“Pak Stefan, Bapak bisa nggak sih nggak usah pamer kemesraan di depanku? Aku nggak akan menikah sekarang.”Stefan sudah mengakhiri masa lajangnya, jadi tidak senang melihatnya masih lajang dan selalu memamerkan keuntungan memiliki seorang istri. Bosnya ini mau mengajaknya ikut mengakhiri masa lajang, ‘kan?“Eh, kenapa Bapak memakai setelan ini hari ini?”Reiki memiliki mata yang tajam, menyadari bahwa jas yang Stefan pakai bukan merek yang biasa. Dia bertanya dengan rasa ingin tahu, “Kok ganti merek?”Stefan adalah orang yang sangat keras kepala.Kalau sudah suka satu merek, dia bisa memakai merek pakaian itu selama bertahun-tahun dan tidak akan mau menggantinya sembarangan.Kalau dari selera Stefan, jas yang biasa dia pakai juga sangat mahal. Tidak seperti jas yang dia pakai saat ini, yang harganya paling mahal hanya beberapa ratus ribu.Ini tidak seperti gaya Stefan.Reiki mengikuti Stefan dan bertanya dengan peduli, “Pak, apa Adhitama Group sedang mengalami krisis keuangan? Jadi Bap
Mendengar perkataan kakaknya Roni, Olivia rasanya tidak bisa menahan amarah yang ada di hatinya lagi. Namun, dia masih bersikap anggun dan tidak memukul meja di depan wanita itu.Dia berjalan ke mesin kasir dengan santai, duduk dan menatap wanita itu, lalu bertanya, “Kak, kamu bilang kakakku memukul kak Roni? Apa kamu melihatnya? Apa kakakku yang mulai duluan? Apa Kak Roni nggak pernah membalas? Memangnya Kak Roni dipukuli sampai seperti apa? Apa dia masuk rumah sakit?”Wanita itu berkata dengan muka tebal, “Memangnya kenapa kalau Roni yang mulai duluan? Kakakmu itu memang harus diberi pelajaran. Roni memang sudah ingin memberinya pelajaran hari itu, tapi karena kamu membawa suamimu ke sana, dia masih berusaha menghormati kakakmu. Kami juga membujuknya, makanya dia nggak melakukannya.”“Semua perbuatan kakakmu itu, pria mana yang nggak akan menamparnya? Kakakmu salah dan pantas dipukuli oleh suaminya. Dia masih berani melawan? Bahkan memukuli Roni sampai babak belur. Adikku itu sudah b
Kakaknya Roni menyela, “Anak kan dia yang melahirkan sendiri, dia harus bertanggung jawab. Mertuanya nggak punya kewajiban untuk menjaga cucu mereka.”“Iya, kalau memang harus bertanggung jawab atas anak yang dilahirkan sendiri. Kenapa Kakak nggak bertanggung jawab sendiri?”Kakaknya Roni membuka mulutnya dan berkata, “Orang tuaku bersedia untuk membantuku menjaga anakku. Kalau memang mau, kamu suruh kakakmu cari orang tua kalian untuk menjaga anaknya.”Olivia mengambil segelas air yang ada di depan wanita itu dan langsung melemparkannya ke wajah wanita itu.“Ah! Olivia, apa yang kamu lakukan!”“Mulutmu terlalu pedas. Aku membantumu membersihkannya.” Olivia menatap kedua wanita itu dengan dingin.Kakaknya Roni sangat marah. Dia ingin memukul Olivia, tapi ditahan oleh ibunya. Ibu Roni berkata pada putrinya, “Orang tua adik iparmu sudah meninggal belasan tahun. Omonganmu itu menyakitkan. Kamu nggak boleh menyalahkan Olivia karena marah.”“Tapi dia nggak boleh melempar air ke wajahku, don
