Share

Hari pertama kuliah

Penulis: Nurul Senggrong
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-07 20:46:21

Zeta menghentikan motornya di parkiran kampus. Lagi-lagi Bianca merasakan kekaguman di dalam hatinya. Tempat ini lebih besar dari yang ia bayangkan sebelumnya. Di Kerajaannya dulu juga ada akademi untuk belajar. Tetapi tempatnya tidak sebesar ini.

Bianca melihat banyak mahasiswa yang hilir mudik. Dari ingatan Bianca yang asli tidak banyak mahasiswa yang ia kenal. Mungkin hanya beberapa mahasiswa yang berasal dari jurusannya saja. Itupun yang sekelas dengannya.

Kelas Bianca berada di lantai tiga Fakultas Ekonomi. Bianca mengambil jurusan administrasi bisnis. Sejak dulu Bianca mempunyai cita-cita menjadi seorang sekretaris.

Tibalah Bianca dan Zeta di kelas mereka. Sudah banyak mahasiswa yang telah datang. Ada seorang mahasiswa yang menghampiri mereka.

"Akhirnya kamu datang juga. Sudah lama kamu tidak masuk. Pak Djarot meminta kamu untuk datang ke ruangannya, " ucapnya memberitahu. Pak Djarot merupakan salah satu dosen yang mengajar Bianca.

"Kenapa? " tanya Bianca sambil mengingat sosok Pak Djarot yang dibicarakan oleh temannya itu.

"Entahlah. Mungkin beliau ingin membicarakan soal magang minggu depan. Kamu sudah tahu belum tempat magang kamu? "

Bianca menggelengkan kepalanya. Tidak semua ada dalam ingatannya.

"Kalau begitu kamu langsung pergi saja ke kantor Pak Djarot. Mumpung belum ada dosen yang masuk, " ucapnya memberi saran.

"Benar tuh yang dikatakan Alden. Mau Aku antar? " tanya Zeta. Tentu saja Bianca menyetujuinya tanpa pikir panjang.

"Oke. Terimakasih infonya."

"Yoi."

Mahasiswa yang bernama Alden itu kembali ke kursinya . Bianca asli tidak begitu dekat dengannya. Keduanya juga jarang berinteraksi.Padahal Alden termasuk mahasiswa yang ramah. Dia juga menjadi ketua kelas.

Tidak banyak mahasiswa putra yang mengambil jurusan administrasi bisnis. Selain Alden ada tiga mahasiswa lagi yang berada di kelas tersebut.

"Kita taruh dulu tasnya di meja. Biar nggak ribet nantinya, " ajak Zeta. Dia meletakkan tasnya di atas meja miliknya. Meja Bianca berada di belakang kursi Zeta.

Setelah menaruh tas, Zeta dan Bianca keluar ruangan. Keduanya berjalan ke kantor dosen. Ditengah perjalanan keduanya di hentikan oleh Clarista. Anak itu baru tiba di kampus. Dia merupakan teman Bianca. .

"Bianca!" teriak Clarista heboh. Dia tidak memperdulikan pandangan orang lain. Clarista terlalu senang melihat Bianca lagi.

Belum juga Bianca bereaksi tubuhnya sudah di peluk dengan erat oleh Clarista.

"Syukurlah kamu baik-baik saja. Kemana saja sih, kok dicari nggak ketemu? " tanya Clarista sambil melepas pelukannya.

"Jawabnya nanti saja. Sekarang Aku harus menghadap Pak Djarot di kantornya."

"Pasti urusan magang. Semoga saja kita bisa magang di tempat yang sama."

Tempat magang para mahasiswa memang ditentukan oleh pihak kampus. Tapi ada juga yang menggunakan kekuasaannya untuk magang di tempat yang diinginkan.

"Kami pergi dulu, " pamit Bianca.

"Ikutan! "

"Oke! "

Mereka bertiga berjalan bersama-sama menuju ruang dekan. Tempatnya juga masih ada dalam satu lantai di gedung ini. Jadi tidak perlu jalan terlalu jauh.

"Tumben datangnya siang? " tanya Zeta.

"Tadi ada kecelakaan di jalan. Jadi macet deh. "

"Lukanya parah tidak? "

"Kayaknya sih parah banget. Ngeri ngeliatnya, " jawab Clarista merinding.

Bianca mendengarkan pembicaraan itu dengan seksama. Dia menerka-nerka kecelakaan apa yang membuat Clarista merasa ngeri. Namun ia tidak berniat untuk bertanya.

Setibanya di kantor, mereka langsung mengatakan tujuannya. Mereka di suruh untuk langsung masuk ke ruang Pak Djarot.

"Selamat pagi, Pak."

