Share

Mulai Beradaptasi

Penulis: Nurul Senggrong
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-05 16:30:06

Adrian menghidupkan ponselnya yang baru saja terisi daya. Banyak panggilan tak terjawab dari Rangga membuatnya penasaran. Namun belum sempat membuat panggilan, Rangga sudah lebih dulu menelpon. Adrian segera menjawabnya.

"Halo. Ada apa? " tanya Adrian.

".... "

Adrian mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Rangga di seberang telpon.

"Kamu yakin? "

"... "

"Baiklah."

Adrian menutup telponnya begitu saja. Kemudian dengan langkah terburu-buru keluar dari kamar. Tujuannya saat ini hanya satu yakni kamar yang biasa ditempati oleh Bianca.

Brak!!!

Adrian membuka kamar itu dengan kasar. Namun kamar itu terlihat kosong. Bahkan tempat tidurnya juga terlihat rapi. Tidak seperti baru ditempati. Meski begitu ia masih tidak puas. Adrian mencari keberadaan Bianca di dalam kamar mandi.

"Dimana tuh anak?" gumam Adrian lirih.

Kemudian Adrian keluar dari kamar dan mencari keberadaan pembantu rumah tangganya. Dari pada harus bertanya pada sang Papa lebih baik bertanya pada mereka.

"Apa Bi Narti tau dimana Bianca?" tanya Adrian pada salah satu pembantu yang sudah bekerja sangat lama disana. Bahkan sejak Adrian masih belum lahir kedunia.

"Loh...katanya Non Bia ada di rumah sakit."

"Jadi Papa belum membawanya pulang ke sini? "

"Belum Tuan. Tadi Tuan besar pulang ke rumah sendirian."

Adrian menatap Bi Narti dengan tajam. Seolah melihat kebohongan di matanya. Namun Adrian bisa melihat tidak ada kebohongan di matanya. Tanpa bicara lagi, dia pergi dari sana.

Di sepanjang jalan Adrian menggerutu tidak jelas. Namun tiba-tiba mengingat ucapan sang Papa tentang Bianca yang akan kembali tinggal di rumahnya. Sang Papa juga bilang terserah ia mau menikah dengan siapapun asal ia dan Bianca sudah bercerai.

Di tempat lain, Bianca keluar dari rumah untuk mencari makan malam. Selain itu ia juga ingin melihat kondisi di sekitar rumahnya.

Meski di rumahnya ada kendaraan , namun Bianca belum bisa menggunakannya. Dia memang mendapatkan ingatan Bianca, namun bukan berarti dia bisa langsung mempraktikkannya. Lagi pula jika lelah ia bisa menggunakan kekuatannya.

Bianca merasakan suasana yang berbeda dari tempat ia tinggal sebelumnya. Lampu yang menerangi jalan membuat orang-orang bisa berlalu lalang di waktu malam. Sedangkan di tempatnya dulu belum ada lampu. Jika tidak ada kepentingan jarang orang berlalu lalang di malam hari.

Rumah milik Bianca terdapat di kawasan padat penduduk. Sangat jauh berbeda dengan rumah Adrian yang berada di kawasan mewah. Bahkan untuk masuk ke kawasan itu harus mendapatkan izin terlebih dulu.

Bianca berhenti di depan penjual Bakso dan mi Ayam. Bianca tergiur oleh harum bau masakannya.

"Halo Bia! kemana aja sih, kok nggak pernah ketemu," sapa seorang gadis seumuran Bianca.

Dari ingatan Bianca asli, gadis itu bernama Zeta. Dia merupakan teman sekolah Bianca di bangku SMA. Dia juga teman Bianca di kampus.

"Tinggal di rumah saudara. Bagaimana kabarmu? "

"Baik. Mau makan Bakso apa Mi ayam? "

Bianca nampak berpikir. Dia belum pernah makan dua-duanya. Tapi kalau pesan semuanya takutnya perutnya tidak muat.

"Mi ayam."

"Oke... Mi ayamnya dua mas. Jangan lupa di atasnya ditambah Bakso dua, " kata Zeta pada penjual . Kemudian dia menggandeng tangan chelsi ke kursi yang masih kosong. Sebenarnya Bianca agak risih. Namun dia juga tidak enak untuk menepisnya.

"Duduk sini yuk! "

Zeta duduk terlebih dulu di kursi yang masih kosong. Biancajuga ikut duduk di sampingnya.

"Bagaimana kuliahmu? " tanya Zeta sambil mengambil kerupuk yang tersedia di atas meja.

Kress kress kress

"Kuliah?" tanya Bianca bingung. Dia mencoba untuk mencari ingatan tentang kuliah.