“Tentu saja, kalau Kakak bersedia menjadi budak suami sendiri, jadilah budaknya. Aku nggak keberatan. Tapi, kakakku bukan budak. Wanita dan pria sama derajatnya. Suami dan istri sama derajatnya. Nggak ada yang lebih mulia dari yang lain.”“Kalau kamu berpikir lain, itu pilihanmu sendiri. Jangan minta kakakku untuk menerimanya.”“Perkelahian itu yang mulai Roni. Dia yang memukuli kakakku. Kakakku melawan untuk menyelamatkan nyawanya. Itu namanya membela diri! Kalian ingin kakakku minta maaf? Nggak mungkin! Kalian yang harus membujuk Roni nanti kalau pulang ke rumah. Yang benar adalah dia yang meminta maaf pada kakakku.”Ekspresi Olivia dingin. Dia sama sekali tidak takut membuat keluarga mertua kakaknya tersinggung. Dia berkata, “Kalau kalian nggak senang kakakku nggak bisa cari duit dan hanya bisa menghabiskan duit, kalian bisa mengantar kakakku pulang ke tempatku. Jangan bersikap kasar padanya. Kalian bisa kasihan pada anak kalian sendiri, aku juga bisa kasihan pada kakakku.”“Selain
“Tante rasa, kamu juga sama dengan kami, ingin mereka berbaikan. Suami istri selalu ada konflik, tapi setelah itu ya sudah, jangan terlalu diperhitungkan.”Olivia berkata dengan dingin, “Si Roni itu kakinya patah atau nggak tahu jalan pulang lagi? Kenapa harus kakakku yang menjemputnya?”Bisa-bisanya meminta kakaknya untuk menjemput pria itu pulang. Kakaknya pasti akan ditindas oleh keluarga mereka. Selain itu, itu namanya meminta kakaknya untuk mengalah duluan. Olivia tidak akan membiarkan kakaknya mengalah duluan.Pria itu kalau mau pulang ya pulang, kalau tidak mau ya hidup saja di rumah orang tuanya terus.Kakaknya jadi senang, hidupnya tenteram.“Kamu ini kok keras kepala sekali,” kata ibu Roni dengan marah.“Pokoknya, kalau Roni nggak pulang, dia nggak akan memberi uang bulanan ke kakakmu. Kalau kakakmu bisa menghidupi dirinya sendiri, dia nggak perlu menginjakkan kaki di rumah keluarga Pamungkas lagi.”Setelah mengatakan itu, ibu Roni menarik putrinya dan pergi.“Aku mau lihat s
Aku akan membicarakannya dengan kakakku. Memang nggak boleh begini terus. Nggak boleh ditindas terus.”Selama kakaknya masih tidak punya penghasilan, dia akan menjadi pihak yang dirugikan.“Gimana kalau kamu bilang pada kakakmu untuk bekerja di toko kita? Aku bisa memberi gaji untuknya. Dengan begitu, dia juga bisa sambil menjaga Russel. Sekali menyelam minum air.” Junia sangat ingin membantu Odelina.Olivia menghela nafas, “Kakakku nggak akan mau. Dia mengira toko kita juga nggak terlalu banyak pendapatannya dan aku masih harus buka toko online untuk cari uang.”Sebenarnya, keuntungan toko mereka masih cukup besar.Hanya saja, kakaknya bersikeras tidak ingin mendapatkan uang darinya. Dia juga tidak bisa meyakinkan kakaknya itu.“Dulu Kak Odelina kan berkecimpung di finance. Aku coba tanya ke Albert, deh, apa Pratama Group butuh orang. Kalau butuh, dia bisa mengatur agar Kak Odelina bekerja di sana. Perusahaan keluarga pamanku memang nggak sebesar Adhitama Group dan Sanjaya Group, tapi
Stefan diam dulu sejenak di seberang telepon seperti biasa, lalu membuka suara dan bertanya pada Olivia, “Apa keluarga Pamungkas sudah pergi? Apa mereka melakukan sesuatu yang keterlaluan?”“Nggak melakukan sesuatu yang keterlaluan, tapi mengatakan banyak hal yang keterlaluan. Aku kesal banget rasanya ingin menghajar mereka. Mereka itu kurang lebih sama dengan keluargaku yang dari kampung itu. Sama kejamnya. Selalu menyalahkan kakakku dan bilang kakakku yang salah. Mereka masih ingin menyuruh kakakku untuk pergi ke rumah mereka dan meminta maaf pada Roni. Cih!”Begitu mengungkit dua wanita tadi, Olivia langsung kesal bukan main. Dia mengatakan ‘Cih!’ di telepon, tetapi setelah itu dia langsung merasa tidak enak dan berkata pada Stefan, “Pak Stefan, aku terlalu kesal tadi. Jangan marah ya kalau aku berkata-kata kotor di telepon.”Stefan berkata dengan lembut, “Kamu nggak memaki mereka habis-habisan? Seharusnya kamu mengambil sapu dan mengusir mereka keluar. Anak mereka sudah melakukan k
