WC khusus untuk para pelayan kaisar, baik kasim maupun dayang.Saat berpikir demikian, Viola tiba-tiba menyadari sesuatu.Yang melayani Wijaya sepertinya semuanya kasim, sama sekali tidak ada dayang.Biar saja, siapa pun yang dipakai tidak penting, sekarang dia hanya in

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 65: Sumber Spiritual Menurunkan Hujan?

    Yosa meletakkan alat tulisnya, kemudian melangkah cepat ke pintu.Aroma segar rerumputan bercampur tanah meresap ke dalam hidungnya, membuat Yosa merasa segar.Andi dan yang lainnya berdiri di halaman. Mereka semua melompat kegirangan melihat hujan turun."Hujan! Hujan turun!""Sejuk sekali!"Beberapa orang itu sejenak lupa diri.Saat mereka berbalik dan melihat Kaisar, mereka semua langsung terdiam.Yosa tidak menyalahkan mereka. Setelah lama tidak hujan, hatinya juga sama gembiranya.Saat ini, Nugraha juga kembali membawa es raksasa. Dia berlari sambil berkata, "Kaisar, hujan lebat dari langit ini adalah pertanda keberuntungan. Pasti karena Kaisar sepenuh hati melayani rakyat, sehingga menyentuh surga dan menurunkan hujan ini."Viola berdiri di belakang Yosa. Dia mencibir saat mendengar ucapan ini, 'Orang tua ini sungguh pandai menjilat.'Wajah Yosa tampak tenang, matanya masih menatap tetesan hujan yang jatuh dari langit.Tadi pagi, dia secara khusus bertanya pada Biro Pengawas Astr

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status