"Hmm...kamu sudah lama kan tidak masuk kuliah. Terakhir kali saat... "

Zeta tidak melanjutkan ucapanya. Dia merasa tidak nyaman menyinggung tentang kecelakaan yang menewaskan kedua orang tua Bianca.

"Maaf."

"Kenapa harus minta maaf. Yang kamu katakan memang benar. Mungkin beberapa hari lagi. Maukah kamu berangkat bersamaku? " pinta Bianca.

"Tentu."

Meski bingung namun Zeta menyetujuinya. Lagi pula mereka berada di kelas yang sama. Saat ini Zeta sudah berada di semester tujuh. Sebentar lagi dia juga harus melakukan magang(KKN) di tempat yang sudah ditentukan oleh pihak universitas.

"Silahkan."

Pesanan mereka akhirnya sampai. Dua mangkok mi ayam ditambah dua Bakso di masing-masing mangkok. Bianca sudah tidak sabar untuk menyantapnya. Meski bukan pertama kalinya ia menyantap mi, namun beda sama mi dihadapannya. Belum lagi tambahan daging ayam dan juga Bakso.

Bianca melihat Zeta meracik mi nya dengan saos sambal. Dia ingin ikut meracik. Namun ia masih ingin mencicipi rasa originalnya.

"Enak," gumam Bianca setelah menghabiskan satu suapan. Namun ia masih ingin memcicipi racikan milik Zeta.

"Boleh aku mencicipi punyamu? "

"Ha?!!!!"

"Sedikit saja, " pinta Bianca. Meski bingung namun Zeta menganggukan kepalanya.

Bianca mengambil satu sendok kuah milik Zeta dan mencicipinya. Bianca yang belum pernah makan pedas langsung kepedasan. Dia langsung menghabiskan satu gelas air di depannya. Meski begitu Bianca masih merasa kepedasan.

"Tumben banget kamu kepedasan?" tanya Zeta heran. Padahal biasanya Bianca sangat suka pedas bahkan lebih pedas darinya.

Bianca tidak menjawab. Dia dan Bianca asli memang berbeda. Kesukaan mereka juga belum tentu sama.

Tidak mendapat tanggapan Zeta kembali melanjutkan makannya. Namun ia kembali melongo begitu melihat Bianca makan dengan anggun. Bianca yang ditatap seperti itu merasa risih.

"Kenapa menatapku seperti itu? " tanya Bianca.

"Nggak papa kok. Lanjutkan saja makanmu."

Akhirnya makanan di mangkok mereka habis. Bianca dan Zeta pulang ke rumah masing-masing.

Bianca pulang dengan berjalan santai. Zeta sebelumnya hendak mengantarkan Bianca pulang. Sayangnya Bianca menolak.

Setibanya di rumah ,Bianca langsung mengunci semua pintu . Kemudian masuk kedalam kamarnya. Bianca melakukan meditasi untuk memulihkan kekuatannya. Dia sangat beruntung meski kini harus hidup di tubuh Bianca namun kekuatannya tidak hilang.

Tiba-tiba Bianca mengingat dua anak kembarnya. Entah bagaimana nasib keduanya. Tanpa ia ketahui keduanya sudah meninggal seperti dirinya.

"Ibu harap kalian baik-baik saja, " gumam Bianca sambil menghentikan meditasinya. Dia sedang tidak fokus. Sedangkan meditasi memperlukan konsentrasi.

Keesokan harinya Bianca bangun sangat pagi. Setelah mencuci muka, dia langsung melakukan lari pagi.

Kebiasaan ini sering ia lakukan saat masih tinggal di kediaman jendral. Begitu masuk kedalam istana ia sudah tidak pernah lagi melakukan rutinitas seperti ini.

Selesai lari pagi, Bianca langsung membersihkan rumahnya. Untuk makanan dia hanya bisa membeli makanan di luar. Dia tidak pandai dalam urusan memasak.

Di kediaman Abraham suasana cukup tegang. Kekasih Adrian datang atas undangan sang Nyonya. Semalam Adrian dan Nyonya Laura akhirnya tahu jika Bianca kembali tinggal di rumahnya sendiri.

Tuan Abraham meminta waktu enam bulan buat Adrian sebelum mengurus proses perceraian. Meski ia sudah tidak perduli dengan apa yang akan dilakukan oleh Adrian, tapi tuan Abraham meminta jedah waktu enam bulan.

Tuan Abraham tidak menyangka jika istrinya mengundang Alisha untuk sarapan bersama. Beliau memilih untuk langsung berangkat ke kantor tanpa sarapan terlebih dahulu.