"Selamat pagi. Ada yang bisa Bapak bantu? " tanya Pak Djarot.

"Saya Bianca Pak. Saya diberitahu jika Bapak meminta Saya kesini."

"Oh... jadi kamu Bianca? "

"Benar Pak. "

"Kalian berdua ada urusan apa dengan Saya? " tanya Pak Djarot pada Zeta dan Clarista.

"Kami mengantar Bianca Pak, " jawab keduanya dengan serempak.

"Kayak anak kecil segala masih diantar, " sindir Pak Djarot.

"He he he. "

"Kamu kenapa banyak bolos? " tanya Pak Djarot dengan serius.

"Maaf Pak. Setelah kematian kedua orang tua, saudara mengajak saya tinggal di rumahnya. Kebetulan rumah beliau ada di luar kota. Jadi Saya tidak bisa kuliah, " jawab Bianca.

"Kami dari pihak kampus turut berduka cita. Apa sekarang kamu sudah siap untuk berkuliah kembali? "

"Siap Pak. "

"Saya harap kamu tidak bolos lagi! "

"Baik Pak. "

"Ini berkas yang kamu perlukan untuk magang. Nama perusahaannya juga sudah tertulis di dalam berkas. Saya harap kamu bisa melakukannya dengan baik. Kalian berdua juga. Jaga nama baik kampus."

"Siap Pak."

"Baiklah. kalian sudah boleh pergi. "

"Terimakasih Pak. "

Selesai dari Kantor mereka kembali ke kelas. Clarista duduk di samping Bianca.

"Buka dong. Kamu magang dimana? "

"Sebentar.... "

Bianca membukanya. Didalamnya terdapat informasi tentang perusahaan dan juga apa saja yang harus dilakukan selama berada disana.

"Apa kalian tahu tentang PT ABM? "

"Memangnya kamu tidak tahu? " Bianca menggelengkan kepalanya.

"Perusahaan sebesar itu kamu tidak tahu? "

"Tidak."

"Kasihan.... Padahal perusahaan itu sangat besar. Lokasinya juga tidak terlalu jauh dari kampus."

"Benar. Jadi kamu magang disana? "

"Sepertinya sih begitu. Kalian bagaimana? "

"Kita berdua di PT Jaya Abadi. Kamu beruntung banget Bia."

Kemudian mereka menghentikan perbincangan saat dosen datang. Semua kembali ke kursi masing-masing.

"Selamat pagi semua. "

"Selamat pagi Pak."

"Bagaimana kabarnya hari ini. "

"Baik Pak. "

"Sudah siap untuk melanjutkan pelajaran hari ini? "

"Siap!!!! "

"Bagus."

Jika Bianca sibuk belajar, lain halnya dengan Adrian. Saat ini Adrian berhadapan dengan kakeknya. Orang tua yang berumur lebih dari setengah abad tersebut sudah mendengar jika Bianca telah kembali ke rumahnya.

"Apa kekurangan Bianca buatmu? " tanya sang kakek dengan serius.

"Banyak. Tapi yang pasti Aku tidak pernah menyukainya. "

"Apa menurutmu gadis yang kau pilih itu lebih baik dari Bianca, " cibir Kakek.

"Tentu saja, " jawab Adrian dengan bangga.

"Sepertinya kamu sudah tergila-gila dengan wanita itu. Padahal kamu terkenal pandai dan teliti. Tapi untuk urusan wanita kamu benar-benar bodoh! "

"Kakek bilang Aku bodoh????? "

"Tentu saja. Kamu melepas berlian hanya demi kerikil. Apa itu pantas? "

"Jadi menurut kakek... Bianca itu berlian dan Alisha kerikil begitu? "

"Tentu saja."

"Ha ha ha ha ha ha ha ha. "

Tawa Adrian menggema di ruangan itu. Tuan Abraham beserta asisten kakek yang bernama Tomi hanya menyimak perbincangan mereka tanpa berniat untuk ikut campur.

"Tomi!!! "

"Saya Tuan.

"Berikan map itu pada anak bodoh ini! "

Tomi memberikan map yang ia pegang pada Adrian. Meski bingung namun Adrian tetap menerima map tersebut. Meski begitu tidak ada niat untuk membukanya.

"Bukanlah! "

"Nanti_"

"Sekarang!!!! "

"Oke... Oke! "

Begitu map itu di buka kedua mata Adrian langsung melotot. Bagaimana tidak. Dalam map itu terdapat foto-foto Alisha bersama beberapa lelaki. Bukan foto biasa. Namun foto yang luar biasa.

Adrian masih belum percaya jika Alisha sanggup melakukan hal yang ada di foto terebut.

