Raynar membawa Arunika ke kamar lalu menurunkan di atas sofa dengan perlahan.“Mana yang sakit?” tanya Raynar lalu mengecek pipi yang merah.“Ini juga sakit,” jawab Arunika sambil menarik sedikit roknya.Tatapan Raynar langsung beralih ke lutut, dia melihat kulit lutut istrinya lecet.Raynar segera berdiri, lalu dia mengambil kotak obat yang tersedia di kamar, kemudian mengoleskan salep di pipi Arunika, juga mengobati luka lecet di kaki istrinya.“Akan kuberi pelajaran mereka yang menyakitimu,” kata Raynar.“Tidak usah,” balas Arunika.Raynar menatap pada istrinya yang sedang kesal bahkan air mata menetes dari pelupuk mata.“Kenapa tidak usah?” tanya Raynar.“Malas saja,” jawab Arunika, “meski gitu aku nggak akan maafin dia. Dia sudah keterlaluan,” ucap Arunika lagi.“Aku tidak masalah dia mengataiku sugar baby, sugar baby, padahal aku sudah bilang istri sah tapi dia nggak percaya. Aku emosi saat dia bilang kalau dia bisa lebih memuaskanmu seolah-olah aku ini tak sanggup melakukannya.
Tania sangat kesal karena dijambak Arunika. Dia melepas paksa rambutnya, lalu menampar balik Arunika dengan sangat kencang.Tak hanya itu, dia juga menjambak rambut Arunika, lalu mendorongnya sampai jatuh menabrak kursi yang ada di sana.“Beraninya kamu menamparku! Kamu pikir lebih tinggi dariku, hah!” amuk Tania.Pria selingkuhan Tania baru saja datang. Dia bergegas menghampiri saat melihat Tania yang baru saja mendorong Arunika.“Ada apa ini?” tanya pria itu dengan ekspresi bingung.“Dia berani menampar dan menjambakku!” Tania ingin menendang Arunika, tetapi pria selingkuhannya langsung menahan.Tania kesal karena pria itu menghalangi, sedangkan pria itu mengamati siapa yang sedang dihajar Tania dan sangat terkejut saat melihat kalau wanita itu adalah Arunika.“Kenapa kamu menghalangiku memberi pelajaran wanita tak tahu diri ini!?” amuk Tania.“Diam kamu! Kamu tidak tahu siapa dia, hah? Jangan membuat gara-gara,” hardik pria itu.“Memangnya siapa dia? Sama-sama sugar baby saja sok,”
Keesokan harinya. Arunika baru saja bangun. Dia memeluk erat selimut yang menutup tubuhnya, kelopak matanya mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya, lalu dia melihat Raynar yang sedang merapikan jas.“Kamu mau ke mana?” tanya Arunika sambil masih bermalas-malasan di atas ranjang.Raynar membalikkan badan. Dia melihat Arunika yang masih mengantuk. Raynar mendekat ke ranjang, dia duduk di tepian ranjang lalu mengusap lembut rambut Arunika dan mengecup kening istrinya dengan lembut.“Aku ada meeting dadakan. Semoga saja sinyalnya bagus hari ini,” ucap Raynar.Arunika mengangguk-angguk.“Kalau begitu aku mau jalan-jalan di dek atas,” kata Arunika lalu menggeliat untuk meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.“Baiklah, nanti aku menyusul setelah selesai.”Arunika segera bangun lalu membersihkan diri. Dia pergi saat Raynar sudah memulai meeting via zoom.Arunika berjalan-jalan di dek, menikmati keindahan laut diiringi embusan angin hangat karena pancaran sinar matahar
Arunika berjalan di koridor menuju toilet yang ada di dekat restoran. Dia pergi ke salah satu bilik untuk buang air kecil, setelah selesai, Arunika keluar dan mencuci tangan di wastafel.Saat masih mencuci tangan, Arunika menoleh karena ada suara pintu terbuka. Dia melihat wanita yang tadi ditemuinya di restoran.“Eh, kamu.” Wanita itu tersenyum lebar.Arunika senyum kecil sambil mengangguk pelan. Dia memilih mengabaikan dengan segera menyelesaikan mencuci tangan agar bisa pergi dari sana.“Waktu di restoran kita belum berkenalan. Aku Tania, siapa namamu?” tanya Tania.Arunika ingin sekali menghela napas kasar, tetapi dia masih menahan diri, lalu menoleh dan menjawab, “Arunika.”“Sepertinya kamu sangat bahagia. Apa kamu baru saja mendapat hadiah besar dari sugar daddy mu?” tanya Tania kepo. Dia menoleh pada Arunika yang berdiri di sampingnya.Arunika tak membalas, ekspresi wajahnya sangat masam karena masih dianggap sebagai sugar baby. Dia memilih mengambil tisu untuk mengeringkan tan