"Papa tidak sarapan dulu? " tanya nyonya Laura saat melihat sang suami hendak berangkat.

"Tidak perlu. "

Tuan Abraham langsung berangkat begitu saja setelah menolak permintaan sang istri untuk sarapan bersama.

"Maafkan Saya Tante, "ucap Alisha dengan sendu.

" Kenapa harus minta maaf. Kita akan segera menjadi keluarga. Kamu harus bisa memaklumi sikap papanya Adrian. Pelan-pelan beliau akan menerima mu dengan senang hati," hibur Nyonya Laura. Adrian turut membenarkan ucapan Mamanya.

"Terimakasih Tante. "

"Sudahkah, lebih baik kita makan. Bukankah kalian ingin segera berangkat ke kantor. "

Alisha merupakan sekretaris Adrian di kantor. Keduanya menjalin hubungan sudah hampir dua tahun. Selama ini tuan Abraham tidak pernah metestui hubungan Adrian dengan Alisha.

Sebenarnya tuan Abraham tidak pernah mempermasalahkan siapapun yang menjadi menantunya. Baik itu dari kalangan bawah sekalian.

Tuan Abraham tidak menyukai Alisha bukan tanpa alasan. Beliau pernah memergoki Alisha masuk kedalam kamar hotel bersama Leon. Sejak saat itu tuan Abraham menyuruh anak buahnya untuk mengikuti dan mengawasinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Permaisuri di Zaman Modern   Kondisi Adrian

    "Akhirnya Tuan sadar juga, " ucap Jimmy dengan lega. Ia terpaksa membawa Adrian ke rumah sakit karena tidak kunjung sadar. Sedangkan Rangga mengurus kekacauan yang ditimbulkan oleh Chiara. "Dimana Aku? " tanya Adrian dengan bingung. "Di rumah sakit. Saya terpaksa membawa Tuan kesini karena Tuan tak kunjung sadar. Untunglah tidak ada yang serius. Sebenarnya apa yang terjadi Tuan? " tanya Jimmy penasaran. Adrian kemudian mengingat kejadian yang membuat dirinya sampai pingsan. Bulu kuduknya tiba-tiba merinding. "Dimana Bianca? " "Masih ada dikantor. Apakah Bianca yang sudah membuat Anda pingsan? " "Bukan. Sepertinya kantor kita sudah tidak aman. Coba kamu cari orang pintar untuk mengamankannya." "Bukankah sudah ada satpam ngapain malah cari orang pintar. Tapi orang pintar seperti apa yang Anda cari? " tanya Jimmy dengan bingung. Sepertinya anak itu belum faham apa yang Adrian maksud. "Ada hantu di kantor." "What!!! jadi gosip itu memang benar? " "Gosip yang mana?

  • Permaisuri di Zaman Modern   Keusilan Chiara

    Bianca mempelajari dokumen yang diberikan oleh Adrian padanya. Dokumen itu berisi contoh surat kerja sama dengan perusahaan lain yang perlu ia pelajari. Bianca diminta Adrian untuk mempelajari semua ia dokumen itu hingga faham. Ia dengan patuh melakukan apa yang disuruh oleh Adrian. Sebenarnya Adrian hanya ingin menguji Bianca. Sudah lama Bianca tidak menghubunginya. Ia merasa Bianca tidak lagi sama seperti biasanya. Bahkan tatapan penuh damba yang biasa ia tunjukkan tidak lagi ia dapatkan. Jika Bianca sedang fokus dengan dokumen yang ada dihadapannya, tidak dengan Adrian. Adrian sesekali menatap Bianca dari kursi yang ia duduki. Sedangkan Chiara duduk dihadapan Adrian menatap Adrian tanpa kedip. Adrian menempatkan Bianca di dekat pintu . Dengan begitu, setiap ada tamu Bianca harus membukanya. "Buatkan Aku kopi, " ucap Adrian dengan suara yang agak keras. Bianca menghentikan kegiatannya dan menatap Adrian yang juga sedang menatapnya. "Tuan berbicara pada Saya? " tany