"Pasti Kakek mengedit ini kan? " tuduh Adrian.

"Disitu bukan hanya ada fotonya saja. Ada flashdisk yang berisi video-videonya. Kamu boleh tidak percaya. Tapi kamu pasti bukan orang bodoh kan? Kamu pasti tahu apa yang harus kamu lakukan. Tenang saja.... Kami tidak akan lagi memaksamu untuk menerima Bianca. Kamu bebas bersama wanita yang kamu cintai. Bahkan jika kamu memilih wanita jalang itu. Semua terserah padamu. "

Setelah mengucapkan kalimat yang panjang lebar tersebut, kakek keluar ruangan diikuti Abraham dan juga Tomi. Tinggal Adrian sendiri di ruangan itu.

Adrian nampak terpaku setelah mendengar penuturan kakek Ibra. Entah kenapa rasanya sungguh menyesakkan.

Perlahan Adrian melihat isi flashdisk dari laptopnya. Rahangnya langsung mengeras melihat video didalamnya. Kemudian mengambil ponsel untuk menghubungi orang kepercayaannya.

"Halo! "

".... "

"Cari informasi tentang Alisya selengkapnya. "

".... "

"Besok sudah harus tersedia di meja kerja Saya. "

"... "

"Tidak ada kata tapi. Pokoknya besok harus beres!!!! "

Adrian mematikan ponselnya secara sepihak. Kemudian mengusap rambutnya dengan kasar.

"Bren****!!!!!! "

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Permaisuri di Zaman Modern   Kondisi Adrian

    "Akhirnya Tuan sadar juga, " ucap Jimmy dengan lega. Ia terpaksa membawa Adrian ke rumah sakit karena tidak kunjung sadar. Sedangkan Rangga mengurus kekacauan yang ditimbulkan oleh Chiara. "Dimana Aku? " tanya Adrian dengan bingung. "Di rumah sakit. Saya terpaksa membawa Tuan kesini karena Tuan tak kunjung sadar. Untunglah tidak ada yang serius. Sebenarnya apa yang terjadi Tuan? " tanya Jimmy penasaran. Adrian kemudian mengingat kejadian yang membuat dirinya sampai pingsan. Bulu kuduknya tiba-tiba merinding. "Dimana Bianca? " "Masih ada dikantor. Apakah Bianca yang sudah membuat Anda pingsan? " "Bukan. Sepertinya kantor kita sudah tidak aman. Coba kamu cari orang pintar untuk mengamankannya." "Bukankah sudah ada satpam ngapain malah cari orang pintar. Tapi orang pintar seperti apa yang Anda cari? " tanya Jimmy dengan bingung. Sepertinya anak itu belum faham apa yang Adrian maksud. "Ada hantu di kantor." "What!!! jadi gosip itu memang benar? " "Gosip yang mana?

  • Permaisuri di Zaman Modern   Keusilan Chiara

    Bianca mempelajari dokumen yang diberikan oleh Adrian padanya. Dokumen itu berisi contoh surat kerja sama dengan perusahaan lain yang perlu ia pelajari. Bianca diminta Adrian untuk mempelajari semua ia dokumen itu hingga faham. Ia dengan patuh melakukan apa yang disuruh oleh Adrian. Sebenarnya Adrian hanya ingin menguji Bianca. Sudah lama Bianca tidak menghubunginya. Ia merasa Bianca tidak lagi sama seperti biasanya. Bahkan tatapan penuh damba yang biasa ia tunjukkan tidak lagi ia dapatkan. Jika Bianca sedang fokus dengan dokumen yang ada dihadapannya, tidak dengan Adrian. Adrian sesekali menatap Bianca dari kursi yang ia duduki. Sedangkan Chiara duduk dihadapan Adrian menatap Adrian tanpa kedip. Adrian menempatkan Bianca di dekat pintu . Dengan begitu, setiap ada tamu Bianca harus membukanya. "Buatkan Aku kopi, " ucap Adrian dengan suara yang agak keras. Bianca menghentikan kegiatannya dan menatap Adrian yang juga sedang menatapnya. "Tuan berbicara pada Saya? " tany

  • Permaisuri di Zaman Modern   Sekretaris

    Di iringi tatapan bingung teman-temannya, Bianca meninggalkan ruangan yang sudah baru dia hari ia tempati. Nadia yang terima dengan keberuntungan Bianca, menatapnya dengan tajam. Kenapa seorang anak magang bisa menarik perhatian Adrian? Apa jangan-jangan wanita yang dibicarakan oleh keluarga Adrian semalam adalah Bianca? "Tidak bisa dibiarkan. Aku harus memberi anak magang itu pelajaran, " gumam Nadia dengan lirih. Sandra yang kala itu sedang menatapnya, begidik sendiri. Dia yakin jika Nadia akan melakukan sesuatu yang membuat Bianca tidak lagi menjadi sekretaris Adrian. Dia tidak sabar menunggu pertunjukan apa yang akan Nadia mainkan. "Sudah-sudah, lanjutkan pekerjaan kalian. Orangnya juga sudah tidak ada kok, " ucap Bu Rena. "Terus Aku berangkat sama siapa? " tanya Tomi. "Sama Sandra saja." "Kok jadi Aku sih. Nggak mau lah, " tolak Sandra dengan terang-terangan. "Mau tidak mau ya harus mau. Hanya kamu yang tidak mempunyai tugas. " Bianca tidak mengetahui j

  • Permaisuri di Zaman Modern   Titah Adrian

    Bianca tiba di perusahaan lebih pagi dari hari kemarin. Ia langsung menuju ruangan tempatnya bekerja. Sudah ada Rena, Siska dan Tomi yang lebih dulu tiba. "Selamat pagi semuanya, " sapa Bianca dengan ramah. "Selamat pagi, " sapa Rena dan Tomi. "Selamat pagi. Begitu dong, jangan sampai berangkat seperti kemarin, " puji Sandra yang mengandung sindiran. Bianca hanya tersenyum sambil duduk di kursinya. Sandra yang merasa diabaikan merasa geram. Entah kenapa pagi ini moodnya berantakan. Maunya marah-marah terus. Mungkin karena sedang ada tamu bulanan. "Pagi every body! " teriak Bella dengan senyum ceria. Sandra yang hendak mengeluarkan lahar jadi mengurungkan niatnya. "Ini kantor bukan hutan! " ucap Sandra dengan ketus. "Biasa aja kali Mbak." "Ada kabar apa nih, sumringah banget, " ucap Tomi yang melihat keduanya kan berdebat. Bianca menunjukkan cincin yang ada dijari manisnya dengan tersenyum lebar. Semalam kekasihnya datang melamar bersama kedua orang tuanya.

  • Permaisuri di Zaman Modern   Kedatangan Nadia dan keluarganya ke rumah Adrian

    Seperti yang sudah direncanakan oleh Nadia sebelumnya. Setibanya di rumah Nadia merengek pada kedua orang tuanya untuk segera mendatangi kediaman Abraham. "Ayo lah Pa... Ma, mumpung saat ini Adrian tidak punya kekasih. Nadia minta Papa sama Mama membujuk Tuan Abraham agar mau menerimaku menjadi menantunya, " bujuk Nadia pada kedua orang tuanya. Padahal dia baru saja pulang dari kantor. "Setidaknya kamu mandi dulu deh. Nanti kita bicarakan lagi setelah kamu segar, " ucap sang Mama dengan lembut. "Tidak mau. Aku mau Papa sama Mama berjanji dulu," rengek Nadia dengan manja. "Akan Papa usahakan, " ucap tuan Broto yang tak lain Papa Nadia. Kelemahannya adalah tak tega menolak keinginan sang putri. "Pokoknya nanti malam kita harus ke rumah mereka. Titik tidak pakai koma! "tekan Nadia dengan cemberut. "Tidak bisa begitu dong Sayang. Masak mendadak. Setidaknya kita harus buat janji dulu dengan mereka. Bagaimana kalau saat tiba di rumah mereka, mereka sedang tidak ada di rumah

  • Permaisuri di Zaman Modern   Bertemu Rio

    Rio mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan Bianca. Rio tidak menyangka tamparan Bianca sangat terasa. Bahkan sampai giginya ikutan ngilu. Rio merasa hari ini sangat sial. Bukan hanya rasa sakit yang ia rasakan. Namun ia juga merasa malu dan harga dirinya terasa diinjak-injak oleh gadis didepannya. "Kamu berani menamparku! " pekik Rio tidak percaya. "Kenapa tidak berani. Buktinya kedua pipimu sudah aku tampar, " jawab Bianca dengan santai. "Kamu!!!!! " Rio bingung mau mengucapkan apa sangking kesalnya. Mau membalas juga tidak etis. Apalagi lawanya seorang perempuan. Keduanya menjadi pusat perhatian pengunjung supermarket. Wajah Rio semakin merah menahan amarah. Pemilik supermarket sekaligus ayah dari Rio buru-buru datang setelah mendapat laporan dari karyawannya. "Ada apa ini,Rio?" tanya Ayah Rio dengan suara yang agak keras. Baru juga datang sudah mendapatkan laporan tidak baik. "Gadis gila ini menamparku, " jawab Rio dengan agak takut. Rio tidak men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status