Raynar dan Arunika menyantap makan malam mereka dengan penuh khidmat. Sesekali Raynar memberikan perhatian pada istrinya itu untuk memanjakan Arunika.“Masih kurang?” tanya Raynar karena porsi makanan di restoran itu kecil.Arunika menggeleng, dia menyesap jusnya lebih dulu, baru menjawab, “Tidak, aku sudah kenyang.”“Mau tambah dessert? Mungkin yang berbau cokelat?” tanya Raynar lagi.Arunika tersenyum manja, lalu menggeleng pelan.Saat keduanya baru saja selesai makan, pria dan wanita yang tadi dilihat Arunika menghampiri meja Raynar.“Pak Raynar,” sapa pria itu.Raynar sedang mengelap mulut, dia menoleh pelan pada pria yang kini berdiri di samping meja, begitu juga dengan Arunika.“Senang sekali bertemu dengan Anda di sini,” ucap pria itu sambil tersenyum canggung lalu melirik pada Arunika.Raynar bersikap biasa. Dia meletakkan lap di meja lalu membalas sapaan pria itu. “Saya juga tidak menyangka bertemu dengan Anda.”Pria paruh baya itu mengangguk-angguk masih dengan senyum canggu
Arunika dan Raynar sudah selesai mandi. Kini Arunika duduk di depan cermin rias ingin mengeringkan rambut, tetapi Raynar sudah lebih dulu mengambil hairdryer dari tangan Arunika. “Biar kukeringkan,” ucap Raynar sudah berdiri di belakang Arunika dan kini menyalakan pengering rambut itu. Arunika tersenyum lebar. Dia duduk dengan tenang, menatap suami tampannya dari pantulan bayangan di cermin. “Kamu tahu?” tanya Arunika. “Tidak,” jawab Raynar sambil menggerakkan hairdryer untuk mengeringkan rambut Arunika. “Aku selalu suka saat kamu mengeringkan rambutku,” ucap Arunika. Raynar melirik pada bayangan Arunika yang terpantul di cermin, dia tersenyum. “Aku akan sering melakukannya kalau kamu suka,” ucap Raynar, “itu jika kamu juga sering membasuh rambutmu.” Arunika sudah tersenyum-senyum senang, tetapi melotot ketika mendengar kalimat terakhir Raynar. Pikirannya sudah berlarian ke sana-kemari. “Ya, tidak tiap hari. Mungkin dua atau tiga hari seminggu,” ucap Arunika sambil menghitung
Arunika meneguk ludah kasar, dia menatap suaminya yang tersenyum penuh arti, lalu pria itu berjalan ke arah bathtub. Arunika memerhatikan punggung suaminya. Raynar berjalan sambil melepas pakaian, membuat Arunika semakin menelan ludahnya yang terasa penuh di mulut. “Aru.” Suara Raynar memanggil membuyarkan lamunan Arunika. Dia melihat suaminya sudah masuk bathtub dan kini sedang tersenyum ke arahnya. Arunika tak bisa mengelak. Dia meletakkan pakaian yang dibawanya, lalu segera berjalan menghampiri Raynar. Perlahan, Arunika melepas satu persatu pakaiannya dengan tatapan terus tertuju pada Raynar yang terus memandangnya. Begitu semua pakaian terlepas, Arunika masuk ke dalam bathtub, menenggelamkan tubuhnya di air yang sudah bercampur dengan kelopak mawar merah. “Sedikit dingin,” ucap Arunika untuk mengurai ketegangannya berada dalam satu bathtub dengan suaminya. “Mau ditambah air hangat?” tanya Raynar menawari. Arunika menggeleng pelan. Dia duduk berhadapan dengan Raynar. Merend
Arunika terus menggandeng tangan Raynar saat mereka keluar dari kamar. Dia berjalan sambil mengamati beberapa penumpang yang berpapasan dengan mereka, jika dilihat dengan seksama, semua penumpang itu dari kalangan atas, pakaian penumpang wanita begitu glamour, berbeda dengan Arunika yang hanya memakai gaun sederhana dan Arunika juga tak memakai perhiasan mencolok.Mereka akhirnya sampai di dek atas. Arunika mengajak Raynar berdiri di tepian pembatas kapal, melihat laut lepas yang akan menemani mereka selama beberapa hari ke depan.“Di sini anginnya lebih kencang,” ucap Arunika sambil beberapa kali menyelipkan helaian rambut yang berantakan.Raynar tersenyum melihat Arunika sangat bahagia. Dia membantu istrinya itu merapikan rambut, meskipun tetap berantakan diterpa angin.Beberapa saat berada di sana, terdengar suara pertanda kapal akan segera berlayar. Arunika terus melebarkan senyum. Ini pertama kalinya dia naik kapal pesiar seperti ini, dia pernah naik kapal, tapi hanya kapal bias
Raynar diam sejenak. Tatapannya lurus memandang jalanan saat mendengar ucapan Arunika.Raynar tidak pernah ingin memanfaatkan Arunika, tetapi mengingat ambisi sang paman yang ingin sekali menyingkirkannya, membuat ambisi Raynar untuk merebut apa yang seharusnya menjadi milik ayahnya kembali memanas.Raynar harus mendapatkan anak dari Arunika demi membuktikan pada sang kakek kalau dia mampu.“Kita akan tetap pergi,” balas Raynar sambil menoleh sejenak pada Arunika sebelum kembali fokus ke jalanan. “Lagi pula, Paman tidak akan berani melakukan sesuatu pada Nenek, jadi aku juga tidak akan terlalu cemas.”Arunika mengangguk-angguk.“Baiklah kalau kamu merasa begitu. Aku hanya takut kamu terus mencemaskan Nenek, ya meskipun aku juga sama, apalagi kalau melihat sikap paman dan bibimu,” ucap Arunika lagi.“Mereka hanya berani pada kita, sebenarnya Paman pun takut pada Nenek. Semua harta warisan masih dipegang Nenek, jika Paman melakukan hal-hal buruk, Nenek bisa saja meminta pengacara membat