  • Permaisuri di Zaman Modern   Sekretaris

    Di iringi tatapan bingung teman-temannya, Bianca meninggalkan ruangan yang sudah baru dia hari ia tempati. Nadia yang terima dengan keberuntungan Bianca, menatapnya dengan tajam. Kenapa seorang anak magang bisa menarik perhatian Adrian? Apa jangan-jangan wanita yang dibicarakan oleh keluarga Adrian semalam adalah Bianca? "Tidak bisa dibiarkan. Aku harus memberi anak magang itu pelajaran, " gumam Nadia dengan lirih. Sandra yang kala itu sedang menatapnya, begidik sendiri. Dia yakin jika Nadia akan melakukan sesuatu yang membuat Bianca tidak lagi menjadi sekretaris Adrian. Dia tidak sabar menunggu pertunjukan apa yang akan Nadia mainkan. "Sudah-sudah, lanjutkan pekerjaan kalian. Orangnya juga sudah tidak ada kok, " ucap Bu Rena. "Terus Aku berangkat sama siapa? " tanya Tomi. "Sama Sandra saja." "Kok jadi Aku sih. Nggak mau lah, " tolak Sandra dengan terang-terangan. "Mau tidak mau ya harus mau. Hanya kamu yang tidak mempunyai tugas. " Bianca tidak mengetahui j

  • Permaisuri di Zaman Modern   Titah Adrian

    Bianca tiba di perusahaan lebih pagi dari hari kemarin. Ia langsung menuju ruangan tempatnya bekerja. Sudah ada Rena, Siska dan Tomi yang lebih dulu tiba. "Selamat pagi semuanya, " sapa Bianca dengan ramah. "Selamat pagi, " sapa Rena dan Tomi. "Selamat pagi. Begitu dong, jangan sampai berangkat seperti kemarin, " puji Sandra yang mengandung sindiran. Bianca hanya tersenyum sambil duduk di kursinya. Sandra yang merasa diabaikan merasa geram. Entah kenapa pagi ini moodnya berantakan. Maunya marah-marah terus. Mungkin karena sedang ada tamu bulanan. "Pagi every body! " teriak Bella dengan senyum ceria. Sandra yang hendak mengeluarkan lahar jadi mengurungkan niatnya. "Ini kantor bukan hutan! " ucap Sandra dengan ketus. "Biasa aja kali Mbak." "Ada kabar apa nih, sumringah banget, " ucap Tomi yang melihat keduanya kan berdebat. Bianca menunjukkan cincin yang ada dijari manisnya dengan tersenyum lebar. Semalam kekasihnya datang melamar bersama kedua orang tuanya.

  • Permaisuri di Zaman Modern   Kedatangan Nadia dan keluarganya ke rumah Adrian

    Seperti yang sudah direncanakan oleh Nadia sebelumnya. Setibanya di rumah Nadia merengek pada kedua orang tuanya untuk segera mendatangi kediaman Abraham. "Ayo lah Pa... Ma, mumpung saat ini Adrian tidak punya kekasih. Nadia minta Papa sama Mama membujuk Tuan Abraham agar mau menerimaku menjadi menantunya, " bujuk Nadia pada kedua orang tuanya. Padahal dia baru saja pulang dari kantor. "Setidaknya kamu mandi dulu deh. Nanti kita bicarakan lagi setelah kamu segar, " ucap sang Mama dengan lembut. "Tidak mau. Aku mau Papa sama Mama berjanji dulu," rengek Nadia dengan manja. "Akan Papa usahakan, " ucap tuan Broto yang tak lain Papa Nadia. Kelemahannya adalah tak tega menolak keinginan sang putri. "Pokoknya nanti malam kita harus ke rumah mereka. Titik tidak pakai koma! "tekan Nadia dengan cemberut. "Tidak bisa begitu dong Sayang. Masak mendadak. Setidaknya kita harus buat janji dulu dengan mereka. Bagaimana kalau saat tiba di rumah mereka, mereka sedang tidak ada di rumah

  • Permaisuri di Zaman Modern   Bertemu Rio

    Rio mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan Bianca. Rio tidak menyangka tamparan Bianca sangat terasa. Bahkan sampai giginya ikutan ngilu. Rio merasa hari ini sangat sial. Bukan hanya rasa sakit yang ia rasakan. Namun ia juga merasa malu dan harga dirinya terasa diinjak-injak oleh gadis didepannya. "Kamu berani menamparku! " pekik Rio tidak percaya. "Kenapa tidak berani. Buktinya kedua pipimu sudah aku tampar, " jawab Bianca dengan santai. "Kamu!!!!! " Rio bingung mau mengucapkan apa sangking kesalnya. Mau membalas juga tidak etis. Apalagi lawanya seorang perempuan. Keduanya menjadi pusat perhatian pengunjung supermarket. Wajah Rio semakin merah menahan amarah. Pemilik supermarket sekaligus ayah dari Rio buru-buru datang setelah mendapat laporan dari karyawannya. "Ada apa ini,Rio?" tanya Ayah Rio dengan suara yang agak keras. Baru juga datang sudah mendapatkan laporan tidak baik. "Gadis gila ini menamparku, " jawab Rio dengan agak takut. Rio tidak men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status