Stefan mengatakan sesuatu yang menenangkan untuk menghibur Olivia, .Meskipun posisinya tinggi di atas, dia tahu persyaratan untuk mencari kerja sekarang semakin tinggi. Kakak iparnya sudah meninggalkan dunia karir selama lebih dari tiga tahun. Kalaupun wanita itu memiliki pengalaman di masa lalu, dia sudah tidak familier lagi dengan keadaan sekarang sekarang. Takutnya susah dapat pekerjaan.“Kamu lagi kerja, ya? Kamu kerja saja dulu. Aku matikan dulu teleponnya.”Stefan menggumam mengiyakan dan menunggu Olivia menutup telepon.Setelah mengakhiri panggilan, Olivia menelepon Odelina dan merencanakan masa depan dengan kakaknya itu. Mereka mengobrol sampai kakaknya bilang kakaknya mau masak, setelah itu Olivia mengakhiri panggilannya. Baterai ponselnya hampir habis. Dia pun mengeluarkan charger dan mengisi baterai ponselnya.Menjelang tengah hari, Stefan menelepon manajer Mambera Hotel dan meminta manajer itu untuk menyiapkan dua porsi makan siang untuknya. Dia juga memesan beberapa lauk
“Terima kasih banyak atas perhatiannya, Non Yohanna. Nenekku sudah berumur 80 tahun lebih, tapi badannya masih segar bugar dan nggak masalah bepergian naik pesawat. Tapi masalahnya anggota keluargaku terlalu banyak, rasanya nggak enak kalau kami semua datang,” kata Ronny. “Atau begini saja, aku coba bilang ke mereka kalau tahun ini aku nggak pulang. Kurasa mereka pasti bisa mengerti.” Sebelum menginjakkan kaki di Aldimo, Ronny sudah memikirkan soal ini. Begitu pun dengan para senior di keluarga Adhitama yang juga sudah mempersiapkan diri andaikan Ronny tidak bisa pulang untuk melewati tahun baru bersama. Di tahun depan, Ronny berniat untuk membawa Yohanna ke pulang ke Mambera untuk mengurus pernikahan mereka. Nenek Sarah memberi waktu satu tahun kepada Rony dan saudara-saudaranya. selama mereka memperlakukan calon istri mereka dengan baik, satu tahun sudah cukup untuk meluluhkan hati seorang wanita. “Soal gaji kerja di libur tahun baru, Non Yohanna sesuaikan saja dengan hari kerjaku
Christian tidak bersuara saat dia ditendang oleh Tommy, tetapi raut wajahnya tidak bisa menutupi rasa sakitnya. Christian mengira Tommy memang ingin belajar,bukan karena paksaan dari kakaknya. Yohanna sangat tegas dalam mendidik mereka, bahkan lebih tegas dari guru-guru mereka di sekolah. Para senior di keluarga saja sampai tidak berani ikut campur ataupun berkomentar di hadapan Yohanna. Tommy melampiaskan kekecewaannya ke nafsu makan. Dia makan banyak sekali, sampai-sampai Yohanna harus menghentikannya karena khawatir akan sakit perut. Tommy sengaja ingin membuat diri sendiri kekenyangan sampai sakit perut, karena dengan begitu dia punya alasan untuk kabur dari tugasnya. Setelah makan, Yohanna berkata kepada Ronny, “Ronny, habis istirahat siang, kamu bikinin dessert untuk bocah-bocah, ya. Oh ya, sisain sedikit untuk Dira juga. Dia paling suka sama dessert buatan kamu. Nanti malam aku nggak makan di rumah, kamu bebas mau pulang atau tetap di sini. Oh ya, aku mau diskusi tentang jadw
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu